Manusia Gurun dan Profesor Otak Kecil; Oleh Dhimam Abror Djuraid
PWMU.CO – Rasmus Paludan ialah politisi Swedia yang menganut garis politik sayap kanan yang sangat anti-Islam. Ia melakukan demo bersama beberapa pengikutnya dengan membakar al-Quran. Tindakan ini menyulut kemarahan masyarakat mulsim Swedia dan Eropa.
Di Indonesia Prof Budi Santoso, guru besar di Institut Teknologi Kalimantan (ITK) menuai kritik luas dari publik karena postingannya di media sosial dinilai melecehkan Islam. Postingan di Facebook itu sudah dihapus, tapi jejak digitalnya sudah telanjur menuai kritik dari publik dan netizen.
Prof Budi dianggap melecehkan syariah Islam karena menyebut perempuan yang memakai hijab sebagai ‘’pakaian manusia gurun’’. Ia juga dianggap melecehkan kalimat thayyibah seperti ‘’insyaallah, qadarullah, barakallah’’ sebagai ‘’kalimat langit’’. Ia juga menyebut negara-negara Islam tidak punya karya teknologi.
Kebencian terhadap Islam dan salah paham terhadap Islam menjadi fenomena yang berkepanjangan di Eropa dan berbagai penjuru dunia. PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) Maret lalu sudah mengeluarkan resolusi anti-islamophobia untuk memerangi pandangan yang bias terhadap Islam, tetapi para politisi anti-Islam masih tetap banyak melakukan kampanye negatif secara terbuka terhadap Islam.
Kericuhan terjadi akhir pekan di Swedia untuk memprotes pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan. Sejumlah korban cedera dengan tiga polisi menjadi korban. Paludan bukannya meminta maaf, malah menantang akan membakar lebih banyak Alquran lagi. Tindakan ini ia anggap sebagai bagian dari ekspresi untuk memberi tahu publik bahwa Alquran adalah sumber kekerasan dan keterbelakangan.
Anti-Islam di Eropa
Tindakan anti-Islam masih menjadi fenomena yang luas di Eropa. Di Prancis Marine Le Pen politisi sayap kanan yang sangat anti-Islam baru saja dikalahkan oleh Emmanuel Macron dalam pemilihan presiden. Tetapi, perolehan suara Le Pen yang mencapai 11 juta menunjukkan dukungan yang luas dari pemilih Prancis.
Macron menjadi presiden periode kedua untuk masa lima tahun ke depan. Tetapi tidak berarti umat Islam di Prancis bisa bernafas lega. Macron tetap seorang politisi sekular-liberal yang tidak menghendaki ekspresi religius di ruang publik.
Kasus pelecehan Nabi Muhammad yang dilakukan oleh majalah Charlie Hebdo menjadi momen yang membuktikan bahwa Macron tidak akan bertindak keras terhadap pelecehan simbol Islam atas nama kebebasan berekspresi.
Atas nama kebebasan berpendapat Macron membela Charlie Hebdo dan menyerang Islam dengan menyebutnya sebagai agama yang sedang dilanda krisis di mana-mana. Macron menegaskan tidak akan mengorbankan kebebasan berpendapat karena tekanan terorisme.
Seperti menyiram bensin pada api, pernyataan Macron menyulut protes di seluruh dunia Islam. Seorang pemuda imigran Tunisia berusia 19 tahun Brahim Aoussaaoui merangsek dengan pisau ke sebuah gereja di Nice, Prancis, membunuh tiga orang. Salah satunya digorok di leher. Polisi menembak mati Aoissaaoui dengan 14 peluru.
Salman Rushdie, novelis Inggris keturunan India pada 1989 membuat dunia Islam berang karena novelnya Ayat-Ayat Setan menjadikan Allah sebagai tokoh personifikasi seperti manusia.
Pemimpin Iran Ayatullah Khomeini mengeluarkan fatwa hukuman mati kepada Rushdie dan menuntut pemerintah Inggris menyerahkan Rushdie untuk dihukum mati. Inggris melindungi Rushdie dan Iran pun memutus hubungan diplomatik dengan Inggris. Khomeini sudah meninggal, tapi fatwa hukuman mati itu tidak pernah dicabut dan tetap berlaku sampai sekarang.
Pembakaran Alqur’an oleh Rasmus Paludan dalah kasus terbaru benturan Barat dengan Islam. Samuel Huntington pada 1990 merilis The Clash of Civilization benturan peradaban, antara lain menyebut benturan antara Barat yang Kristen dan Timur yang Islam.
Banyak yang tidak percaya terhadap tesis Huntington ini karena melihat kemesraan hubungan negara-negara Islam dengan Barat, seperti Arab Saudi yang mesra dengan Amerika.
Tapi, negara-negara Islam seperti Turki, Iran, dan Pakistan, tetap mempunyai hubungan tegang dengan Barat. Setiap saat ketegangan itu bisa memicu perang terbuka yang fatal dan luas, karena Iran dan Pakistan punya nuklir, dan Turki punya kemampuan militer kuat dan bisa memengaruhi solidaritas negara-negara Islam lainnya.
Turki vs Prancis adalah musuh bebuyutan. Amerika Serikat vs Iran tidak pernah berhenti berseteru. Ancaman perang terbuka bukan sesuatu yang ada di awang-awang. Benturan Barat vs Islam terjadi pada fundamennya. Barat memberi kebebasan liberal individual dan sekuler seluas-luasnya. Sedangkan Timur menekankan kolektivitas dan spritualitas-religius.
Macron menegaskan akan mengawal kebebasan individual itu dan tak bakal menyerah terhadap tekanan dari mana pun karena dari Prancislah muncul cikal bakal kebebasan. Revolusi Prancis pada 1789 dengan semboyan Libertè, Egalitè, Fraternitè; kebebasan, kesetaraan, persaudaraan memberikan kebebasan individual dari cengkeraman feodalisme absolut.
Baca sambungan di halaman 2: Resolusi Anti-Islamophobia
Discussion about this post