PWMU.CO– Ibadah dalam Islam dibagi menjadi dua. Pertama, ibadah ritual dan kedua, ibadah sosial. Masalah itu dikupas oleh Ustadz Fakhrudin Arrozi MS dalam khotbah Idul Fitri di Universitas Muhammadiyah Lamongan, Senin (2/4/2022).
Ustadz Fakhrudin Arrozi mengatakan, ibadah merupakan alasan manusia diciptakan di muka bumi ini. Allah swt berfirman di surat adz-Dzariyat: 56:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون,
Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan beribadah kepadaKu.
Pertama, ibadah ritual seperti puasa, haji, zakat, dan shalat. Ibadah-ibadah tersebut tidak lain mengandung kemaslahatan bagi siapa yang mengerjakannya.
(إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر)
Shalat bertujuan untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
”Dengan kita membaguskan shalat kita maka akan terbentuk sistem pencegahan internal di dalam diri kita sehingga kita tidak mudah bermaksiat kepada Allah,” katanya.
Ada sebuah kisah dari Abdullah bin Umar ra yang menguji sifat amanah seorang anak penggembala. Abdullah meminta anak itu menjual satu kambing yang digembalakan. Anak itu menolak karena kambing itu bukan miliknya. Tapi milik majikannya.
Gembala itu berkata,”Astaghfirullahalazim, walaupun majikanku tidak melihat perbuatanku, tapi ketahuilah tuan, ada Allah swt yang selalu melihat semua yang aku kerjakan. Semoga Allah swt memaafkan tuan. Di manakah Allah? Dimanakah Allah?” Anak itu terus mengulang perkataannya sembari bercucuran air mata.
”Penggembala gunung, rakyat biasa itu takut dengan Allah sehingga perilakunya terjaga. Ada profesor, wawasannya luas, belum tentu takut kepada Allah. Malah mendukung pernikahan sejenis. Bahkan bilang LGBT tidak diharamkan dalam Islam. Juga ada yang menghina jilbab itu penutup kepala manusia guru,” ujarnya.
Rasulullah berkata,
من ازداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا
Siapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya maka tidak akan bertambah dari dirinya melainkan semakin jauh dengan Allah swt.
Ibadah Sosial
Kedua, ibadah sosial yakni bersikap jujur, amanah, adil, tidak menyengsarakan orang lain, memenuhi janji, tidak korupsi, dan akhlak terpuji lainnya.
Pernah suatu ketika sepupu Rasulullah saw, Jakfar bin Abi Thalib ra berkata kepada Najasyi, Raja Habasyah saat ditanya tentang Islam, dia menjelaskan, dulunya mereka bangsa yang bodoh, menyembah berhala. Lalu Allah mengutus RasulNya yang terkenal dengan kejujuran, dan kesucian perilakunya.
Dia mengajak memeluk agama Allah, mengesakan Allah, serta meninggalkan kepercayaan nenek moyang menyembah batu dan berhala. Kami diperintah menjaga amanah, merajut silaturahim, bersikap baik terhadap tetangga, menyudahi semua perbuatan buruk dan pertumpahan darah.
Menurut Ustadz Fakhrudin Arrozi, syariat yang ditetapkan Allah mengandung keadilan, rahmat, maslahat, dan hikmah. Sehingga jika ada suatu undang-undang yang bukan berasal dari syariat, maka pasti akan terdapat ketidakadilan di dalamnya, terdapat ketidak bijaksanaan di dalamnya.
”Sehingga tidaklah mengagetkan ada nenek renta divonis penjara 1,5 tahun karena mengambil tiga buah kakao seharga dua ribu rupiah di kebun perusahaan. Sedangkan yang korupsi miliaran rupiah uang rakyat juga divonis 1,5 tahun. Di manakah letak keadilan?”
Dikisahkan, Rasulullah pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang merugi. “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” tanya Rasul saw. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah yang tidak punyai dirham-dinar. Mereka yang rugi dalam perdagangan.
Rasulullah saw bersabda, ”Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji. Namun,dia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang, menumpahkan darah, dan memukul orang lain.
Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya, dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka.
”Fenomena ini merupakan fakta sosial umat Islam di zaman ini, di mana banyak kaum muslimin yang keliru dalam menjalankan kehidupan sosialnya. Lalu apa penyebab lemahnya umat dalam melakukan ibadah sosial?” kata Ustadz Fakhrudin Arrozi.
Jawabannya, sambung dia, adalah lemahnya pengetahuan umat Islam terhadap sang pembuat syariat. Jika kita mengetahui apa yang diperintahkan syariat, namun kita tidak mengenal siapa pembuat syariat, maka kita akan luput terhadap pelaksanaan syariat tersebut. Namun apabila kita mengenal siapa pembuat syariat tersebut, maka kita akan dengan senang hati mengerjakan apa yg diperintahkan syariat.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post