Qadha Puasa Haruskah Berturut-turut? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari. Artikel terkait baca: Puasa 6 Hari Syawal, Harus Berurutan atau Boleh Selang-seling? atau Bolehkah Niat Puasa Syawal sekaligus Puasa Qadha? atau Hukum Puasa Syawal sebelum Bayar Utang Puasa Ramadhan.
PWMU.CO – Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib—yang menurut ketentuannya apabila seseorang meninggalkannya karena suatu halangan tertentu seperti haid, nifas, sakit, atau sedang dalam perjalanan jauh—maka wajib menggantinya di hari lain.
Allah SWT berfirman:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (al-Baqarah 184).
Aisyah RA meriwayatkan sebuah hadits, beliau mengatakan:
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR Muslim No 335).
Apakah Mengganti Puasa Harus Berturut-turut?
Ibadah puasa termasuk ibadah mahdhah sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan tuntunan al-Quran maupun hadits.
Pada pelaksanaan puasa Ramadhan dilakukan secara berturut-turut. Hal ini karena sesuai dengan perintah yang terdapat dalam al-Quran maupun contoh yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahwa puasa Ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan sehingga otomatis pelaksanaannya pun berturut-turut karena di dalam semua hari di bulan Ramadhan terdapat kewajiban melaksanakan puasa.
Namun untuk mengganti puasa yang tertinggal tidak ada satu pun dalil yang mengindikasikan pelaksanaan puasa harus berturut-turut.
Berbeda dengan puasa kafarah yang harus dilakukan secara berturut-turut selama dua bulan. Hal ini karena di dalam haditsnya tertera أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ (kamu berpuasa dua bulan berturut-turut).
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah membahas hal ini. Dalam fatwanya disebutkan:
Karena itu menyaur (membayar) puasa yang ditinggalkan karena sakit atau karena bepergian dapat ditunaikan dengan bilangan puasa yang sama di hari selain Ramadhan, tanpa berturut-turut.
Adapun puasa Ramadhan berturut-turut karena dalam perintah itu disebutkan pausa bulan Ramadhan. Padahal setiap hari termasuk pada bulan Ramadhan sehingga wajib menjalankan tiap hari berturut-turut (Tanya Jawab Agama, Vol. II, h. 137).
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni