Selamat Hari Aisyiyah oleh Nurbani Yusuf, Direktur Utama Agropolitan Televisi, Head of Amongtani Foundation Kota Batu.
PWMU.CO– ”Perempuan dan lelaki Islam itu masing-masing berhak berkemajuan dan berkesempurnaan. Bahwasanya yang dikata kemajuan dan kesempurnaan itu ialah menurut hak batas-batasnya sendiri-sendiri.”
Demikian sepenggal kalimat dalam pidato pimpinan Aisyiyah Siti Munjiyah yang disampaikan dalam Kongres Perempuan Indonesia pertama 1928 di Yogyakarta.
Nadia Murad, aktivis HAM Irak bersama Denis Mukwege, dokter dari Kongo, menerima Hadiah Nobel Perdamaian dalam satu upacara di Oslo, Norwegia tahun 2018.
Bagi keduanya, Nobel Perdamaian merupakan pengakuan atas upaya mereka mengampanyekan dampak pemerkosaan sebagai senjata perang atas nama agama.
Pada tesisnya, Cyntia Enloe menyatakan, no society can be militerized without changing conceptions of masculinity and feminity. Tidak ada masyarakat yang dapat dimiliterisasi tanpa mengubah konsepsi maskulinitas dan feminitas.
Dan jilbab atau sebutan lainnya, bagi Fatimah Mernissi, pengkritik hadits dari Fez Maroko, merupakan salah satu instrumen ampuh pengubah konsep tersebut.
Dengan jilbab, saat itu, perempuan ditertibkan pikirannya. Bahwa tubuhnya adalah sumber dosa dan rasa malu sehingga perlu rapat dibungkus. Ajaran larangan keluar rumah bagi perempuan digemakan massif. Tujuannya, agar perempuan tidak aktif lagi di arena publik.
Bakti
Di Indonesia seabad lalu seraut perempuan sedang menafsir dirinya : ”Apa yang kau dapati saat kau belajar huruf-huruf Belanda?” tanya Ngasirah pada putri tercintanya.
”Kebebasan,” jawab Kartini lugas. Kemudian Ngasirah melanjutkan pertanyaannya: Apa yang tidak kau dapati dari huruf-huruf Belanda itu?
Kartini terdiam lama, hingga Ngasirah menjawab sendiri pertanyaannya, ”Bakti.”
Ternyata kebebasan tak bisa disandingkan dengan kebaktian. Kebebasan menagih ego, bakti menjamin kebersamaan. Kebebasan adalah soal intelegensia. Bakti adalah hati nurani. Kebebasan adalah soal kepuasan materi, sedang bakti tentang spiritualitas.
Dua sisi berlawanan yang mustahil berjalan seiring. Akal sehat menawarkan kebebasan, materi, ego dan kebanggaan sedang bakti adalah soal kebatinan, nurani, spiritualitas dan kerendahan hati.
Aisyiyah
Aisyiyah adalah gerakan pembebasan pada zamannya, yang selalu gelisah dengan kemapanan dan aturan baku yang mengikat. Aisyiyah adalah simbol “kejenuhan dan kebosanan” pada kondisi di mana masyarakat terjebak pada aturan dan norma yang mereka buat sendiri. Saat di mana perempuan menjadi menderita dan tertindas karena ditafsir kaum maskulin.
Aisyiyah adalah soal gerakan pengembaraan pemikiran dan intelektual yang melahirkan kebebasan dan bakti sekaligus. Keberhasilan gerakan emansipasi perempuan adalah jika berhasil menyandingkan keduanya. Kebebasan dan bakti dalam satu pribadi perempuan Indonesia. Yang oleh Kartini diilustrasikan sebagai habis gelap terbitlah terang yang dalam rumusan Aisyiyah disebut minadh- dhulumaati ila nuur.
Dalam ranah teologis fungsi Hawa sebagai penenang atau pakaian (al-libas) bagi Adam. Sebab itu Hawa diciptakan dari bagian tubuh Adam bukan dari tanah liat atau semacamnya. Dari tulang rusuk itu, Hawa diciptakan untuk menggenapi, bukan sebagai kompetitor apalagi meminta setara.
Sengaja pula saya tak bahas isu-isu tentang gender yang ribet dan tak penting sebab perempuan, sesunguhnya telah mandiri mampu mengatasi problemnya tanpa sokongan kaum maskulin yang sok membantu padahal sebaliknya.
Kepada suaminya Muhammad saw dengan bangga Sayidah Aisyah ra tegas dan berkata: ”Wahai Rasulullah, semua istrimu pernah dipeluk laki-laki lain kecuali diriku.” Itulah tafsir Aisyah atas dirinya di depan suaminya yang agung.
Selamat Hari Aisyiyah 19 Mei 2022
Editor Sugeng Purwanto