PWMU.CO – Muhammadiyah bukan gerakan yang mengedepankan populisme keagamaan, yaitu sebagai gerakan pengumpulan massa. “Kita ini gerakan praksisme keagamaan. Maksud praksisme itu Almaun. Kerja, kerja, kerja.”
Prof Din Syamsuddin—mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah—menegaskan hal itu dalam acara ‘Konsolidasi Organisasi Jelang Sidang Tanwir 2017 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur’, di Aula Mas Mansur Gedung PWM Jatim, Jalan Kertomenanggal Surabaya, Sabtu, (11/2).
(Berita terkait: Din Syamsuddin: Jangan Ada Imam Lain di Muhammadiyah Selain Ketua Umum PP)
Din mengatakan, boleh sekali-kali mengadakan kegiatan pengumpulan massa, tetapi Muhammadiyah bukan gerakan yang mengandalkan populisme keagamaan. “Amar makruf nahi munkar tidak harus demikian,” kata Din.
“Bukan berarti saya tidak setuju. Saya mengambil posisi tidak pernah menghalangi. Asal, jangan ada kekerasan. Asal pintar dan jangan sampai terjebak,” ucap Din.
(Baca juga: Fikih dan Fikib Umat Islam Menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin)
Din mewanti-wanti agar umat Islam cerdas dalam melakukan gerakan massa. Menurut dia, jangan sampai gerakan yang dilakukan terjebak pada kepentingan politik praktis, bahkan kontra-produktif dengan tujuan awal gerakan.
“Kita mau (menuntut) unsur penistaan kok ini bicara politik pilkada. Orang menuduh seperti itu. Walaupun bagi kita sama,” pesan Din. Menurutnya, harus dicari isu lain.
(Baca juga: Optimisme Din Syamsuddin di Konsolidasi PW Muhammadiyah Jatim)
Din juga menegaskan, Muhammadiyah akan sensisitf terhadap isu penistaan agama. “Betul kan. Kalau ada yang menistakan Islam, kan kita sensitif,” ujarnya.
Walaupun, tambah Din, keyakinan kita, Islam tak akan terkurangi sedikit pun keluhuruan dan keagungannya oleh siapa dan berapa pun banyaknya yang menistakannya. “Alquran tidak akan terkurangi sedikit pun kesucian, keluhuran, dan keagungannya oleh seberapa banyak pun dan siapapun yang menistakan,” kata Din.
(Baca juga: Pembelian TV Nasional yang Gagal dan Rp 500 M Dana Muhammadiyah Jatim)
Cuma, tutur Din, kita sesalkan karena penista agama itu akan mengganggu kehidupan masyarakat majemuk. Menurut Din, tidak boleh ada orang seperti itu dalam masyarakat majemuk, yang memasuki keyakinan orang lain.
“Maka Muhammadiyah, walaupun prihatin terhadap kasus penistaan agama, tapi lebih prihatin Muhammadiyah ini terhadap gejala dan fakta pendustaan agama. Bukan penistaan agama,” kata Din.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Selain Penista Agama, Nahi Munkar juga Berlaku untuk Pendusta Agama)
Din menegaskan, Muhammadiyah harus lebih berat perhatiannya kepada pendustaan agama, karena ada isyarat Alquran dalam surat Almaun.
“Tapi kita jangan tinggal diam terhadap kasus-kasus, fakta-fakta pendustaan agama. Muhammadiyah lahir menghadapi kasus pendustaan agama itu. Kerjalah dengan praksisme keagamaam, menghadapi tantangan pendustaan agama,” kata Din. (MN)
Discussion about this post