Bukan Kreativitas
Menyandingkan nama-nama tokoh mulia agama tertentu dengan produk makanan atau minuman yang diharamkan oleh mayoritas umat agama tersebut bukan suatu bentuk kreatifvitas. Sebuah kegiatan promosi produk yang dilakukan oleh orang-orang berilmu tentu melalui serangkaian survey.
Dalih para tersangka menggunakan nama Muhammad dan Maria bersanding minuman keras untuk menarik pelanggan perlu dibuktikan dengan kajian yang mereka lakukan sebelum meluncurkan bentuk media promosi. Apakah nama Muhammad dan Maria identik dengan minuman keras atau sekedar ingin viral dengan promosi yang antimainstream?
Jika alasan kedua yang digunakan pun sangat fatal karena tidak mempertimbangkan norma etika yang berlaku di tengah masyarakat “pemilik” nama-nama tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa media promosi bagian dari karya seni yang beriorientasi ekonomi untuk meningkatkan omset usaha tertentu. Seni dan kesenian adalah bagian dari kebudayaan, yaitu hasil karsa, cipta dan rasa manusia yang mempunyai nilai keindahan.
Hukum Seni
Hukum Islam tentang kesenian adalah mubah atau boleh, sejauh tidak ada larangan agama dalam cara maupun tujuannya. Bahkan kalau tujuannya untuk dakwah, karena dakwah hukumnya wajib, maka kesenian hukumnya dapat menjadi sunnah atau wajib, paling tidak menjadi wajib kifayah.
Agama Islam mendorong berkembangnya kebudayaan dan kesenian, dengan mengintegrasikan agama, ilmu dan seni. Muhammadiyah memberi rambu dalam kesenian dengan menerbitkan Pedoman Seni dan Budaya Islam yang tertuang dalam lampiran Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 138/KEP/I.0/B/2014 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXVII.
Dalam Islam tidak dikenal istilah seni untuk seni, kebebasan berekspresi tanpa batas sebagaimana paham sekuler. Begitu juga seni promosi untuk tujuan ekonomi yang semata-mata demi keuntungan sebesar-besarnya sebagaimana yang dianut oleh paham ekonomi sekuler liberal.
Promosi menggunakan nama Muhammad dan Maria sah-sah saja karena tidak ada yang pernah mengklaim sebagai pemilik hak paten atas nama tersebut baik keturunan Nabi Muhammad maupun Bunda Maria. Yang perlu dipahami dalam kehidupan masyarakat beradab dan beragama adalah nama Muhammad seperti sudah “paten” de facto “milik” umat Islam, nama Maria de facto “milik” umat Nasrani.
Semoga tidak ada pernyataan sejak kapan nama Muhammad menjadi “milik” muslim atau nama Maria menjadi “milik” Nasrani, seperti pernyataan sejak kapan rendang punya agama? Pernyataan untuk menepis adanya tendensi penistaan agama dalam promosi rendang babi tempo hari dan promosi miras dengan nama Muhammad-Maria baru-baru ini.
Peristiwa terakhir lebih unik karena ditengarai bisa menyinggung dua agama dengan penganut terbesar di Indonesia yaitu Islam dan Nasrani. Apalagi salah satu ormas pemuda Islam telah melakukan protes penggunaan nama Muhammad dan Maria secara semena-mena oleh tempat hiburan. Aparat dituntut bekerja cerdas, cepat, profesional dan tepat demi menghindari konflik horisontal di masyarakat.
Apakah masyarakat Muslim harus marah dengan peristiwa ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak ada salahnya mengutip pernyataan Prof Dr Buya Hamka, “Jika tidak marah ketika agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.” Ekspresi marah dapat diwujudkan dalam bentuk beragam tanpa merusak citra Islam sebagai rahmattan lil alamin. Wallahualambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post