Etos Kerja Terbaik
Dia menyampaikan etos yang keempat adalah etos kerja yang terbaik dan lebih unggul. “Etos kerja orang Muhammadiyah ini 24 jam!” ungkapnya.
“Sampai (ibu-ibu) kalau mau tidur itu yang dipikir Aisyiyah, kapan istirahat?” tanya dia.
“Aisyiyah itu, problem tadi ditumpuk sampai malam, untuk didiskusikan di malam hari. Muhammadiyah juga gitu,” tambahnya.
Muhammadiyah bisa membangun apapun dengan modal mulai dari nol. Prof Haedar bercerita, ada seorang menteri mengatakan telah membantu Muhammadiyah Rp 200 juta, lalu nilai bangunannya menjadi Rp 400 juta.
Itulah bukti etos kerja Muhammadiyah. “Sehingga menjadi lazim yang bekerja Muhammadiyah dan yang bicara pihak lain yang tidak bekerja, ya nggak apa, itu rezekinya,” paparnya. “Sekarang, banyak bekerja, bicara seperlunya!”
Lalu dia mengingatkan agar seiring tingginya etos kerja warga Muhammadiyah itu, penting pula memperkaya khasanah iqra. “Terus percaya juga agar ada kontemplasi, ini modal,” tambahnya.
Etos Kolaborasi
Terakhir, Haedar menyampaikan etos yang kelima yakni etos kolaborasi. Etos ini sesuai dengan nilai-nilai Islam di antaranya hadist, barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan (sisa) jejak hidup, maka sambunglah (tali) kerabatnya.
Sehingga, lanjutnya, menjadi keharusan untuk melakukan kolaborasi dengan tujuan meluaskan rejeki dan dipanjangkan jejak hidupnya. Dia pun mengimbau agar Muhammadiyah bekerja sama dengan pemerintah, ormas lain, dan organisasi keagamaan lainnya.
Dia mengingat pesan Pak AR, “Kalau sama orang jangan terlalu nunduk-nunduk nanti hilang kehormatan, tapi juga jangan bertolak pinggang atau sombong.”
Maka, dalam bekerja sama dengan siapapun, Prof Haedar menegaskan Muhammadiyah menjaga marwah dan muru’ah. “Insyallah, semua sejalan dengan prinsip Kemuhammadiyahan, tapi kita bersama-sama memajukan umat, bangsa, dan kehidupan manusia yang rahmatan lil alamin!” tuturnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post