Berharta dan Berilmu
Ada empat kriteria atau sikap manusia dalam rangka anugerah harta dan ilmu ini sebagaimana dalam hadits di atas. Pertama, memiliki kedudukan yang paling utama yaitu seorang hamba yang dianugerahi keduanya yakni harta dan ilmu, kemudian ia dengan ilmunya itu menggunakan hartanya sesuai pengetahuannya tentang apa yang harus dilakukannya terhadap hartanya itu, ia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Harta tersebut dikeluarkan kepada yang berhak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Menginfakkan harta tersebut ada yang bersifat wajib dan sunnah. Kedua perintah akan harta ini ia tunaikan dengan sebaik-baiknya. Sehingga ia keluarkan zakat sebagai kewajibannya sesuai nisab yang telah ditentukan dan juga banyak bersedekah sunnah baik sedekah jariah atau lainnya.
Termasuk tidak kalah pentingnya adalah tetap menjalin tali silaturrahim tanpa memandang bulu yakni membedakan apakah saudara atau sahabatnya itu dalam keadaan berkecukupan ataupun dalam keadaan berkekurangan atau miskin. Justru kepada saudaranya yang miskin ia berusaha membantu meringankan beban dengan ikhlas tanpa menyombongkan diri. Bukan malah sebaliknya, kepada keluarga yang miskin ia menghina dan merendahkannya bahkan acapkali dicemooh dan diumpatnya.
Sungguh suatu anugerah yang sempurna jika seseorang itu mendapat karunia harta dan ilmu sekaligus, karena pasti ia akan dapat bermanfaat hidupnya dengan harta dan ilmunya itu bagi umat. Di mulai dari orang-orang yang terdekatnya sampai kepada umat yang lebih luas.
Berilmu Minus Harta
Kedua, hamba yang diberi karunia ilmu oleh Allah Azza wa Jalla namun ia tidak diberikan harta. Kemudian ia berkata, “Sekiranya saya memiliki harta, niscaya saya akan beramal sebagaimana amalan si Fulan.” Maka ganjaran pahala keduanya adalah sama.
Dengan kata lain ilmu itu lebih bermanfaat daripada harta. Karena orang yang berilmu selalu memiliki niat atau motivasi yang selalu baik. Sehingga sekalipun tanpa mendapat karunia harta yang berlebih seperti tipe orang pertama sebagaimana di atas, ia akan medapatkan pahala yang sama karena motivasi atau azamnya ketika ia juga dikaruniakan keluasan harta.
Maka menuntut ilmu yang melahirkan takwa itu lebih penting dari ikhtiar dengan sepenuh perhatian dengan mengerahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk meraih harta. Karena harta itu sesuatu yang sebanarnya sudah sesuai takaran pada setiap hamba, sekalipun begitu memang harta harus selalu diikhtiari dengan sungguh-sungguh dan professional, akan tetapi hakekatnya semua itu telah sesuai takdir atau takaran yang telah ditetapkan oleh Allah sejak manusia hendak di ciptakan-Nya.
Justru perhatian seorang hamba yang terbaik itu adalah pencarian ilmu yang harus sungguh-sungguh dan dengan ilmu dapat mengantarkan dirinya menjadi hamba Allah yang bertakwa, bukan secara teori semata yang diorasikan atau dikhutbahkan, akan tetapi pada praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ikhtiar ini dilakukan secara lahir dan batin dalm rangka meraih hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta dapat istikomah di dalamnya.
Baca sambungan di halaman 3: Berharta Minim Ilmu