Masa Jabatan yang Adil
Prof Din juga menilai ada yang tidak fair pada peraturan Muhammadiyah. “Ketua umum tidak boleh tiga kali menjabat, tidak boleh dua kali berturut-turut. Sementara ketua boleh empat sampai lima periode. Seharusnya juga diberlakukan tidak boleh dua kali terus, bagusnya hanya cukup dua kali masa pengabdian,” terangnya
Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) itu menegaskan, “Jangan nanti periode yang sudah habis ini kayak saya sekarang itu boleh. Itu kan nggak rasional. Sudahlah, dua periode berturut-turut (sepuluh tahun) cukup untuk mengabdi, beribadah, beramal shalih di Muhammadiyah, secara struktural di PP atau di PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah), sementara terbuka pada jenjang-jenjang lain.”
Menurutnya ini tidak hanya diberlakukan untuk ketua umum. “Tapi itu terkait Anggaran Rumah Tangga, itu harus diubah. Kalau belum sempat diubah, maka jalan keluarnya yang sudah lama berada di PP Muhammadiyah itu secara legowo mengundurkan diri untuk tidak bersedia. Bukan karena tidak mau, tapi untuk memberi kesempatan,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode: 2005-2010 dan 2010-2015.
Selain itu, dia memandang kader-kader tokoh yang banyak sudah menumpuk. Kalau mereka tidak segera diberi kesempatan, dia menduga Muhammadiyah akan kehilangan kader tokoh tersebut. “Di samping PP Muhammadiyah juga menjadi statis. Itu alasan saya perlu darah segar,” tambahnya.
Perihal bagaimana terjemahannya, Prof Din membebaskan. “Saya dengar Jawa Timur dibatasi usia 70 tahun. Ternyata kalau 70 tahun, hanya empat orang yang tidak boleh lagi. Padahal idealnya saya, yang tetap itu sepertiga, yang baru itu dua per tiga. Wah, itu cantik nian!” terang Chairman of World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia) itu.
Meski dia tidak bicara orang per orang, tidak bicara nama, tapi secara common sensemenurutnya logis. Prof Din lantas menghitung, “Katakan sepertiga, kalau 17 dibagi 3 itu 6. Kalau tujuh, berarti ditambah sepuluh. Kalau pertahankan 13 jumlahnya, sepertiganya empat. Maka ditambah delapan atau sembilan. Itu baru Muhammadiyah dinamis!”
Menurutnya ini mungkin dilakukan, kecuali sudah tidak ada orang lagi. “Mungkin pada masa lampau begitu. Sekarang sudah menumpuk banyak,” imbuhnya.
Selain itu, dia juga ingin membuka cakrawala pemikiran peserta Muktamar agar tidak membatasi pada dua domisili PP Muhammadiyah: Yogyakarta dan Jakarta. Dari penilaiannya, dari situ pun kader-kader muda segar banyak yang sudah menumpuk.
Dengan teknologi informasi komunikasi, dia mengimbau untuk mencoba diperluas, dari Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Jangan lupa, Muhammadiyah itu persyarikatan maka watak federalnya Muhammadiyah itu kuat. Wilayah-wilayah itu sangat bisa otonom, mandiri. Kalau gitu sebarkan saja domisili kalau ada yang qualified. Dari Jawa Timur itu qualified sekali Ketua PWM Jawa Timur sekarang (M Saad Ibrahim)!” tandasnya. (*)
Discussion about this post