Diam-Diam Din Syamsuddin Jadi Pengamat Nasyiatul Aisyiyah; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 Prof Din Syamsuddin MA PhD mengapresiasi Nasyiatul Aisyiyah dari tingkat pusat sampai paling bawah berdasarkan pantauannya dalam dua dasawarsa terakhir, yakni sejak tahun 2000.
“Saya ingin memulai dengan memberi apresiasi tinggi teriring kebanggaan kepada Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA),” ujar Prof Din, sapaannya.
Dari pantauannya, organisasi putri muda Muhammadiyah dan Aisyiyah itu menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang menggembirakan. “Dengan banyaknya kegiatan Nasyiah baik yang bersifat pendidikan, training, dan kaderisasi, bahkan saya tahu sejak dulu ada kegiatan kewirausahaan lewat Badan Usaha Amal Nasyiatul Aisyiyah (BUANA),” terangnya.
Hal ini diungkap Prof Din saat menghadiri sesi bincang bersama tokoh dalam rangkaian Muktamar ke-14 Nasyiatul Aisyiyah di Ballroom Hotel Grand Asrilia Bandung, Sabtu (3/12/2022) malam. Sesi itu dimoderatori Ketua Departemen Ekonomi PP NA periode 2016-2022 Dr Dyah Pikhanti Diwanthi SE MM.
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan ini tahu ada banyak kader atau aktivis Nasyiah berprestasi. “Pada Muktamar Nasyiah terakhir, paling tidak ada tiga aktivis Nasyiah yang bisa masuk jajaran Pimpinan Pusat Aisyiyah,” ungkapnya. Ini termasuk Ketum PP Aisyiyah periode 2010-2022 Dr Siti Noordjannah Djohantini pernah menjadi Ketum PPNA.
Adapun Ketum PPNA periode 2016-2022 Diyah Puspitarini MPd, lanjutnya, sudah dia kenal sejak menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 2000 sampai menjadi Ketum PP Muhammadiyah dua periode berturut-turut. “Saya terus terang berbangga karena mantan Ketum PP NA dalam waktu pendek sudah bisa masuk jajaran 13 anggota PP Asiyiyah. Ketum yang akan segera melepas amanah di PP NA, Mbak Diyah,” ucapnya.
Aktivis Nasyiah Moncer
Dia lantas mengajak peserta Muktamar menghitung berapa lama waktu pengabdian yang ditempuh Siti Noordjannah Djohantini setelah memimpin NA hingga menjadi Ketum PP NA. Perkiraannya lebih dari 20 tahun. Karena itu dia berharap, Diyah bisa lebih cepat menjadi Ketum PP Aisyiyah.
Prof Din juga menyebutkan beberapa aktivis Nasyiah yang berprestasi dalam bidangnya masing-masing. Antara lain, Ketua Panlih Dr Norma Sari MHum yang pernah jadi Ketum PP Nasyiah dan sekarang jadi Wakil Rektor Universitas Ahmad Dahlan.
Selain itu juga ada Anisia Kumala yang ikut aktif di PPNA di mana sekarang jadi ‘pemain drumband’. Maksudnya akan segera melahirkan. “Saya kenal sejak dulu di al-Azhar dan sekarang alhamdulillah sudah menjadi Dekan Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA.
Selain di tingkat pusat, Prof Din mengakui kader Nasyiah di tingkat wilayah dan daerah juga berprestasi. “Kalau sekarang banyak kader muda Nasyiah sudah masuk PP Aisyiyah, maka adik-adikku semua harus dapat memastikan pada Musywil, Musyda, dan Musyran Aisyiyah sudah bisa diisi mantan aktivis Nasyiah!” imbaunya menekankan perlunya transformasi kader Nasyiah di internal persyarikatan.
Dalam pertemuan malam itu, Prof Din mengakui dia diam-diam menjadi pengamat NA. Dia tahu sudah ada aktivis NA yang berkiprah di tingkat internasional. Dia mengisahkan saat hendak mengikuti suatu kegiatan di Jepang, ternyata satu pesawat dengan Norma Sari yang juga hendak ke Jepang untuk kegiatan lain.
Diyah Puspitarini juga pernah bersamanya dan Sekum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd mengikuti pertemuan internasional di Jerman. Yaitu General Assembly of Religion for Peace atau World Conference of Religions and Peace. Di mana setahu dia, Diyah sudah masuk di Woman Wings, sayap perempuan organisasi tersebut.
Internasionalisasi
Selanjutnya, Prof Din menekankan pentingnya internasionalisasi kader Nasyiah. “Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim kurang banyak berkontribusi atau menghadirkan tokoh perempuan di tingkat dunia, termasuk di dunia Islam,” ujarnya.
Oleh karenanya Prof Din menegaskan, “Muhammadiyah harus mampu menyumbang tokoh-tokoh perempuan baik Aisyiyah maupun Nasyiatul Aisyiyah untuk berkiprah di tingkat internasional. Ada banyak kesempatan dan peluang go International!”
Pada skala nasional maupun global, lanjut Prof Din, saatnya putri Indonesia tampil mengisi ruang kosong dan posisi strategis di area ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan. “Untuk itu, anda semua harus menyiapkan diri. Tidak mungkin seseorang bisa mengalami mobilitas vertikal naik ke atas masuk posisi penting di peradaban ini kalau dia tidak qualified!” imbuhnya.
Untuk persyaratan pertamanya menurut Prof Din yaitu harus memiliki ruang intelektualitas memadai. “Sekolahnya harus baik. Tidak cukup S1, S2, S3,” tegasnya.
Prof Din lantas bersyukur peserta Muktamar di ruang itu banyak kandidat lulusan S2 dan S3. Dia juga bangga banyak peserta Muktamar yang sudah berkeluarga dan punya anak, sehingga sekarang di lantai 2 ini ada 60 bayi dan balita yang ikut menjadi penggembira dan ada Educare.
Di luar sana ada spanduk, “Wahai Ibunda silakan aktif tapi jangan lupa keluarga. Tertulis, Ikatan Suami Aktivis NA.”
Akhirnya dia berpesan, “Siapkan kemampuan dan ilmu pengetahuan. Kita tidak akan bisa membangkitkan dan menggerakkan peradaban kalau umat Islam tidak memiliki pengetahuan!”
Pesan selanjutnya, terkait internasionalisasi, mutlak perlu menguasai bahasa asing. Baik bahasa Arab maupun bahasa Inggris. Siapapun adik-adikku yang terpilih jadi Ketua Umum PPNA, ketika ada undangan luar negeri harus bisa bicara bahsa Arab dan Inggris.
Dalam forum itu, Prof Din juga menyatakan kehadirannya bersama sang istri Dr Rashda Diana ialah untuk mangayubagyo (berbahagia). “Wilujeng sumping (selamat datang) Muktamar ke-14 Nasyiatul Aisyiyah di Kota Bandung, Paris van Java,” ujarnya. Alhasil, usai menyampaikan materinya, Prof Din langsung berlanjut berwisata kuliner sate spesial di Kota Kembang itu. (*)
Discussion about this post