Bentengi Anak dari LGBTQ, Ini Peran Penting Ayah; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Kian maraknya LGBTQ memancing salah satu wali siswa kelas III Smart bertanya kepada Erlan Iskandar ST, narasumber Kajian Parenting SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik saat sesi tanya jawab dibuka.
“Ustad, saya pernah baca LGBTQ itu bukan dari genetik seperti yang sering dikampanyekan orang-orang Barat. Tapi dari kurang perannya seorang ayah dalam keluarga. Peran seorang ayah dalam keluarga seperti apa untuk mengantisipasi atau membentengi diri dari maraknya LGBTQ dan lain-lain itu?” tanya dia.
Erlan, sapaannya, membenarkan LGBTQ salah satunya karena faktor tidak ada peran ayah. “Kami cukup aktif di dunia psikologi dan kami juga punya rekanan psikolog. Beliau menangani kasus mahasiswa yang terpapar LGBT, laki-laki suka sama laki-laki. Jeruk makan jeruk,” ujar Ketua Yayasan Anak Muslim Ceria itu.
Temannya yang psikolog banyak menangani kasus mahasiswa seperti itu. Setiap ditanya, lanjutnya, rata-rata penyebabnya sama. Yaitu karena sang mahasiswa tidak ada peran ayah di dalam pengasuhan tumbuh kembangnya. “Ia kehilangan sosok ayah. Itu berarti dia kehilangan bagaimana membangun pribadi yang punya konsep diri,” imbuhnya di Aston Inn GKB, Jumat (2/12/2022).
Akibatnya, sambung Erlan, laki-laki itu kehilangan kekokohan dan kepercayaan diri. Selain itu, tangki kasih sayang yang harusnya dipenuhi oleh ayahnya menjadi tidak terpenuhi. Akhirnya, saat dia berjumpa dengan laki-laki yang memberi perhatian kepadanya–yang diidam-idamkan dari sosok ayahnya–ternyata dia dapatkan dari laki-laki lain.
Itulah, kata dia, yang membuat laki-laki itu akhirnya terpapar hal negatif tersebut. “Lama-lama dia menjadi terbiasa dengan maksiat. Lama-lama dia justru yang menjadi aktivis maksiat tersebut,” ungkapnya di hadapan wali siswa sekolah ramah anak itu.
Erlan menegaskan, faktor Ayah penting dalam membangun kekokohan diri. Tidak hanya terhadap anak laki-laki saja, tapi terhadap anak perempuan juga kebersamaan ayah itu sangat penting.
Dia lantas mengapresiasi para ayah dari siswa kelas I-VI yang hadir siang itu. “Para Syah sekalian, salam takzim dari kami karena di Kajian Parenting ini Ayah masih sempatkan hadir. Betul, karena biasanya kalau saya kajian Parenting itu bapak ibu yang datang biasanya ibu-ibu semua, bapak-bapak dikit yang mau belajar. Maka bapak-bapak mau hadir ini luar biasa!”
“Tadinya saya husnudzon ini apa satu bapak-bapak istrinya banyak ya yapi kayaknya nggak imbang juga jumlahnya berarti ini satu bapak-bapak istrinya tetap satu, tapi bapak-bapak yang lain nggak hadir gitu ya?” canda Erlan.
Ketua Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA) Yogyakarta itu menyadari masih ada sebagian bapak-bapak yang menganggap, mendidik anak itu tugasnya ibu saja. “Apalagi pakai kaidah ibu itu adalah sekolah pertama buat anak-anaknya. Jadi biar Ibu saja kak Erlan yang didik, buat apa bapak kajian Parenting? Kan Ibu sekolah pertama,” contohnya.
Terhadap pandangan ini, lulusan Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta itu meluruskan, “Benar ibu adalah sekolah pertama tapi Bapak adalah kepala sekolahnya.”
“Bapak juga punya kewajiban untuk mendidik dan mengajari anak-anaknya. Kenapa kalau yang ambil rapot cuma ibu-ibu aja? Bapak-bapak juga harus perhatian dan mengawasi anak-anaknya karena kelak kita akan ditanya oleh Allah,” tutupnya. (*)
Discussion about this post