Haedar Nashir Berbagi Cara Membumikan Islam Berkemajuan untuk Memajukan Jatim Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Sebelum membuka Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jatim, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi berbagi cara-cara membumikan Islam Berkemajuan khusus untuk memajukan Jawa Timur.
Hal ini Prof Haedar, sapaannya, sampaikan di Alun-alun Ponorogo, Sabtu (24/12/2022). Pertama, intensifkan atau tingkatkan kualitas maupun kuantitas gerakan menanamkan nilai-nilai keislaman-keagamaan dalam kehidupan masyarakat Jawa Timur.
“Masyarakat Indonesia dikenal masyarakat beragama. Apapun agamanya. Dulu mayoritas Hindu. Keberhasilan pendakwah Islam dari Aceh sampai Papua melahirkan piramida baru: penduduk Indonesia mayoritas Muslim,” terangnya.
Maka ketika ingin membumikan Islam Berkemajuan, Prof Haedar menegaskan, Muhammadiyah, Aisyiyah, dan seluruh komponennya harus ada di garis depan. “Menanamkan terus-menerus agar Islam menjadi agama bernilai hidup dalam seluruh gerak dinamik kehidupan umat masyarakat dan bangsa,” tuturnya.
Dia menerangkan Muhammadiyah punya pegangan faakim wajhaka liddini anifah. Dalam salah satu Hadits Nabi, ketika Nabi ditanya, “Apa dan seperti apa beragama yang baik?”
Nabi menjawab, “Beragama yang autentik, yang hanif, sekaligus juga beragama yang lapang hati, welas asih, dan wasathiah.”
Nilai-nilai itulah, menurut Prof Haedar, harus terus Muhammadiyah Aisyiyah tanamkan. “Maka menjadi paradoks kalau isu kita dihabiskan oleh peyorasi agama. Agama sumber radikal, perpecahan, politik identitas,” ungkapnya.
Prof Haedar yakin, inilah yang perlu direorientasi. “Karena sejatinya dalam perjalanan bangsa Indonesia, agama menjadi sumber nilai hidup yang mendamaikan, menyatukan, memberi napas hidup, dan kemajuan!” tegasnya.
Di samping itu, inilah jiwa agama yang hidup di Republik Indonesia ini. “Muhammadiyah dengan contoh uswah hasanah terus kita tanamkan!” imbaunya.
Tingkatkan Kualitas Pembinaan Jamaah
Prof Haedar selanjutnya membagikan cara kedua, yakni membangun dan meningkatkan kualitas pembinaan jamaah dan komunitas masyarakat di akar rumput. “Bangsa Indonesia itu kuat. Satu di antaranya karena kita punya basis kultural yang kokoh di komunitas,” ungkapnya.
Kekuatan itu berupa tradisi gotong royong. “Sesungguhnya (kita) hidup di komunitas yakni di kelompok-kelompok masyarakat dalam keragaman agama, suku, ras, dan golongan, bahkan bahasa,” terang dia.
Menurutnya, Muhammadiyah sesungguhnya sejak awal kelahirannya meretas, menanamkan, merintis, dan menebarkan semangat komunitas dan jamaah. “Sampai-sampai dulu namanya ranting disebut gerombolan. Manusia bergerombol dalam dasar kultural paguyuban,” jelas Prof Haedar.
Prof Haedar tidak heran pada 2002-2008, Muhammadiyah satu-satunya ormas keagamaan yang menyebar di seluruh tanah air. Mengingat tahun 1922 Muhammadiyah sudah menyebar di Aceh dan tahun 1926 sudah ada Muhammadiyah di Merauke.
Empat Aspek
Prof Haedar juga mengungkap empat aspek penting yang membantu Muhammadiyah membumikan Islam Berkemajuan dan memajukan Jawa Timur, Indonesia, maupun hingga ranah global. Yaitu di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Dia sepakat Muhammadiyah punya modal mencukupi untuk nergerak di empat aspek itu. “Itu istilah Wakil Presiden waktu menutup Muktamar. Muhammadiyah memiliki perangkat instrumen yang mencukupi untuk kontribusi besar kepada bangsa di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan pemberdayaan ekonomi,” terangnya.
Tetapi menurutnya itu saja tidak cukup. Perlu juga meningkatkan kualitas dengan membangun pusat-pusat keunggulan di Jawa Timur.
Terakhir, dia berpesan warga persyarikatan terus memperkokoh bangunan persatuan bangsa agar bisa menjadi bangsa yang maju. Dia mengingatkan, “Tidak ada bangsa yang maju jika terpecah-belah. Yang ada bangsa yang berantakan jika terlibat konflik.”
Maka dalam konteks ini, Prof Haedar mengharuskan Muhammadiyah menjadi perekat persatuan bangsa. “Memajukan dan menyatukan bangsa bahkan di kancah dunia, menjadi kekuatan yang mendamaikan!” imbaunya. (*)
Discussion about this post