Resesi 2023 dan kewaspadaan terhadap kemerosotan ekonomi; Catatan Nabila Ahmad, mahasiswa UMM Jurusan Farmasi 2022.
PWMU.CO – Isu resesi dunia berembus semakin kencang belakangan ini. Inflasi tinggi melanda berbagai negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga. Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) misalnya, sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 75 basis poin, menjadi 3 – 3,25 persen dan masih akan terus berlanjut.
Tantangan baru bagi bangsa Indonesia, kemerosotan ekonomi atau biasa disebut dengan krisis ekonomi yang diprediksi akan terjadi pada masa yang akan datang. Krisis ekonomi adalah masalah yang sangat berbahaya, karena mengancam stabilitas perekonomian dunia. Selain itu, juga menyebabkan kerugian besar negara dan masyarakat luas. Krisis ekonomi ini dikarenakan beberapa faktor, seperti suku bunga naik, dampak perang Rusia dan Ukraina, pandemi virus Covid-19 dan masih banyak lagi.
Resesi 2023 dan Efek Naiknya Suku Bunga
Suku bunga naik tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai negara seperti, suku bunga Inggris di level 2,25 persen, naik 200 basis poin [bps] selama 2022. AS sudah 3,25 persen, naik 300 bps, terutama karena FOMC pada September ini, the Fed menaikkan lagi 75 bps. Kenaikan suku bunga Eropa sebesar 125 bps, ini kenaikan yang sangat ekstrem (Suku Bunga Global Kompak Naik, Sri Mulyani Ingatkan Risiko Resesi 2023, n.d.).
Efek dari naiknya suku bunga, akan kita rasakan sendiri seperti,
1. Berkurangnya lapangan perkerjaan baru.
Lapangan Kerja bisa diartikan sebagai ketersediaan kerja atau pekerjaan yang bisa diisi oleh tenaga kerja. Adanya lapangan kerja ini akan membuka kesempatan kerja atau demand for labour bagi para pencari kerja.
Ketersediaan lapangan kerja ini berkaitan dengan kemampuan dari pemerintah dalam menciptakan iklim investasi. Karena kenaikan yang terjadi, akan mengganggu usaha atau pembisnis menjadi terhambat, yang mengakibatkan terciptanya lapangan kerja baru juga akan terhambat.
2. Biaya KPR dan usaha melonjak.
Singkatnya, Kredit Pemilikan Rumah atau yang lebih dikenal sebagai KPR adalah salah satu produk pembiayaan atau pinjaman dari perbankan untuk pembelian rumah. Selain untuk membiayai pembelian rumah, KPR juga bisa membiayai pembelian properti lain seperti apartemen, ruko dan office space.
Suku bunga melonjak membuat biaya kredit bank lebih mahal. Dampaknya, untuk mendapat akses usaha akan lebih mahal dan sulit, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada masyarakat.
3. Daya beli masyarakat dan bisnis anjlok.
Di dalam teori ekonomi, kemampuan atau daya beli adalah kemampuan seseorang atau bisnis dalam membeli suatu barang ataupun jasa. Biasanya, daya beli ini dinilai dengan cara menghitung banyaknya barang yang bisa dibeli konsumen dengan jumlah mata uang yang tetap.
Biaya Hidup Naik
Pasalnya, daya beli masyarakat akan merepresentasikan perekonomian negara secara menyeluruh. Tingkat deflasi ataupun inflasi pun berkaitan erat dengan daya beli. Dengan mereset daya beli masyarakat, maka kita bisa memperkirakan kondisi kesehatan keuangan suatu negara.
Saat resesi berlangsung masyarakat akan sangat terbebani, karena kenaikan suku bunga ini dibarengi oleh biaya hidup sehari-hari yang semakin naik, jika inflasi tidak terjaga keseimbangannya.
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan, untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan merupakan bagian dari langkah pre-emptive dan forward looking untuk menekan risiko peningkatan inflasi.
Ada sisi positif dan negatif dari kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga akan membuat biaya pinjaman makin mahal, tetapi dapat menekan inflasi sehingga harga-harga bisa terjangkau. Dengan inflasi yang terjaga, maka daya beli rumah tangga juga terjaga.
Dampak Positif
Tetapi kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS yang masih berlanjut. Sehingga, suku bunga naik juga sebenarnya berdampak positif bagi kehidupan sehari-hari masyarakat seperti:
1. Nilai tukar rupiah menguat.
Nilai tukar atau dikenal sebagai kurs adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari. Yakni antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Dalam sistem pertukaran dinyatakan besaran jumlah unit yaitu “mata uang” (atau “harga mata uang” atau “sarian mata uang”) yang dapat dibeli dari 1 penggalan “unit mata uang” (disebut pula sebagai “dasar mata uang”). Kenaikan suku bunga bisa mencegah aliran modal keluar sehingga nilai rupiah menjadi lebih stabil dan menekan inflansi.
2. Mengendalikan inflansi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Inflasi diartikan sebagai kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Sementara pengertian lain dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa inflasi adalah keadaan perekonomian negara di mana ada kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang.
Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya arus uang dan barang. Dengan adanya kenaikan suku bunga ini diharapkan dapat mengendalikan inflansi agar tidak melambung tinggi, tetapi efek ini baru terasa jangka panjang karena inflansi ini disebabkan dari naiknya bahan pokok.
3. Bunga deposito naik
Deposito adalah simpanan yang pencairannya hanya dapat dilakukan pada jangka waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu. Karakteristik deposito dari bank antara lain adalah: (1) Deposito dapat dicairkan setelah jangka waktu berakhir. (2) Deposito yang akan jatuh tempo dapat diperpanjang secara otomatis atau automatic roll over (ARO). (3) Deposito dapat dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing.
Sedangkan Bunga Deposito adalah nilai yang harus diberikan oleh pihak bank kepada nasabah, sebagai imbalan atas simpanan nasabah saat ini yang akan dikembalikan bank pada kemudian hari.
Adanya resesi maka, naiknya suku bunga membuat para nasabah yang menyimpan deposito menjadi berbinar, karena dengan naiknya deposito maka bank juga akan menaikkan suku bunga deposito, yang menjadikan nasabah memiliki keuntungan dalam memilih produk deposito.
Menurut pandangan saya sendiri, resesi bukan hal yang harus kita takuti tetapi harus kita waspadai. Karena resesi memiliki sisi positif dan sisi negatif. Untuk meminimalisasi dampak resesi dari sekarang, kita juga harus pandai dalam perencanaan keuangan, perbanyak pemasukan daripada pengeluaran, asuransi, dan berinvestasi, seperti investasi emas atau properti lainnya yang memiliki nilai mata uang yang tinggi.
Dengan mewaspadai dan meminimalisasi dampak resesi, maka jika resesi itu benar terjadi kita sudah tidak perlu khawatir lagi, karena sebelumnya sudah mempersiapkan diri dari awal. Indonesia juga mempunyai pasar ekonomi yang besar, sehingga dampak dari resesi 2023 tidak akan membuat Indonesia begitu terpuruk. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post