Bahasa Jurnalistik: Jangan Berbunga-bunga!

Rokok, Tuhan 9 Senti dan Hilangnya Adab, tenungan di Hari tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2021 oleh M. Anwar Djaelani, pegiat Islam tinggal di Sidoarjo.
M. Anwar Djaelani: (Sketsa foto Atho’ Khoironi/PWMU.CO)

Bahasa Jurnalistik; Oleh M. Anwar Djaelani, aktif menulis sejak 1996; Penulis buku Terampil Jurnalistik Tampil Simpatik

PWMU.CO – Adakah bahasa jurnalistik? Bisa ada, bisa tidak. Hal itu tergantung sudut pandang. 

Memang, ada perbedaan tertentu antara bahasa yang dipakai di jurnalistik dengan bahasa yang dipakai dalam keseharian atau di jenis karya-karya tulis lainnya. Kemudian, disebut tidak ada perbedaan karena bahasa jurnalistik sama saja dengan bahasa yang digunakan secara umum, yaitu bahasa Indonesia. Juga, sama-sama mengikuti aturan-aturan bahasa yang baku. Pun, memakai kosa kata yang sama.

Bahasa jurnalistik harus memenuhi sifat-sifat: sederhana, jelas, dan langsung. Itu semua, tuntutan dalam posisi sebagai media komunikasi massa.

Bahasa jurnalistik harus ringkas, mudah dipahami, dan langsung menerangkan apa yang dimaksudkan. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang cocok untuk ditangkap dengan cepat, sederhana, dan jelas (Kusumaningrat, 2019: h.164-165).

Kata Rosihan Anwar (2004, h.3), bahasa jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik. Meski begitu, bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku yaitu tak boleh meninggalkan kaidah tata bahasa. Pun, harus memperhatikan ejaan yang benar. Adapun dalam hal pemilihan kosa kata, bahasa jurnalistik perlu mengikuti perkembangan di masyarakat.

Beberapa Catatan

Bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dicerna oleh semua lapisan masyarakat. Bahasa jurnalistik harus sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang baik, misalnya dengan memperhatikan susunan kalimat yang benar dan pilihan kata yang cocok. 

Pertama, bahasa jurnalistik harus taat pada kaidah yang baku. Di titik ini, sekadar misal, harus disiplin menggunakan kata “di”. Apakah “di” sebagai awalan atau sebagai kata depan.

Contoh pemakaian “di” sebagai awalan: 

“dibaca” dan bukan “di baca”. 

“dipukul” dan bukan “di pukul”. 

“digendong” dan bukan “di gendong”.

Contoh pemakaian “di” sebagai kata depan: 

“di sini” dan bukan “disini”. 

“di meja” dan bukan “dimeja”. 

“di sekolah” dan bukan “disekolah”.

Kedua, lebih disukai menggunakan kalimat-kalimat pendek. Juga, gunakan bahasa biasa atau istilah yang mudah dipahami banyak orang. Contoh, kita pilih “MC” atau “pembawa acara”? Kita pilih “partisipasi” atau “ikut serta”? 

Ketiga, gunakan kalimat aktif dan bukan kalimat pasif. Kalimat aktif berfungsi untuk memberikan penjelasan mengenai aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang, baik sedang atau telah melakukan sesuatu. Sementara, kalimat pasif merupakan kalimat yang subjeknya mendapatkan perlakuan atau tindakan (https://www.gramedia.com/literasi/kalimat-aktif-dan-kalimat-pasif/).

Contoh kalimat aktif: 

Pak Budi mengajar matematika.

Ibu menggoreng gurami.

Adik bermain mobil-mobilan.

Contoh kalimat pasif:

Koran dibaca ayah.

Buku dibeli Anisah.

Prestasi Amir terkejar Ali.

Keempat, jangan memakai bahasa yang berbunga-bunga (termasuk mengulang-ulang). Perhatikan dua contoh berikut ini:

Tak seorangpun, tidak satupun, yang bisa meramalkan kapan kiamat terjadi.

Sungguh tidak pada tempatnya, amat berlebihan, memberi hadiah anak sebesar itu. 

Keempat, jangan mubazir dalam berbahasa. Mubazir adalah bertindak sia-sia atau mengerjakan yang tidak berguna. Itu terjadi, antara lain karena tindakan yang berlebihan. Hindari menggunakan kata yang jika tidak dipakai tidak akan mengurangi makna yang kita maksud. Malah, jika sebuah kata yang mubazir kita hilangkan akan menjadikan kalimat lebih enak dan mudah dipahami. Intinya, kita harus efisien dalam berbahasa. Perhatikan beberapa contoh berikut ini.

Contoh 1

Di seminar itu pembicara menjelaskan, bahwa pendidikan pertama dan utama yang harus didapatkan anak justru dari ibunya sendiri.

Kata bahwa di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:  

Di seminar itu pembicara menjelaskan, pendidikan pertama dan utama yang harus didapatkan anak justru dari ibunya sendiri.

Contoh 2

Ismail adalah dokter.

Kata adalah di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Ismail dokter.

Contoh 3

Kemarin Amalia telah menyelesaikan ujian skripsi.

Kata telah di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Kemarin Amalia menyelesaikan ujian skripsi.

Contoh 4

Besok Fikri akan ke Bandung.

Kata akan di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Besok Fikri ke Bandung.

Contoh 5

Sekarang pesepak bola Yunus sedang tekun berlatih.

Kata sedang di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Sekarang pesepak bola Yunus tekun berlatih.

Contoh 6

Kepala Sekolah memutuskan untuk membangun gedung serba guna.

Kata untuk di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Kepala Sekolah memutuskan membangun gedung serba guna. 

Contoh 7

 Keterangan dari Presden.

Kata dari di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Keterangan Presden.

Contoh 8

Saya ibu dari Fitria.

Kata dari di kalimat di atas, bisa kita hilangkan. Jadi, cukup sebagai berikut:

Saya ibu Fitria.

Menuju Hemat

Mari, terutama di jurnalistik, kita efisien dalam berkata-kata. Jika bisa ringkas, tak perlu berpanjang-panjang dalam membuat kalimat. Jangan khawatir, tulisan yang menggunakan kata-kata secara hemat akan berkurang bobotnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version