Ketua BAN S/M: Say No Gratifikasi dalam Visitasi Akreditasi

Toni Toharudin (kedua dari kiri) menjelaskan Bisnis Proses Akreditasi Sekolah/Madrasah. Tak Sekadar Kelengkapan Dokumen, Sistem Baru Akreditasi Berfokus pada Ini. Ketua BAN S/M: Say No Gratifikasi saat Visitasi Akreditasi (Ain Nurwindasari/PWMU.CO)

Ketua BAN S/M: Say No Gratifikasi dalam Visitasi Akreditasi; Liputan Ain Nurwindasari, Kontributor PWMU.CO

PWMU.CO – Ketua Badan Akreditasi Nasiona Sekolah/Madrasah (BAN S/M) Dr Toni Toharudin MSc mengingatkan agar sekolah tidak segan-segan melaporkan tindakan gratifikasi yang sangat mungkin terjadi saat proses visitasi.

Hal itu dia sampaikan dalam Bedah Akreditasi Sekolah/Madrasah Muhammadiyah di Aula Mas Mansur Gedung Muhammadiyah Jawa Timur Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Rabu (15/02/2023).

Sebelumnya ia memaparkan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan tim akreditasi sekolah/madrasah se-Jawa Timur bahwa sebelum proses visitasi akan ada sosialisasi kepada sekolah.

“Kalau mau diakreditasi pasti disosisalisi dulu. Kemudian ada yang harus diisi, kemudian diases oleh asesor yang ditugaskan. Kalau sudah okey maka akan ditugaskan, kalau tidak itu akan diberitahukan kepada sekolah/madrasah,” terangnya.

Toni mengimbau agar selama proses visitasi agar pihak sekolah/madrasah mewaspadai adanya gratifikasi yang hal itu merupakan sebuah pelanggaran dalam proses akreditasi.

“Nah visitasi itu dua hari. Bapak ibu juga jangan ragu kalau asesornya macem-macem. Melakukan sesuatu yang memancing untuk sekolah memberikan gratifikasi. Say no untuk gratifikasi. Jangan Bu, karena sudah dikasih transpor, honor, bahkan nginep-nya,”

Untuk itu Toni menekankan agar sekolah dan madrasah berfokus untuk memperlihatkan kualitas sekolah yang sebenarnya saat itu, agar menjadi pembelajaran ke depan untuk adanya upaya peningkatan mutu sekolah.

“Kalau terbiasa seperti itu maka nanti budaya mutu kita akan baik, dan semua guru dan siswa sadar akan mutu sehingga bisa menjaga nama baik sekolah,” tegasnya.

Ia lalu menjelaskan bahwa ada rentang waktu setelah nilai akreditasi keluar jika ada kemungkinan sekolah/madrasah keberatan dengan hasil penilaian.

“Jika hasil akreditasi dari BAN ada yang keberatan kita kasih waktu dua minggu, jika keberatan ajukan keberatan. Tentunya dengan bukti-bukti yang reasonable, jangan hanya melakukan keberatan tapi tidak melampirkan bukti-bukti yang menunjang ketidaksesuaian, biasanya tidak diterima,” terangnya.

Merugikan Sekolah

Kemudian ia menjelaskan bahwa jika seandainya terjadi gratifikasi dari sekolah atau asesornya meminta gratifikasi maka hal itu akan berakibat pada sekolah. “Jangan melakukan hal yang melanggar kode etik,” tegasnya.

Ia mencontohkan kasus yang baru-baru ini terjadi di Jawa Barat. “Asesornya diberhentikan dan sekolahnya diberi status tidak terakreditasi,” jelasnya.

Kasus lain juga terjadi di Jambi, lanjut Toni, ada sekolah yang melakukan hal serupa.

“Ada persekongkolan untuk memengaruhi asesor untuk memberikan nilai A, padahal sekolah tersebut sebenarnya bonafide, sekolahnya dikasih TT (tidak terakreditasi),” terangnya.

Selain itu di Jawa Barat, lanjut Toni, terdapat 20 sekolah juga kedapatan melakukan gratifikasi.

“Dari mulai sekarang perlihatkan apa adanya kemudian tingkatkan. Dalam diri siswa, guru, kepala sekolah, kalau budaya mutu sudah terbangun maka dari waktu ke waktu akan ada proses peningkatan,” tandasnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version