
Siapa Suka Pamer, Bermegah-megahan? Oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah sosial kemasyarakatan
PWMU.CO – Meledaknya urusan pamer harta di negeri ini, belakangan, berawal dari kasus penganiayan sadis. Mario Dandy Satriyo (20 tahun) menganiaya Cristalino David Ozora (17 tahun) pada 20 Februari 2023.
Kasus itu menjadi pembicaraan luas, karena beberapa hal: Pertama, korban dan pelaku tergolong remaja. Kedua, kondisi korban sangat parah: “Kondisi David, Korban Penganiayaan Mario Dandy Sudah Delapan Hari Koma” . Ketiga, saat kejadian pelaku membawa mobil mewah. Keempat, pelaku anak pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI.
Lalu, ramailah masyarakat menyoroti kehidupan Mario dan keluaganya. Ini berita soal Mario: “Sering Pamer Mobil Mewah, Ini Harga Mobil Rubicon Anak Pejabat Pajak Rafael Alun” Ini kabar tentang ibu Mario: “Tak Jauh Seperti Mario, Ibunya Juga Kerap Posting Pamer Harta”.
Sungguh Terlarang
Apa pamer? Menurut www.kbbi.web.id, pamer adalah “Menunjukkan (mendemonstrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri”.
Bolehkah sombong? Itu, dilarang! Perhatikan ayat ini: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri” (Lukman [31]: 18).
Kita dilarang sombong, termasuk bermegah-megahan. Simaklah at-Takaatsur” [102]: 1-8 berikut ini: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (ayat 1). “Sampai kamu masuk ke dalam kubur” (ayat 2). “Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (ayat 3). “Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui” (ayat 4). “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin” (ayat 5). “Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam” (ayat 6). “Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin” (ayat 7). “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (ayat 8).
Ayat di atas jelas, kita dilarang bermegah-megahan. Sekali-kali, jangan melakukannya. Jangan sampai harta dan kekuasaan membuat kita tergelincir.
Banyak yang dibuat lalai oleh kenikmatan dunia. Tersebab hal-hal semisal pangkat atau posisi tinggi, harta yang banyak, atau kekuasaan yang besar, mereka lupa kepada tujuan hidup yang sejati.
Mereka yang lupa itu, tidak lagi menggunakan kecerdasan hati. Mereka tak memikirkan hari di depan bahwa siapapun akan mati, lalu pada saatnya harus mempertanggungjawabkan semua yang kita kerjakan di dunia.
Agar Selamat
Jadilah Si Cerdas, yaitu mereka yang tidak menuruti hawa nafsunya. Perhatikan hadits ini: “Orang yang cerdas adalah mereka yang selalu mengevaluasi dirinya dan beraktivitas demi orientasi akhirat. Sementara, orang yang bodoh adalah orang yang selalu menuruti hawa nafsunya dan berkhayal mendapat ridho Allah” (HR Tirmidzi).
Jadilah Si Cerdas, yaitu mereka yang tergambar di hadits ini: “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Nabi Saw bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya. Mereka itulah yang paling cerdas” (HR Ibnu Majah).
Jadilah Si Cerdas, yang tidak terpedaya oleh kemegahan harta benda. Mereka yang tidak membanggakan diri kepada sesama bahwa dirinya kaya, punya kekuasaan, atau punya pengikut yang banyak.
Semua yang bisa menjadi sumber kebanggaan dan bermegah-megahan itu bersifat fana, sementara. Semua itu tidak abadi.
Kelak, tidak ada guna banyak harta. Juga, tidak akan menolong banyak anak. Hanya selembar kain kafan yang menyertai kita di alam kubur. Lalu, di Hari Perhitungan, kita akan merasakan bahwa kekayaan dunia yang dulu kita megah-megahkan itu sama sekali tidak ada artinya.
Selalu pelajarilah kejadian di sekitar. Bacalah kasus penganiayan oleh remaja kepada sesama remajanya di awal tulisan ini, misalnya. Kasus yang kemudian membuka tabir dari berbagai “rahasia” kehidupan dari banyak orang. Terutama, ada orangtua yang “jatuh” dan bertambah dalam “jatuh”-nya karena rentetan masalah yang menyertainya.
Jangan bermegah-megahan, misal pamer moge (motor gedhe), pamer rumah mewah, pamer mobil mahal, usaha sukses, dan seterusnya. Lihat, ada yang tiba-tiba jatuh karena satu perkara yang barangkali sama sekali tak terpikir sebelumnya.
Jangan Terlambat
Segera ambil pelajaran. Pertama, di semua hal perlu keteladanan. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya. Bacalah ini: “Jokowi Minta Rakyat Stop Pamer Hidup Mewah, Iriana Pakai Sandal Belasan Juta ke Luar Negeri”. Di berita itu, “Jangan sampai dalam situasi yang sulit, ada letupan-letupan sosial karena adanya kecemburuan sosial ekonomi,” kata Jokowi.
Kedua, tak boleh ada pembiaran atas suatu hal yang tak tepat. Simaklah ini: “Sering Pamer Mobil Mewah, Ini Harga Mobil Rubicon Anak Pejabat Pajak Rafael Alun” . Di berita itu, Mario “Kerap membagikan video pamer (flexing) kendaraan mewah di kanal TikTok pribadinya. Mulai dari Harley Davidson hingga mobil jeep Rubicon yang ditaksir senilai miliaran rupiah”. Kata “sering” atau “kerap” pada berita itu, menunjukkan bahwa kelakuan pamer itu sudah berlangsung lama.
Silakan hubungkan dengan berita ini: “Bubarkan Klub Moge Anak Buah, Langkah Sri Mulyani Cuma Sepertiga Hati” (https://politik.rmol.id/ 01 Maret 2023). Di berita itu, Sri Mulyani “Meminta agar klub BlastingRijder DJP dibubarkan. Hobi dan gaya hidup mengendarai moge – menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP”.
Atas hal di atas, pertanyaannya, mengapa baru sekarang minta dibubarkan? Bukankah pada November 2022 presiden telah minta stop pamer hidup mewah?
Mari, tinggalkan hal-hal yang tidak baik. Jangan sombong. Jangan bermegah-megahan. (*)
Siapa Suka Pamer, Bermegah-megahan? Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post