Umar Hasyim, Aktivis Penulis yang Dipuji Hamka; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Terampil Jurnalistik Tampil Simpatik (terbit 2023) dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Umar Hasyim, pribadi yang tak boleh kita lupakan. Pada tokoh yang wafat pada 1992 ini melekat setidaknya empat predikat keteladanan: Aktivis, penggerak, pendidik, dan penulis.
Sebagai aktivis, dia tekun menghidup-hidupkan Muhammadiyah. Sebagai penggerak, dia banyak meninggalkan “warisan” berbagai amal usaha yang perintisannya diinisiasi oleh dirinya. Sebagai pendidik, dia pernah merintis dan memimpin SMA Muhammadiyah. Sebagai penulis, dari dirinya lahir banyak buku yang di salah satunya diberi Kata Sambutan Prof Dr Hamka. Di situ terlihat apresiasi Hamka yang tinggi kepada perjuangan tak lelah Umar Hasyim, membela agama lewat tulisan.
Umar Hasyim lahir pada 30 Oktober 1943 di Desa Blimbingrejo, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara. Desa asal dia, berbatasan dengan desa lain yang sudah merupakan bagian dari Kabupaten Kudus.
Dia pendiri sekaligus Kepala Sekolah pertama dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Mayong, Jepara. Sebagai aktivis-penggerak, tak hanya itu jejak Umar Hasyim. Dia turut merintis SD Muhammadiyah Blimbingrejo dan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong.
Selanjutnya, meski dia “orang desa”, tapi kiprah dakwahnya lalu menasional. Hal ini, karena dia penulis banyak buku yang dengan itu dakwah dan pikiran-pikiranya luas dikenal masyarakat.
Barisan Buku
Berikut ini, judul-judul buku Umar Hasyim. Sekali lagi, kita cermati kepedulian dia kepada persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat Islam. Hal ini tampak bahwa di samping tema-tema klasik, dia pun tak ketinggalan membahas isu-isu kontemporer.
Ini judul-judul yang terkait isu-isu kontemporer: Muhammadiyah: Jalan Lurus dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi dan Pendidikan (Kritik dan Terapinya)” (Bina Ilmu, 1990) dan Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antaragama (Bina Ilmu, 1978).
Berikut ini yang termasuk tema-tema klasik: Mencari Ulama Pewaris Nabi (Bina Ilmu, 1998); Membahas Khilafiyah (Bina Ilmu, 1995); Syetan sebagai Tertuduh (Bina Ilmu, 1985); Bimbingan Puasa Menurut Sunnah Rasulullah Saw (Bina Ilmu,1985); Mencari Takdir(Ramadhani,1983); Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah (Bina Ilmu, 1982); dan Tawassul, Hadiah Pahala, dan Mengajar Orang Mati (Bina Ilmu, 1978).
Tema-tema Pendidikan: Cara Mendidik Anak dalam Islam (Bina Ilmu, 1983); Anak Shaleh (Bina Ilmu 1980); Memburu Kebahagiaan (Bina Ilmu, 1983); Rokok Penyebar Maut (Bina Ilmu, 1984).
Umar Hasyim juga memiliki minat pada kajian sejarah. Ini judul-judul bukunya: Sunan Kalijaga (Menara Kudus 1982); Sunan Giri (Menara Kudus, 1979). 3); dan Riwayat Maulana Malik Ibrahim (Menara Kudus, 1981).
Tema Abadi
Mari kita berkonsentrasi ke buku Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antaragama. Buku ini penting hingga kini, bahkan sampai waktu yang akan panjang.
Tema yang dibahas, relevan di zamannya yaitu ketika ditulis di sekitar paruh akhir 1970-an. Juga, relevan ketika tulisan pendek ini saya buat pada 2023.
Betapa tidak! Di keseharian, kita sekarang ini mudah mendengar atau membaca istilah “intoleran” atau “radikal” yang disampaikan sebagian orang ke sebagian orang lainnya (tentang suasananya yang sama-setidaknya mirip-antara paruh akhir 1970-an dengan sekarang, kita coba rasakan lewat sambutan Hamka di buku tersebut di bagian bawah uraian ini).
Hal yang pasti, untuk tema yang diangkat, buku ini tergolong lengkap. Di dalam 459 halaman, terdapat 12 bab dan 13 lampiran. Mari rasakan, sekadar lewat judul-judul babnya saja, betapa perlu usaha yang bersungguh-sungguh dari si penulis untuk bisa menghasilkan karya ini.
Bab I, “Arti dan Segi-Segi Toleransi (dengan 2 subbab). Bab II, “Anggapan-Anggapan yang Salah terhadap Ajaran Islam” (dengan 7 subbab). Bab III, “Menengok Sejarah dan Fakta” (dengan 9 subbab).
Berikutnya, Bab IV, “Islam dan Toleransi” (dengan 13 subbab). Bab V, “Islam dan Kemerdekaan Beragama” (dengan 5 subbab). Bab VI, “Dasar-Dasar Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam” (dengan 4 subbab). Bab VII, “Toleransi Islam di Indonesia dan Tersiarnya Islam di Indonesia” (dengan 4 subbab). Bab VIII “Cita-Cita, Program Kerja, dan Metode Kerja Mereka” (dengan 4 subbab).
Selanjutnya, Bab IX, “Beberapa Peristiwa” (dengan 6 subbab). Bab X, “Musyawarah Antaragama” (dengan 2 subab). Bab XI, “Dialog dan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama” (dengan 6 subbab). Bab XII, “Konsultasi Antarumat Beragama” (dengan dengan 5 subbab).
Pujian Hamka
Berikut, sekilas Kata Sambutan Hamka di buku Umar Hasyim itu. Bahwa, di sekitar tahun 1978 (saat buku Umar Hasyim yang sedang kita bahas ini terbit), isu toleransi agama termasuk yang ramai diperbincangkan. Benar, isu tentang perilaku intoleran alias tidak toleran. Padahal, kata Hamka, “Sifat tidak toleran itu, sebenarnya adalah sifat orang-orang zaman dahulu, yang selalu berkelahi antarsuku, golongan, dan agama”.
Lalu, ini lanjutan pandangan Hamka. Bahwa, ketika terjadi bentrokan-bentrokan agama sebagai akibat adanya pihak-pihak yang tidak punya toleransi, banyak yang menyangka bahwa golongan yang tidak toleran itu adalah orang Islam fanatik, ekstrem, dan berbagai kualifikasi lain yang negatif dialamatkan ke umat Islam. “Maka bersyukurlah kita dengan tampilnya pemuda-pemuda yang tekun dan kreatif seperti pengarang buku ini (Umar Hasyim),” tulis Hamka.
Apa yang dikerjakan Umar Hasyim untuk membela Islam, sedemikian rupa sampai diapresiasi oleh seorang pejuang bernama Hamka? “Dia mengumpulkan fakta dan data dari banyak peristiwa, lalu menelaah dan mencari kebenarannya. Dari fakta dan data, jelas bahwa bukan umat Islam yang tidak toleran tapi adalah pihak lain yang justru paling ribut meneriakkan tuduhan itu yang bak maling teriak maling,” simpul Hamka (1978: 6).
Hamka kemudian menutup sambutannya dengan berharap karya Umar Hasyim tersebut dapat dibaca semua kalangan. Ini, sebuah harapan yang bijak dan tepat dari Ulama Besar sekaligus tokoh nasional yang layak dipatuhi.
Hal lain, Hamka-penulis lebih dari seratus judul buku-termasuk yang mencermati banyak buku karya Umar Hasyim. Maka, dengan ditambah kehadiran buku Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antaragama, Hamka berkesimpulan: Umar Hasyim adalah “Seorang pemuda yang tekun, rajin, dan memiliki kemampuan untuk berkarya”.
Tokoh Kritis
Muhammadiyah; Jalan Lurus dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi dan Pendidikan (Kritik dan Terapinya), seperti telah disebut di atas, buku tersebut salah satu karya Umar Hasyim. Apa isinya?
Berikut ini sebagian catatan Roynaldy Saputro pada 2018 (saat itu dia sebagai guru SMA Muhammadiyah Mayong). Kata dia, buku itu “Berani menghadirkan fakta di lapangan tentang perkaderan, pendidikan, dan dakwah Muhammadiyah di sekitar tempat tinggalnya”.
Dalam buku tersebut, kata Saputro, Umar Hasyim berani mengkritik kondisi internal Muhammadiyah. Buku itu, lanjut Saputro, sesuai dengan sepak terjang Umar Hasyim dalam dunia dakwah, kaderisasi, dan pendidikan (https://pwmjateng.com/catatan-mengenai-umar-hasyim).
Teruskan!
Atas jasa Umar Hasyim yang tak sedikit, dia mendapat Piagam Penghargaan sebagai tokoh yang mengembangkan Muhammadiyah di Jepara. Penilaian itu, berasal dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jepara pada tahun 2018 (https://jeparamu.or.id/jejak-pencerahan-umar-hasyim-tokoh-muhammadiyah-jepara/).
Banyak keteladanan dari Umar Hasyim. Kecuali hal-hal yang telah disebut di atas, dia adalah sosok pembelajar. Dia pernah kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mengingat itu semua, tak salah kiranya jika Umar Hasyim kita jadikan sebagai salah satu sumber inspirasi: Dia adalah salah satu ulama Muhammadiyah. Dia insya Allah akan lama dikenang umat Islam karena meninggalkan banyak karya tulis yang bermanfaat. Di titik ini, sangat boleh jadi harapan (atau doa) Hamka terwujud. “Saya mengharapkan Umar Hasyim kelak akan menjadi seorang pengarang yang melengkapi kepustakaan Islam di Tanah Air,” kata Hamka.
Semoga Allah rahmati Umar Hasyim. Semoga catatan hidupnya turut memberi semangat, bahkan energi bagi pejuang dakwah di mana pun. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post