• Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
Rabu, Maret 3, 2021
  • Login
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result
Home Kabar

Hiruk-Pikuk dan Hasil Pilkada Jakarta: Intolerankah Indonesia?

Rabu 3 Mei 2017 | 08:04
in Kabar, Opini
10
SHARES
32
VIEWS
Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang memenangkan Pilkada DKI Jakarta (foto: tirto.id)

PWMU.CO – Tak bisa dipungkiri, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta yang baru saja berlalu diwarnai dengan berbagai dinamika yang cukup menyedot energi bangsa Indonesia. Ada sedikit pihak yang kecewa dan melontarkan tuduhan Indonesia sedang dalam darurat intoleransi. Benarkah demikian? Berikut adalah catatan kebangsaan dari Imam Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York Amerika Serikat yang juga Presiden Nusantara Foundation. Selamat membaca!

***

Ada saja beberapa teman yang menghendaki saya untuk menyudutkan, atau tepatnya memburuk-burukkan Indonesia, karena hasil pilkada Jakarta dan berbagai hiruk pikuk yang terkait dengannya. Teman-teman saya itu menginginkan saya untuk mempropagandakan jika Indonesia saat ini berada di jurang radikalisme, yang boleh saja akan berakhir tragis seperti Irak dan Suriah.

(Baca juga: Tanpa Kurangi Sikap Toleransi, Imam Besar Masjid New York Shamsi Ali Doakan Anies Jadi Gubernur DKI)

Propaganda tentang Indonesia krisis radikalisme saya dengar di mana-mana. Persis ketika saya berada di Indonesia mendengar di mana-mana jika Amerika itu adalah musuh utama Islam. Saya berkali-kali mendengarkan hal seperti itu di berbagai diskusi, bahkan diskusi yang layaknya cendekia seperti di think tank, universitas, dan kelompok cendekia lainnya.

Sejak zaman presiden Bush Jr, presiden yang memulai “so called war on terror” dengan menyerang Afghanistan lalu Irak. Presiden yang memporak porandakan negara lain karena nafsu perangnya. Saya sejak itu juga selalu membela Amerika sebagai negara toleran. Gesekan-gesekan sosial yang terjadi itu adalah fenomena wajar dalam perjalanan sebuah bangsa. Bahkan saya pernah dicurigai oleh sebagian teman-teman Muslim jika saya punya kepentingan membela Amerika. Karena di mana saja di dunia ini saya ditanya tentang Amerika, saya tetap membela jika Amerika adalah negara yang toleran. Sempurnahkah? Tentu tidak!

Lalu apa alasan saya membela Amerika sebagai negaa toleran? Alasannya sederhana. Karena Amerika masih menjadikan hukum sebagai “acuan kehidupan publik”.

(Baca juga: Inilah Beda Obama dan Trump Menurut Imam Besar Masjid New York, Shamsi Ali)

Tapi apakah dengan itu tidak ada diskriminasi-diskriminasi terhadap minoritas? Jawabannya pasti banyak.

Lalu kenapa saya masih bersikukuh mempertahankan jika Amarika adalah negara toleran? Jawabannya karena kasus-kasus itu bukan representasi dari negara atau institusi kenegaraan. Pelakunya masih kemungkinan besar mendapatkan ganjarannya. Sebaliknya korban diskriminasi-diskriminasi itu masih merasakan pembelaan hukum.

Baca Juga:  Lima Pesan Tahun Baru Imam Shamsi Ali

Bahkan di saat diskiriminasi itu sekalipun datang dari Gedung Putih, saya belum mebgatakan Amerika itu anti Islam selama hukum masih berada di atas kepala presidennya. Itulah yang menjadikan beberapa kali executive order Donald Trump dibatalkan oleh Hakim Tinggi di Amerika. Artinya hukum masih hidup dan berfungsi seperti yang diharapkan.

(Baca juga: Tak Semua Umat Kristiani dan Yahudi Negatif terhadap Islam: Pesan Jum’at Imam Shamsi Ali Pasca Kebijakan Presiden Trump)

Mungkin suatu ketika saya bisa berubah pandangan di saat hukum menjadi impoten alias tidak bisa tegak lagi. Kalau hukum sudah lumpuh maka baik penguasa maupun rakyat akan melakukan apa saja sesuai dorongan hawa nafsunya. Dan kalau ini terjadi di Amerika saya tidak akan ragu mendeklarasikannya sebagai negara yang diskriminatif dan anti Islam.

Toleransi Indonesia

Toleransi di Indonesia bukan barang baru. Indonesia dengan segala kekurangannya memiliki sejarah panjang toleransi. Memang diakui bahwa dalam perjalanannya sekali-sekali mengalami pasang surut, bahkan pada titik nadir yang terendah. Tapi jangan lupa,  toleransi itu tidak hanya diperlukan di saat mayoritas kuat. Beberapa kali juga justeru intoleransi terjadi di saat minoritas di atas angin. Ini bukan sesuatu yang memerlukan penjabaran karena memang itulah fakta sejarah panjang perjalanan bangsa ini, khususnya dalam dekade pertengahan orde baru.

Sebagaimana berulang-ulang disebutkan bahwa toleransi itu adalah “darah daging” bahkan “nafas” kehidupan Nusantara. Jika karena satu dan lain hal, terjadi sikap intoleran, maka itu bukan wajah Nusantara yang sejati. Itu adalah “deviasi” dari kehidupan Nusantara yang sesungguhnya.

(Baca juga: Harapan Itu Selalu Ada: Optimisme Imam Besar Masjid New York tentang Kondisi Terkini Indonesia dan Amerika Serikat)

Kenyataan bahwa hingga kini Indonesia masih utuh dalam kesatuan di tengah kebhinnekaan hampir dalam segala aspek kehidupan, menunjukkan bahwa tabiat  kebangsaan Indonesia ini memang mendukung itu. Salah satu tabiat yang mendukung penuh kesatuan itu adalah karakter toleransi yang tinggi.

Baca Juga:  Kenapa Biden Lebih Layak daripada Trump?

Sejak awal perjuangan memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajah asing, termasuk Belanda, Portugis, dan Jepang, bangsa Indonesia berjuang, walau dengan semangat keberagamaan dengan pekik “Allahu Akbar” misalnya, namun kita kenal bahwa perjuangan mereka bukan untuk kepentingan kelompok.

Bung Tomo dengan arek-arek Suroboyo, atau panglima Sudirman yang sangat taat beribadah, diangkut dari hutan ke hutan, menaruh hidup bukan untuk umat Islam semata. Tapi demi kemerdekaan bangsa dan negera Indonesia dari sabang sampai marauke dengan segala ragam manusianya.

Dalam persiapan membentuk institusi negara, yang kita tahu bersama sebagai bentuk negara Indonesia ke depan dan selamanya, tokoh-tokoh Islam juga mengedepankan toleransi dengan mengakomodir realita bangsa Indonesia yang ragam. Bahwa pada akhirnya lahirlah Pancasila dan UUD 45 menunjukkan toleransi tinggi dari bangsa Indonesia itu. Dan sejak itu pula bangsa Indonesia hidup dalam NKRI secara damai dan rukun.

(Baca juga: Drama Kelahiran NKRI dengan Tiga Pemeran Tokoh Muhammadiyah dan Drama di Balik Pencoretan 7 Anak Kalimat Pancasila Versi 22 Juni)

Dalam perjalanannya pilar berbangsa dan bernegara itu tetap menjadi pijakan kehidupan masyarakat. Kehidupan berbangsa didasarkan kepada kedua pijakan itu (Pancasila dan UUD 45), dan diterjemahkan tentunya berdasarkan kepada pemahaman masing-masing kelompok dalam rumah Indonesia tanpa mengganggu, apalagi mencabut pilar yang telah disepakati bersama itu.

Komitmen terhadap pilar kebangsaan dan bernegara itu, walau dipahami berdasarkan ragam kelompok yang ada, itu sesungguh dimungkinkan oleh karakter toleran itu. Maka umat Islam bisa memahami sila Ketuhanan Yang Maha Esa dengan konsep tauhid agama Islam. Sebaliknya Pasal yang sama memungkinkan untuk dipahami berdasarkan konsep iman saudara-saudara sebangsa kita yang beragama lain.

Demikianlah perjalanan bangsa ini dari masa ke masa. Ada dinamika sosial yang terjadi. Hubungan horizonal kebangsaan mengalami pasang surut, kadang sangat harmoni dan kadang pula sebaliknya. Tidak jarang terjadi gesekan-gesekan, bahkan pada tingkatan yang cukup menegangkan.

Salah satu masa-masa yang menegangkan itu adalah ditahun 80-an di mana umat Islam mengalami represi yang cukup kuat. Secara ekonomi mereka dianak tirikan, secara sosial keagamaan juga mereka ditekan. Ada pelarangan berjilbab bagi wanita-wanita di sekolah umum. Bahkan ceramah para ustadz juga dimonitor oleh rezim orde baru. Dan bukan rahasia umum lagi bahwa kekuatan di balik dari kebijakan represi itu adalah kelompok tertentu.

Baca Juga:  Saad Ibrahim Ingin Undang Donald Trump ke PWM Jatim

(Baca juga: Punya Hak Konstitusional Apa Tolak FPI dan Larang Habib Rizieq….)

Barulah kemudian di awal tahun 90-an umat kembali mendapat angin segar. Dimulai dari berdirinya ICMI di bawah kepemimpinan Prof. Dr. BJ Habibie, mulai tumbuh dedaunan menyambut semi kebangkitan umat Islam. Istilah penghijauan pun menjadi trend saat itu.

Singkat kata, berbicara tentang toleransi di Indonesia bukan barang baru. Tapi darah perjalanan sejarah bangsa dan sekaligus nafas kehidupannya. Yang terjadi adalah kadang karena udara, atau karena faktor lainnya, darah itu menjadi kotor dan nafas menjadi terganggu. Tapi apapun itu, Indonesia hidup karena karakternya yang toleran. Dan ini harus menjadi harga mati. Bahwa toleransi bag Indonesia adalah kehidupan dan karenanya mutlak dipertahankan untuk menjaga hidup Indonesia itu sendiri.

Masalahnya kemudian, dan semoga saya salah, ketika toleransi dipahami sebagai landasan kepentingan tertentu. Ketika sebuah aksi atau reaksi terjadi dan menguntungkan kelompok kita, kita bangga dan di mana-mana berkoar dengan kebanggaan itu. Tapi di saat ada aksi atau reaksi itu dianggap kurang menguntungkan kelompok kita maka bangsa dan negara ini tidak tanggung-tanggung dan enteng kita rusak, minimal merusak nama baiknya di dunia internasional.

(Baca juga: Indonesia, Negeri Muslim Katanya dan Pembubaran Pengajian Khalid Basalamah: Benarkah Ceramah yang Mengolok-olok Monopoli Kelompok Ini?)

Tidak jarang pula ketika kelompok kita melakukan tindakan anarkis dan separatis, walau itu jelas merusak tatanan NKRI, kita diam seribu bahasa. Dan di saat pemerintah Indonesia melakukan reaksi demi menjaga NKRI, tidak sungkan-sungkan pula kita promosikan Indonesia sebagai negara pelanggar HAM.

Di sinilah saya yang selama ini berusaha membangun hubungan dan dialog dengan semua orang, bahkan dengan kelompok yang sebagian umat Islam dianggap musuh abadi, saya menjadi curiga. Jangan-jangan kata toleransi itu memang hanya dimaksudkan untuk kelompok tertentu? Wallahu a’lam!

Tags: Imam Shamsi AliIndonesia Darurat ToleransiPilkada JakartaToleransi Indonesia
Share4Tweet3SendShare

Related Posts

Lima Karakteristik Dunia Global Menurut Imam Shamsi Ali
Headline

Lima Karakteristik Dunia Global Menurut Imam Shamsi Ali

Kamis 26 November 2020 | 19:37
74k
Agar tidak jadi katak dalam tempurung, yakni merasa hebat tapi sejatinya masih kecil. Demikian kata Nadjib Hamid MSi, Rabu (25/11/20).
Kabar

Agar Tidak Jadi Katak dalam Tempurung

Kamis 26 November 2020 | 08:56
56.2k
Kenapa Biden Lebih Layak daripada Trump?
Kolom

Kenapa Biden Lebih Layak daripada Trump?

Jumat 6 November 2020 | 12:16
304
Ketika Kekuasaan Mengalami Kepanikan
Kolom

Ketika Kekuasaan Mengalami Kepanikan

Selasa 6 Oktober 2020 | 11:15
258
IMAM SHAMSI ALI
Kolom

Lima Pesan Tahun Baru Imam Shamsi Ali

Rabu 1 Januari 2020 | 15:52
38
7 Kualitas Anies Baswedan di Mata Imam Besar Masjid New York Shamsi Ali
Kolom

Kita Harus Berani Menampilkan Islam yang Hidup

Rabu 25 Desember 2019 | 05:15
81

Discussion about this post

Berita Terbaru

Syuhada dan Pahlawan, Bedakah? Tulisan Dr H Achmad Zuhdi Dh MFil I—Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim—ini diawali dengan hadis dari Abu Hurairah riwayat Muslim.

Setiap Kebaikan Itu Sedekah

Rabu 3 Maret 2021 | 11:58
Siswa SD Berlian School Jalani Munaqasah Eksternal

Siswa SD Berlian School Jalani Munaqasah Eksternal

Rabu 3 Maret 2021 | 10:26
Mirasantika

Mirasantika dan Jokowi

Rabu 3 Maret 2021 | 10:16
Dakwah digital bisa lewat apa saja. Termasuk di media sosial dengan aplikasi TikTok. Seperti kata Ayunda Nurul Fikri, Sabtu (27/2/21).

Dakwah Digital lewat TikTok

Rabu 3 Maret 2021 | 08:21
Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO

Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO

Rabu 3 Maret 2021 | 08:17
Pencabutan lampiran

Pencabutan Lampiran Miras Hanya Lisan, Bahaya Lain Mengancam

Rabu 3 Maret 2021 | 08:09
MTsM 9 Wotan Raih Dua Medali Madrasah Science Competition

MTsM 9 Wotan Raih Dua Medali Madrasah Science Competition

Rabu 3 Maret 2021 | 00:33
RSMG Vaksin Guru-Karyawan Smamsatu Gresik

RSMG Vaksin Guru-Karyawan Smamsatu Gresik

Selasa 2 Maret 2021 | 23:54
Cak Nanto ke Siswa Smamsatu: Nikmati Proses!

Cak Nanto ke Siswa Smamsatu: Nikmati Proses!

Selasa 2 Maret 2021 | 23:39
Ada 700 Ribu Muslim, Begini Sejarah dan Dinamika Islam di Kamboja

Ada 700 Ribu Muslim, Begini Sejarah dan Dinamika Islam di Kamboja

Selasa 2 Maret 2021 | 22:54

Milad PWMU.CO

Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO
Milad PWMU.CO

Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO

Rabu 3 Maret 2021 | 08:17
81

Mufrikha: Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO (Istimewa/PWMU.CO) Kecanduan Menulis Berita di PWMU.CO ditulis oleh Mufrikha, Kontributor PWMU.CO dari SMA Muhammadiyah...

Read more
Menulis Kehidupan Janda Berbuah Manis

Menulis Kehidupan Janda Berbuah Manis

Selasa 2 Maret 2021 | 05:56
260
Menjadi Penulis Buku berkat PWMU.CO

Menjadi Penulis Buku berkat PWMU.CO

Senin 1 Maret 2021 | 20:21
150
Pengalaman Tak Terlupakan Boyong Keluarga ke Kopdar PWMU.CO

Pengalaman Tak Terlupakan Boyong Keluarga ke Kopdar PWMU.CO

Minggu 28 Februari 2021 | 00:01
188
Belum Sebulan Bergabung PWMU.CO, Langsung Dapat Vitamin Menulis

Belum Sebulan Bergabung PWMU.CO, Langsung Dapat Vitamin Menulis

Sabtu 27 Februari 2021 | 13:49
157

Berita Terpopuler

  • Bisnis vaksin

    Bisnis Vaksin Triliunan, Ini yang Nikmati

    6034 shares
    Share 2414 Tweet 1509
  • Haedar Nashir Ajak Belajar Ijtihad Politik Kasman Singodimedjo

    259603 shares
    Share 103841 Tweet 64901
  • Kiai-Kiai Muhammadiyah Alumni Tebuireng

    2630 shares
    Share 1052 Tweet 658
  • Haedar Nashir: Bela Negara adalah DNA Muhammadiyah

    1993 shares
    Share 797 Tweet 498
  • Ada 700 Ribu Muslim, Begini Sejarah dan Dinamika Islam di Kamboja

    1710 shares
    Share 684 Tweet 428
  • Surat PGI Minta Revisi Pelajaran Agama Islam Contoh Intoleransi

    1556 shares
    Share 622 Tweet 389
  • Ayat Alif Laam Miim Bikin Merinding Orang Yahudi

    5496 shares
    Share 2198 Tweet 1374
  • Pencabutan Lampiran Miras Hanya Lisan, Bahaya Lain Mengancam

    321 shares
    Share 128 Tweet 80
  • Menanti Kejutan Tanwir Hizbul Wathan

    1009 shares
    Share 404 Tweet 252
  • Muhammadiyah dan NU Tolak Keras Legalisasi Miras

    282 shares
    Share 113 Tweet 71
Pwmu.co | Portal Berkemajuan

pwmu.co adalah portal berita dakwah berkemajuan di bawah naungan PT. Surya Kreatindo Mediatama

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Info Iklan

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In