Kader Muhammadiyah, Kader Kemanusiaan, Oleh Thoriqul Aslam Kade IMM Sidoarjo
PWMU.CO – Kosa kata kader, ‘per-kader-an’. Beberapa hari ini tidak asing terngiang di telinga. Pekan-pekan ini secara kebetulan cukup sering membersamai forum-forum perkaderan. Dimulai dari kegiatan Darul Arqam Dasar IMM Kaizen FT Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Berbicara perkaderan tentu kita tidak asing lagi dengan makna kader secara etimologis, yakni cadre, bingkai. Sedangkan secara terminologi subjek yang terdapat dalam lingkup organisasi untuk menyiapkan diri mengawal terwujudnya visi misi organisasi tersebut, tentu dalam upaya kaderisasi tidak lepas kaitannya dengan andil insan-insan perkaderan di dalamnya termasuk instruktur/fasilitator.
Perkaderan di lingkup persyarikatan, kebanyakan merujuk kepada tulisan Buya Syafii Maarif. Perkaderan adalah upaya untuk menjadikan kader Muhammadiyah sebagai kader kemanusiaan, kader umat, kader bangsa dan kader persyarikatan, visi besar ini menjadi tanggung jawab moral seluruh insan perkaderan.
Di samping itu, Islam yang menempatkan posisinya sebagai agama rahmatan lil alamin, agama yang menjadi rahmat bagi sekalian alam erat kaitannya dengan visi kemanusiaan.
Hal ini tak lepas dari kacamata historis berdirinya Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dengan teologi al-Maun, memuliakan anak yatim, sama halnya dengan prinsip gerakan pembebasan yang digaungkan Muhammadiyah, mengangkat derajat kaum mustadh’afiin (kaum tertindas) serta prinsip humanisasi, memanusiakan manusia.
Pelaku Perkaderan
Tentu hal ini patut menjadi perhatian pelaku perkaderan, menjadikan forum perkaderan menjadi forum partisipatif yang memungkinkan partisipasi aktif seluruh komponen di dalamnya untuk bisa mendayagunakan segenap kemampuan di wilayah ini, sudah barang tentu prinsip-prinsip inklusifitas dan kebhinekaan.
Istilahnya, silih asah, silih asih, silih asuh, memaksimalkan seluruh potensi yang ada dengan menyatukan berbagai latar belakang sebagai keragaman tanpa memandang siapa dan apa di baliknya.
Sebagai tanggung jawab bersama, tentu semua insan perkaderan memiliki rasa serta amanah yang sama, tidak saling paling merasa mampu melainkan saling melengkapi dengan ilmu, menyadur sebuah idiom Jawa yang digaungkan oleh kawan-kawan di perkaderan Darul Arqam Madya Ponorogo beberapa waktu yang lalu.
Ngangsu kawruh. Ngangsu dikaitkan dengan budaya Jawa menimba air di sumur untuk keperluan rumah tangga dan kawruh adalah pengetahuan. Bisa diartikan menimba pengetahuan langsung dari sumbernya, dengan teladan Imam Syafii adab fawqal ilmi, adab di atas ilmu, sikap rendah hati dan siap menerima masukan dengan kondisi apapun, sikap ini juga hendaknya dapat menjadi perhatian segenap insan perkaderan di dalamnya.
Apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh insan perkaderan di manapun berada. Semoga berkah rahmat ilahi melimpahi perjuangan kita semua, dan tancapkanlah selalu pedoman kita dalam berikatan, bermuhammadiyah, ikhlas beramal dalam bakti. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.