PWM Jatim: Muhammadiyah Lebih Fleksibel dalam Ibadah Kurban

Dari kiri: Syamsudin, Biyanto, Imam hambali, dan Dikky Shadqomullah (Muhammad Syaifudin Zuhri/PWMU.CO). PWM Jatim: Muhammadiyah Lebih Fleksibel dalam Ibadah Kurban

PWM Jatim: Muhammadiyah Lebih Fleksibel dalam Ibadah Kurban; Liputan Muhammad Syaifudin Zuhri.

PWMU.CO – PWM Jatim (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur) mengadakan konferensi pers, di Gedung Muhammadiyah Jatim Jalan Kertomenanggal IV No 1 Surabaya, Senin (26/6/2023) siang.

Konferensi pers dihadiri Sekretaris PMW Jatim Prof Dr Biyanto MAg, Wakil Ketua PWM Jatim bidang Tarjih dan Tajdid, Kepesantrenan, Haji-Umrah Dr Syamsudin MAg; Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim Abdul Basit; Sekretaris Majelis Tabligh PWM Jatim Munahar MPd; dan Ketua Lazismu Jatim Imam Hambali. 

Tampak pula Sekretaris Majelis Tarjih PWPM Jatim Dikky Shadqomullah dan Sekretaris Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi (MPID) PWM Jatim Radius Setiawan. 

Menurut Munahar, disetujuinya usulan penambahan hari libur nasional, sehari sebelum tanggal libur nasional 29 Juni 2023—sebagai kalender resmi Idul Adha versi pemerintah—sangat berdampak positif bagi Muhammadiyah. 

Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Adha pada Rabu, 28 Juni 2023, berbeda dengan keputusan sidang Isbat. Penambahan hari libur memudahkan warga Muhammadiyah dalam mengajukan izin kegiatan shalat Idul Adha di seluruh penjuru Jawa Timur.

“Dari data yang dihimpun Majelis Tabligh, sudah ada 1.488 titik lokasi shalat Idul Adha di seluruh daerah Jawa Timur. Kami sudah terima data detailnya terkait lokasi, alamat, imam, dan khatib, serta penyelenggaranya. Data terus kami perbarui,” tegas Munahar. 

Prof Biyanto menegaskan belum menerima info terkait adanya kendala atau penolakan rencana pelaksanaan shalat Idul Adha di daerah. 

“Artinya, masyarakat saat ini sudah dewasa dalam menyikapi adanya perbedaan penetapan hari raya. Ini kelaziman yang harus dihormati dan saling menghargai,” tegasnya.

Fleksibilitas dalam Berkurban 

Prof Biyanto mengatakan Muhammadiyah lebih fleksibel dalam melaksanakan ibadah kurban.

“Sudah dua tahun ini Muhammadiyah menggulirkan ijtihad mengganti hewan kurban dengan uang yang lebih fleksibel untuk dimanfaatkan oleh panitia. Berikutnya bisa berupa uang dan hewan ternak bagi yang mampu,” kata Prof Bi, sapaan akrabnya.

“Ini sangat penting karena pascapandemi tentu masih banyak kelompok masyarakat kita yang sangat terdampak sehingga butuh intervensi untuk membantu mereka,” tegasnya.

Menurutnya, Muhammadiyah mendorong bagi umatnya yang memiliki kelonggaran rezeki untuk bersedekah lewat uang dan berkorban dengan hewan ternak. “Nanti hewan ternaknya untuk apa? Itu kita sudah siapkan juga termasuk untuk diolah dalam bentuk Rendangmu, Cornetmu, Pentolmu. Inilah nanti yang bisa dimanfaatkan sepanjang tahun yang akan dibagikan ke daerah-daerah 3T sehingga tidak harus habis dimanfaatkan di hari raya dan tasyrik,” paparnya.

Pengolahan Daging Kurban 

Menurut Dr Syamsudin pemanfaatan daging kurban dalam rentang waktu yang lama sudah ada pada zaman Nabi.

“Kaitannya dengan Idul Adha muncul istilah yaumul tasyrik yakni hari-hari menjemur daging. Karena satu-satunya cara untuk mengawetkan daging pada zaman itu adalah dengan dijemur atau dikeringkan,” kata dia.

Dia mengatakan, sesuai dengan perkembangan zaman untuk mengawetkan daging bisa dilakukan bermacam-macam. Bisa melalui frozen atau kemasan kaleng. “Muhammadiyah menjadi pioner pembagian kurban secara olahan lewat kemasan kaleng ada Rendangmu dan Kornetmu. Malah belakangan MUI mengeluarkan fatwanya belakangan,” ujar Syamsudin. 

Fatwa MUI itu menyebutkan bahwa membagikan daging dalam bentuk olahan termasuk masyruk atau tidak melanggar syariat dan boleh dilakukan apalagi kaitannya dengan antisipasi bencana alam. Sehingga jangan sampai daging kurban itu habis dalam waktu sangat singkat.

“Ini kaitannya dengan keberpihakan kita kepada kasus-kasus kemanusiaan, di antaranya yang bisa kita ikhtiarkan ya ini, bisa memanfaatkan daging kurban dalam waktu relatif lama sehingga kalau ada hal-hal yang sifatnya emergensi kita bisa langsung memanfaatkan,” tegas dia. 

Dan itu, lanjutnya, sudah terbukti setiap tahun. Walau kita tidak pernah berharap, namun kerap terjadi gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, dan lain-lain. Lazismu Jawa Timur selalu mengirim daging kurban dalam kemasan kaitannya dengan bantuan ke daerah-daerah yang terkena bencana alam ke seluruh wilayah Indonesia.

“Itulah manfaat sebegitu konkret dalam mengikhtiarkan daging kurban ini dalam bentuk kemasan siap saji untuk ketahanan pangan dan kebencanaan,” akunya.

Menjaga Kesucian Masjid 

Syamsudin menyampaikan, dalam melaksanakan Idul Kurban dari tahun ke tahun memang butuh inovasi-inovasi. 

Malah di beberapa masjid Muhammadiyah, khususnya yang tidak memiliki lahan memadai untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban. “Memang sebaiknya ya kerja sama dengan rumah potong hewan (RPH) karena di situ terjamin higienisnya dan limbahnya ditangani dengan baik,” tegas Dr Syamsudin.

Dia melanjutkan, memang dalam ajaran Islam kita diperintahkan untuk memuliakan masjid, menjaga kesuciannya dan menjaga keharumannya. 

“Nah, banyak masjid-masjid kalau sudah Idul Kurban itu disembelih di depan masjid, bau busuknya tidak hilang sampai sebulan. Ini jelas-jelas melanggar nilai yang harus kita jaga yakni; kesucian, keharuman dan kebersihan masjid,” tutupnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version