KH Ahmad Munir, Tokoh Pendidikan Lamongan

KH Ahmad Munir
KH Ahmad Munir

KH Ahmad Munir, Tokoh Pendidikan Lamongan oleh Yusron Ardi Darmawan, Guru SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.

PWMU.CO – KH Ahmad Munir, nama ini sangat populer di kawasan Paciran Lamongan. Dia salah satu pendiri Pondok Modern Muhammadiyah Paciran bersama KH M. Ridlwan Syarqawi tahun 1958.

Ulama pendiri lainnya seperti KH Tibyani Mujahid, KH Salamun Ibrahim, KHA Karim Zen, KH Choiruman Ilham Lc.

Ahmad Munir lahir di Desa Paciran, Kecamatan Paciran Lamongan pada tahun 1940. Wafat di Lamongan pada 8 November 2022. Pendidikannya di Madrasah Islam Paciran dan belajar Islam dengan bimbingan pamannya, KH M. Ridlwan Syarqawi.

Ahmad Dzahabi, anak keempat Kiai Ahmad Munir menceritakan, ayahnya berdagang sembako bersama ibunya. Sejak muda sudah mengajar di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran.

”Kemudian menjadi Kepala MI Muhammadiyah Paciran. Juga pendiri sekaligus Kepala MTs Pondok Modern Muhammadiyah Paciran yang pertama,” kata Ahmad Dzahabi yang guru SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.

Dijelaskan, pondok ini dikelola secara modern baik sistem klasikal dan metode pembelajarannya. 

Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Paciran ini merupakan satu-satunya pesantren Muhammadiyah yang dengan tegas menyebutkan identitas sebagai pesantren Muhammadiyah di tengah dominasi kuatnya pesantren-pesantren salafiyah tradisionalis di Lamongan,” katanya.

Saat itu di forum pertemuan pimpinan pesantren tingkat regional maupun nasional sering terlontar ungkapan yang meragukan keberadaan pondok pesantren Muhammadiyah.

Kenyataan ini menjadipendorong mem-branding pesantren ini menjadi Pondok Modern Muhammadiyah. Berkat kegigihan KH Ahmad Munir bersama KH M. Ridlwan Syarqawi dan kiai lainnya Pesantren Modern Muhammadiyah Lamongan ini menjelma besar.

Menurut Ahmad Dzahabi, inilah pesantren yang identitas Muhammadiyahnya jelas, dasar pendidikan agama kuat, landasan tauhidnya kokoh.

Umla

Ditambahkan, Kiai Ahmad Munir juga berperan dalam pendirian Universitas Muhammadiyah Lamongan alias Umla. Sampai akhir hayatnya menjadi dosen di universitas ini.

Umla berdiri pada tanggal 12 Oktober 2018 berdasarkan SK Menteri Ristek Dikti Nomor 880/KPT/I/2018 tentang Izin Universitas Muhammadiyah Lamongan.

Berdirinya Universitas Muhammadiyah Lamongan hasil penggabungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah  dan Sekolah Tinggi Ekonomi Muhammadiyah Paciran Lamongan.

Pendiri Umla adalah Kiai Ahmad Munir, Drs Budi Utomo MKes, Alifin SKM MKes, Dr Masram MM, dan Bakri Priyono Dwi Atmaja SKp MKep.

Kata Ahmad Dzahabi, berdirinya Umla merupakan wujud jiwa komunal di kalangan tokoh pendidikan Muhammadiyah Lamongan mendukung pembangunan sumber daya manusia warga persyarikatan, sehingga suara dan keberadaan Muhamamdiyah makin diperhitungkan.

Langkah ini seperti nasihat Ali bin Abi Thalib kepada putranya. ”Hai anakku, kemiskinan itu rendah, tidak didengar pendapatnya, tidak dilihat eksistensinya.”

Aktivis Tulen

KH Ahmad Munir aktif di Muhammadiyah sejak muda. Mulai aktif di Bidang Dakwah Pimpinan Daerah (PD) IPM Lamongan tahun 1971-1975.

Pernah menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Paciran. Menjadi anggota Majelis Pendidikan dan Kebudayaan PCM Paciran. Kemudian menjabat Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paciran. Periode berikutnya dipilih sebagai Ketua PCM.

Periode 1995-2000 terpilih sebagai anggota PDM Lamongan.  Sebelumnya dipercaya menjadi Ketua Majelis Tarjih PDM Lamongan pada periode Kiai Abdul Fatah. Lantas sebagai Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PDM. Periode berikutnya Wakil Ketua Majelis Tarjih pada kepemimpinan Kiai Abdurrahman Syamsuri.

Di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur pada tahun 1995-2000 Kiai Ahmad Munir menjadi anggota Majelis Tarjih dan Tajdid. Periode berikutnya sampai ia wafat menjabat Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur.

Di Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kiai Ahmad Munir juga menjadi anggota Majelis Tarjih dan Tajdid. Aktif mengikuti bahasan fatwa yang dikeluarkan Muhammadiyah.

Menurut Ahmad Dzahabi, pembawaan ayahnya kalem dan lemah lembut. Hidupnya sangat sederhana dan tawadhu. Orangnya familiar, kritis, dan nyantai.

”Kiai Ahmad Munir menjadi tempat bertanya teman-teman dosen soal hukum Islam. Bahkan tempat konsultasi obat herbal jika teman dosen ada yang sakit,” katanya.

Hari-hari Terakhir

KH Ahmad Munir anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Abdurrahman bin H Anwar dan Niswah binti Syarqowi. Dua saudaranya yaitu Umi Saroh dan Nur Hadi.

Perkawinan Ahmad Munir dengan Mufarrohah dikaruniai lima anak. Yaitu Rahmad Jauhar, Ahmad Nubail, Nashir Akbar, Ahmad Dzahabi, dan Hurriyatin.

Ahmad Nubail saat ini meneruskan perjuangan ayahnya menjadi Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Turki.  Ahmad Dzahabi mengajar di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.

Kiai Ahmad Munir wafat pada Selasa, 8 November 2022 pukul sekitar 19.30 WIB. Sebelum meninggal dia sempat hadir pada acara wisuda lulusan Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla) dan pelantikan Rektor Umla.

Setelah Magrib masih sempat shalat gerhana bulan berjamaah di Masjid Darussalam Blimbing Paciran. Jenazah tokoh pendidikan Kiai Ahmad Munir dimakamkan di pemakaman keluarga di Kampung Sidokumpul Kelurahan Blimbing.

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version