Zakat sebagai Lifestyle, Resep Bankziska Entas Pedagang dari Retenir

Para pembicara dalam seminar Zakat akhir tahun 2023. Dari kiri Dr Syamsuddin MAg, Dr Agus Edi Sumanto MSi, Prof Dr Tika Widiastuti SE MSi, Dr Dian Berkah MHI, dan Ketua Lazismu Jatim Imam Hambali MSEI. Zakat sebagai Lifestyle, Resep Bankziska Entas Pedagang dari Retenir. (Muhammad Syaifudin Zuhri/PWMU.CO)

PWMU.CO – Zakat sebagai lifestyle harian, bukan sekadar momentum. Demikian pesan Wakil Ketua Lazismu Jatim Dr Agus Edi Sumanto MSi dalam pada Seminar Zakat, di Millenium Building SD Muhammadiyah 4 Surabaya, Jalan Pucang Jajar No. 18, Kertajaya, Gubeng, Surabaya, Sabtu (23/12/2023). 

Bertindak sebagai pembicara pertama dalam seminar ini, Agus Edi Sumanto, memberikan materi tentang Zakat untuk Inovasi Sosial, yang ia dikaitkan dengan pengalamannya dalam mengelolah zakat dalam bentuk Bankziska di Ponorogo berhasil mengentaskan pedagang dari jeratan rentenir.

“Di Ponorogo, Bankziska dengan program pembiayaan tanpa bunga mampu mengentaskan pedagang pasar dan warga dari jeratan rentenir dan bank thithil. Sehingga kami bersama Bupati Ponorogo meresmikan Kampung Bebas Renterin dan Riba,” kata Wakil Ketua V Lazismu Jatim Bidang Transformasi Digital dan Monitoring Evaluasi.

Menurut Agus, keberhasilan Bankziska dalam pengelolahan zakat didasari oleh semangat menjadikan zakat sebagai gaya hidup (lifesytle) harian untuk senantiasa beramal untuk menolong orang lain. Apalagi jika kita beramal untuk ditujukan untuk membebaskan saudara kita jadi jeratan riba.

“Jangan ingat zakat cuma momentum, seperti donasi Palestina akhir-akhir ini atau saat Ramadhan dan Lebaran. Zakat jangan momentum, tapi lifestyle atau culture hingga nafas kita. Momentum sebagai akselerator boleh,” ajak Agus pada peserta seminar.

Seminar zakat bertajuk “Zakat dalam Perspektif Syariah, Inovasi Sosial dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs)” ini berlangsung selama empat jam dari pukul 08.30 hingga 12.30 WIB.

Baca sambungan ke halaman 2: Jasa Orang Miskin

Wakil Ketua Lazismu Jatim Dr Agus Edi Sumanto MSi mengajak kaum Muslimin menjadikan zakat sebagai lifestyle harian. (Muhammad Syaifudin Zuhri/PWMU.CO

Jasa Orang Miskin

Seminar ini menghadirkan pembicara Dr Syamsuddin MAg (Wakil Ketua PWM Jatim) tentang: Zakat dalam Perspektif Syariah, serta Prof Dr Tika Widiastuti SE MSi (Dosen dan Guru Besar FEB Universitas Airlangga) tentang: Zakat untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Seminar dimoderatori oleh Dr Dian Berkah MHI (Dewan Pengawas Syariah Lazismu Jatim).

Syamsudin yang juga Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Jatim, mengajak peserta seminar mengingat jasa sekaligus mau berterima kasih kepada orang miskin.  

“Orang miskin dalam kaca mata Islam punya kedudukan tersendiri, yang harus dihargai seperti konsep zakat. Namun dalam ajaran Islam tidak menjual kemiskinan. Zakat untuk kepedulian dan pemberdayaan manusia,” tegas Wakil Ketua PWM Jatim bidang Tarjih dan Tajdid, Kepesantrenan, Haji-Umrah.

Selanjutnya Prof Tika Widiastuti memaparkan hasil riset dan penelitihannya di beberapa lembaga atau organisasi penyelenggara zakat (OPZ), terkait potensi dan tata kelola zakat bagi kemaslahatan masyarakat.

“Potensi besar zakat di Indonesia mencapai 327,6 triliun, dengan 500 lebih OPZ diharapkan zakat digunakan untuk pencapaian SDG’s. Artinya, zakat bisa dikelola, didistribusikan dan dimanfaatkan sesuai kodifikasi zakat di SDGs, yang sejalan dengan capaian makosif syariah,” urai Prof Tika dengan data statistiknya.

Menurut Prof Tika, meski pengelolahan zakat kita sudad ada kesesuaian kodifikasi SDGs dan makosif syariah, namun masih ada gab atau celah di antara keduanya. Sebab, parameter penerapan zakat sesuai SDGs sangat sekuler, belum sesuai syariat Islam.

“Ke depan kita butuh pengelolaan dana sosial secara islami, ya semacam keuangan  sosial keislaman, yang mampu mengelola zakat secara berkelanjutan dan berkesinambungan secara presisi,” harap dia.

Prof Tika pengin konsep pengelolaan dana sosial keislaman di Indonesia akan lebih baik jika saling berintegrasi dan terkoneksi. 

“Kita butuh keuangan sosial keislaman yang integritas. Sebab, zakat ada UU No. 23 dan wakaf ada UU sendiri. Kalau itu bisa terintegrasi, insyaallah pemafaatan zakat untuk kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan sosial bisa terwujud,” ujarnya. (*)

Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version