Buya Syafii Bukan Hanya Milik Muhammadiyah

Para narasumber

PWMU.CO – Buya Syafii bukan hanya milik Muhammadiyah mengemuka dalam acara peluncuran dan diskusi Jurnal Maarif Vol. 18 No. 2 Desember 2023 dengan tema “Jalan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif: Dakwah Kultural, Puisi Kebangsaan dan Inspirasi Kemanusiaan”.

Acara yang berlangsung di Aula Kasman Singodimejo Lantai 4, Selasa (23/1/2024)  ini dihadiri oleh sejumlah narasumber. Antara lain: Prof. Dr. Syamsul Arifin (Rektor UMM), Abdullah Sumrahadi (Dosen di President University) Ka’bati (Kontributor Jurnal Maarif) dan Moh. Shofan (Pemred Jurnal Maarif). 

Acara ini dimoderatori oleh Kaprodi Magister Ilmu Politik FISIP UMJ Lusi Andriyani ini hasil kerja sama Maarif Institute dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Rektor UMJ Prof Dr Ma’mun Murod, menyambut dengan sangat baik kerja sama peluncuran dan diskusi jurnal Maarif ini. Menurut Ma’mun, Buya Syafii telah mewariskan keluasan ilmu pengetahuan serta sikap hidup etis, sederhana, dan teladan baik yang harus dijadikan cermin oleh anak anak bangsa hari ini. Utamanya dalam merawat isu-isu toleransi, keberagaman, dan pentingnya merekatkan persatuan.  

“Tantangan bangsa Indonesia ke depan bukan semakin ringan, tetapi justru semakin berat. Karena itu, komitmen Buya Syafii pada nilai-nilai substantif Islam yang diwujudkan dalam kepedulian dan keberpihakannya pada mereka yang terzalimi, harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya, ujar Ma’mun.

Sementara Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abd. Rohim Ghazali, dalam sambutannya mengatakan bahwa apa yang dikembangkan oleh MAARIF Institute selama 20 tahun terakhir ini, tidak lain merupakan ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.

“Tema yang diangkat dalam jurnal ini juga menandai satu tahun wafatnya Buya Syafii, sekaligus menyambut dua dekade Maarif Institute”, jelas Rohim.

Rohim menambahkan, “Buya Syafii sudah meninggalkan kita setahun yang lalu. Kita semua menjadi pewaris, bukan hanya pemikiran-pemikiran Buya Syafii yang sangat brilian dan kritis dalam menyoroti masalah-masalah bangsa, tetapi juga mewarisi keteladanan dan kesederhanaannya.”

“Komitmen Buya Syafii dalam menyoroti persoalan-persoalan keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan harus terus dihidupkan oleh anak-anak muda agar bangsa ini tidak oleng, seperti yang dikhawatirkan Buya Syafii”, ujar Rohim.

Baca sambungan di halant 2: Dialektik-Etik Islam Indonesia

Para narasumber memamerkan jurnal Maarif

Dialektik-Etik Islam Indonesia

Syamsul Arifin memaparkan Buya Syafii selama hidupnya menaruh perhatian pada pemikiran keislaman atau intelektualisme Islam yang ingin mempertautkan secara dialektik-etik antara Islam dengan keindonesiaan. Buya Syafii, menurutnya memiliki argumen yang kuat, yang bertolak dari pembacaan terhadap al-Qur’an, sejarah, dan konteks keindonesiaan bahwa Islam tidak perlu diletakkan secara “oposisi-biner” dengan realitas politik yang telah menjadi konsensus bangsa seperti Pancasila. 

“Islam di Indonesia dalam pandangan Buya Syafii harus mewujud dalam performa sebagai ‘entitas etik’ yang nantinya menjadi pilar bagi terwujudnya Indonesia berkeadaban,” tegas Syamsul.

Abdullah Sumrahadi, mengatakan sosok Buya Syafii bukan hanya milik Muhammadiyah, namun sudah menjadi guru bangsa yang pemikiran-pemikirannya tentang keindonesiaan, keumatan, dan kemanusiaan menjadi literatur utama dalam mengawal kemajuan bangsa.

Pengajar di President University itu menambahkan bahwa nilai-nilai baik yang selama ini telah diwariskan oleh Buya Syafii harus menjadi cermin moral seluruh anak-anak bangsa di tengah kehidupan politik yang sangat pragmatis.

Sementara Ka’bati, berpendapat Buya Syafii adalah salah seorang tokoh Islam moderat yang kuat menyuarakan hak kesetaraan bagi perempuan tampil menjadi pemimpin. Buya, lanjutnya, juga menentang ketentuan-ketentuan fikih yang umumnya ditulis oleh laki-laki dan cenderung memainkan peran diskriminatif dan bias terhadap Perempuan. Karena itu, pemikiran Buya Syafii masih sangat relevan untuk ditransformasikan ke dalam sistem sosial Masyarakat sekarang ini.  

Moh. Shofan menyatakan secara umum jurnal edisi Desember 2023 ini merefleksikan sekaligus menelaah secara kritis pemikiran Buya—terutama mengenai isu isu keumatan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kebudayaan. Sejumlah artikel dalam jurnal ini tidak lain merupakan ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.

Acara peluncuran Jurnal Maarif ini diikuti tidak kurang dari seratus peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun  masyarakat secara umum. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version