Sekjen MUI: Idul Fitri Wujudkan Nilai-Nilai Kemanusiaan 

Sekjen MUI Dr Amirsyah Tambunan menjadi khatib shalat Idul Fitri di Perguruan Muhammadiyah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/24). (Istimewa/PWMU.CO)

PWMU.CO – Sekjen MUI Dr Amirsyah Tambunan mengatakan Idul Fitri melahirkan nilai-nilai kemanusiaan yakni menghargai dan menghormati harkat dan martabat manusia. 

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majalis Ulama Indonesia (MUI) saat menjadi khatib shalat Idul Fitri di Perguruan Muhammadiyah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/24). 

Buya Amirsyah, sapaannya, menyatakan, setiap momen Idul Fitri terdapat keistimewaan untuk meningkatkan hubungan sesama manusia, pertalian kerabat, dan interaksi sosial dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menerangkan, dalam ajaran Islam telah diatur bahwa menjalin hubungan baik hubungan sesama manusia  (habluminanas) secara seimbang dengan hubungan kepada Allah (habluminallah). 

Mengingat sesama manusia tak luput dari salah (khilaf), baik kesalahan disengaja maupun tidak disengaja kepada keluarga, saudara, tetangga, maupun teman dan kerabat. Untuk itu Idul Fitri berarti kembali kepada fitrah kemanusian berupa kesucian dari dosa.

‘Marilah kita perbaiki dengan bermaaf-maafan,” tuturnya sambal mengutip Surat an-Nur ayat 22:

وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“…Hendaklah mereka saling memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” 

Sekjen MUI Dr Amirsyah Tambunan bersama panitia shalat Idul Fitri di Perguruan Muhammadiyah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/24). (Istimewa/PWMU.CO)

Amirsyah menegaskan, betapapun banyaknya ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, akan tetapi setiap manusia bertekad untuk mempertahankan fitrah kemanusiaan dengan memperbaiki hubungan sesama manusia dan hubungan kepada Allah melalui shalat lima waktu.

“Pada prinsipnya dengan merayakan Idul Fitri, kita bersama-sama diajarkan untuk kembali kepada jati diri manusia,” ucap Amirsyah.

Kita ini, lanjutnya, makhluk yang sangat lemah sehingga membutuhkan pertolongan dan perlindungan Allah SWTuntuk bersandar di mana saja dan kapan saja. “Sebagai makhluk sosial, manusia sangat butuh kerja sama dan bantuan sesama manusia, khususnya orang-orang terdekat dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelas dia.

Maka itu, kata Amirsyah, keistimewaan Idul Fitri akan melahirkan nilai kemanusiaan dengan cara: pertama, menanamkan dimensi teosentris atau ketuhanan yang mengajarkan kepada umat agar manusia wajib hidup damai. 

“Konflik dalam bentuk genosida yang dilakukan Israel kepada Palestina di Gaza merupakan pengkhianatan nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.

Kedua, menanamkan dimensi antroposentris atau kemanusiaan (insaniah) agar manusia hidup berdasarkan wujud teosentris dan antroposentris. Memiliki nilai-nilai asasi yang bersifat ketuhanan dan kemanusiaan. 

Ketiga, dimensi alam (kauniah) bahwa alam diciptakan oleh Allah untuk dikelola manusia dengan baik agar terhindar dari perusakan lingkungan seperti mengeksploitasi tambang dengan rakus, tamak, dan lain-lain. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version