UKT, Uang Kuliah Terjangkau di Muhammadiyah

Dakwah Kultural
Prima Mari Kristanto: UKT, Uang Kuliah Terjangkau di Muhammadiyah

UKT, Uang Kuliah Terjangkau di Muhammadiyah; Oleh Prima Mari Kristanto

PWMU.CO –  Laman muhammadiyah.or.id memuat profil Universitas Muhammadiyah Maumere (Unimof) Nusa Tenggara Timur yang menawarkan kemudahan semaksimal mungkin agar masyarakat dapat memperoleh akses pendidikan tinggi.

Salah satu contohnya adalah memberi alternatif pembayaran uang kuliah dengan hasil bumi maupun komoditas pertanian. Dengan demikian, anak petani, nelayan, dan profesi apapun yang mengalami kesulitan ekonomi tetap dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Kampus yang masuk dalam kategori ‘Universitas Kristen Muhammadiyah’ ini juga memberi opsi pembayaran uang kuliah lewat cara diangsur selama enam tahun atau 72 kali masa cicilan (dibayar per bulan) tanpa bunga.

Pendidikan tinggi masih seperti kesempatan ‘mewah’ di Indonesia, terlebih lagi setelah muncul kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) pada sejumlah perguruan tinggi negeri milik pemerintah. 

Berdalih kenaikan biaya-biaya operasional, sejumlah perguruan tinggi negeri yang secara rutin mendapat dana dari pemerintah menaikkan UKT berkali lipat dari tahun sebelumnya. Kebijakan sejumlah PTN ini meskipun sebagian masih berupa usulan, bisa direvisi atau dibatalkan, tetapi telah membuat ciut nyali beberapa lulusan SMA dan SMK dari kalangan menengah dan bawah.

Tidak ketinggalan seorang pejabat kementerian pendidikan melontarkan pernyataan bahwa pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier karena program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah hanya 9 tahun meliputi SD, SMP,SMA/SMK.

Berita heboh tentang kenaikan UKT menjelang penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2024/2025 sebagai keputusan kurang bijaksana. Kabar kenaikan UKT telah mengaburkan fakta tentang sejumlah PTN yang tidak menaikkan UKT di tahun ajaran baru 2024/2025 yaitu Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Pajajaran, Universitas Syiah Kuala dan Universitas Terbuka.

Dari jumlah 184 PTN di Indonesia yang dibiayai negara hanya 3 persen PTN tidak menaikkan UKT, mayoritas PTN sejumlah 97 persen akan menaikkan UKT. Usulan dari pemerintah sejauh ini akan menggulirkan program pinjaman untuk mahasiswa (student loan) guna mengatasi kenaikan UKT. Dengan usulan tersebut pemerintah sepertinya “merestui” kenaikan UKT pada mayoritas PTN.

Laman resmi Universitas Airlangga unair.ac.id mengumumkan tidak menaikkan UKT. Direktur Keuangan Universitas Airlangga Dr Ardianto SE MSi Ak menyampaikan proporsi UKT hanya menyumbang kurang lebih 50 persen dari pendapatan Unair. Sisanya berasal dari dana hibah kementerian, APBN untuk gaji dosen dan tenaga kependidikan PNS, penghasilan dari kerja sama, serta badan usaha milik Unair.

Unair senantiasa berkomitmen untuk menjunjung tinggi transparansi keuangan. Masyarakat dapat mengakses laporan keuangan Unair melalui laman website yang tersedia. Komitmen terhadap Transparansi ikut menobatkan Universitas Airlangga sebagai PTN Terbaik di Indonesia tahun ini.

Selaras dengan Universitas Airlangga dan 6 PTN lainnya, perguruan tinggi Muhammadiyah tidak ikut-ikutan latah menaikkan biaya kuliah tinggi. Perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah sejauh ini berjumlah 172 almamater tersebar di seluruh penjuru Nusantara dari Aceh sampai Papua, baik di kota-kota besar, ibukota provinsi maupun kota-kota kabupaten. Perguruan tinggi Muhammadiyah sejauh ini belum ada yang gratis karena bukan milik pemerintah, tetapi mampu memberi beasiswa pada kalangan tertentu hingga gratis berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

Berbeda dengan mayoritas PTN yang menaikkan UKT—‘uang kuliah tunggal; jadi ‘uang kuliah tinggi’—perguruan tinggi Muhammadiyah konsisten dengan ‘uang kuliah terjangkau’ bagi peminat pendidikan tinggi. Muhammadiyah membuktikan kiprahnya dalam pendidikan tinggi, sekaligus menegaskan pentingnya pendidikan tinggi bagi masyarakat Indonesia di kota-kota besar juga kota-kota kecil. 

Pendidikan tinggi bukan hanya untuk menghasilkan pegawai negeri, BUMN, atau swasta besar sebagaimana paradigma selama ini. Dengan pemerataan pendidikan tinggi di seluruh pelosok nusantara beragam kalangan mulai pegawai negeri, petani, pedagang, wirausaha sampai ibu rumah tangga sekalipun berkesempatan meningkatkan kompetensi diri dan keilmuan.

Petani, nelayan, guru, wirausaha sampai ibu rumah tangga yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi pasti beda cara berpikirnya dengan lulusan SMP, SMA atau SMK. Lulusan pendidikan tinggi bisa menjadi ekskalator peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia di seluruh pelosok nusantara, bukan hanya di kota-kota besar saja. Bravo Perguruan tinggi Muhammadiyah. Wallahualambishawab. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version