Cendekiawan Muslim Mun’im Sirry Beri Kuliah Tamu di UMM, Kaji Hubungan Islam Klasik dan Kontemporer

Mun'im Sirry (tengah) menandatangani MoU dengan UMM saat memberikan kuliah tamu. (Abdus Salam/PWMU.CO)

PWMU.CO – Cendekiawan muslim Prof Mun’im Sirry memberikan kuliah tamu tentang keislaman di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Bertajuk “Dialektika Islam Historis dan Normatif dalam Merespons Isu-Isu Kontemporer”, acara berlangsung pada Selasa (11/6/2024) lalu.

Selain kuliah tamu, dalam kegiatan itu juga dilakukan penandatanganan MoU antara Universitas Muhammadiyah Malang dengan Prof Mun’im Sirry. Turut hadir sebagai pembicara Guru Besar Sosiologi Agama UMM Prof Dr Syamsul Arifin MSi.

Dalam ulasannya, Mun’im Sirry menjelaskan bahwa dalam memikirkan strategi kontemporer, penting untuk menghubungkan titik-titik antara Islam klasik dan kontemporer.

Menurut dia, untuk memahami Islam saat ini, kita harus memahami konteks historisnya. Sering kali, pentingnya belajar sejarah diabaikan, padahal sejarah memberikan landasan yang kuat.

Mun’im mengangkat dua pertanyaan penting yang muncul pada abad ke-19: “Apa bukti yang kita miliki bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang koheren?” dan “Seberapa yakin kita bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber-sumber tersebut akurat?”

“Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena dalam rentang sejarah, metode yang dikembangkan oleh sarjana modern sering kali tidak menggunakan sumber yang sezaman dengan peristiwa yang dikaji,” paparnya.

Lebih lanjut, dia menekankan bahwa temuan-temuan kontemporer lebih menguatkan iman kita. Dua sumber utama dalam kajian ini adalah Al-Qur’an dan sumber arkeologis, seperti prasasti Arab. Banyak penelitian menemukan bukti-bukti penting dari batu tulis yang menguatkan narasi sejarah Islam.

Dengan menggunakan metode kritik historis, kita bisa menyimpulkan banyak hal dari sumber-sumber yang ada.

Mun’im percaya bahwa dengan kesadaran historis yang kuat, iman kita akan lebih kokoh dan tidak mudah runtuh. Islam menjadi seperti yang kita saksikan sekarang terjadi secara bertahap.

“Dengan kajian historis kita bisa mengetahui mana Islam historis dan Islam normatif. Dialektika Islam historis dan normatif akan berubah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,” bebernya.

Sementara itu, Prof Dr Syamsul Arifin MSi memaparkan kajian tentang “Genealogi, Hibritas, dan Orientasi Pemikiran Keislaman Intelektual Muslim di Negeri Islam sebagai Minoritas.”

Dia menjelaskan bahwa Al-Qur’an dalam setiap isinya sangat kaya. Hidup di negara sebagai minoritas sangat menantang dan di beberapa tempat populasi muslim meningkat.

“Ada tiga faktor utama yang mempercepat pertumbuhan populasi muslim, yakni fertilitas, migrasi, dan konversi,” ujarnya.

Acara ini menunjukkan pentingnya kajian Islam historis untuk memperkuat iman dan memperdalam pemahaman kita terhadap Islam dalam konteks kontemporer. Mun’im Sirry menegaskan bahwa meskipun kritis, kajian tersebut tidak akan mencabut akar keimanan kita.

Kontributor: Abdus Salam Editor: AS

Exit mobile version