Introspeksi Diri Setelah Bulan Idul Adha

Introspeksi Diri Setelah Bulan Idul Adha. (Alfain Jalaluddin Ramadlan/PWMU.CO)

Artikel oleh Alfain Jalaluddin Ramadlan (Pengajar di Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan, Wakil Sekretaris LSBO PDM Lamongan, dan Ketua RPK PC IMM Lamongan).

PWMU.CO – Hari Raya Idul Adha adalah hari raya yang selalu dinantikan oleh umat Muslim. Waktu yang bertepatan dengan datangnya musim haji ini harus kita syukuri karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Hari Raya Idul Adha 1445 H/2024 M kali ini. Berbagai kebaikan ada di Hari Raya Idul Adha ini.

Namun, bulan Idul Adha tahun ini telah berlalu, meninggalkan jejak-jejak kebaikan dan kebahagiaan di hati setiap umat Muslim yang merayakannya.

Momen ini tidak hanya dikenal sebagai hari raya kurban, tetapi juga sebagai waktu yang penuh makna spiritual. Setelah menjalani serangkaian ibadah, termasuk penyembelihan hewan kurban yang dilambangkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt, kini saatnya kita melakukan introspeksi diri.

Introspeksi Diri

Emma Smith (2023), seorang jurnalis yang menulis berbagai artikel, menjelaskan bahwa introspeksi adalah mempertanyakan diri sendiri, menilainya untuk mengubah diri, dan menjadikan waktu lebih produktif.

Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa introspeksi diri adalah proses refleksi mendalam terhadap diri sendiri, mengevaluasi tindakan, niat, dan perasaan yang telah kita alami.

Hari Raya Idul Adha mengajarkan kita banyak hal, salah satunya adalah nilai pengorbanan. Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersedia mengorbankan putranya, Ismail ‘Alaihissalam, demi menjalankan perintah Allah Swt, kita diajarkan tentang ketaatan tanpa syarat dan keikhlasan yang tulus.

Sebagaimana dijelaskan dalam QS Ash-Shaffat ayat 102 sampai 109:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Kemudian dilanjutkan dalam ayat selanjutnya:

فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ

“Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah).”

وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُۙ

“Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim.”

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَاۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

“Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ

“Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar.”

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَۖ

“Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian.”

سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ

“Salam sejahtera atas Ibrahim.”

Oleh karena itu, setelah perayaan Idul Adha ini, sudah sepatutnya kita bertanya pada diri kita sendiri, sejauh mana kita mampu mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis memberikan empat poin yang harus kita lakukan setelah melewati bulan Idul Adha 1445 H:

Pertama, Renungkan tentang Pengorbanan

Apakah kita telah berkorban cukup untuk keluarga, teman, dan masyarakat sekitar? Pengorbanan tidak selalu berwujud materi atau fisik, tetapi juga bisa berupa waktu, tenaga, dan perhatian.

Dalam era yang serba sibuk ini, meluangkan waktu untuk orang-orang terdekat seringkali menjadi tantangan tersendiri. Namun, setelah Idul Adha, kita seharusnya lebih peka dan bersedia memberikan pengorbanan yang diperlukan demi kebaikan bersama.

Kedua, Evaluasi Keikhlasan dalam Beramal

Idul Adha mengajarkan tentang ikhlas, melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan apapun selain keridhaan Allah Swt. Sebagaimana hikmah dari ujian Allah Swt kepada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail ‘Alaihissalam adalah keikhlasan.

Keikhlasan merupakan kunci memperoleh ridha Allah dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Namun, dalam kenyataan sehari-hari, terkadang kita masih terjebak dalam keinginan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain.

Oleh karena itu, momen setelah Idul Adha ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki niat kita, memastikan bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan benar-benar didasari oleh niat yang tulus.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad. Hadits ini bersumber dari Umar bin Khattab RA.

Umar bin Khattab RA berkata pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi) wanita, maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut.”

Ketiga, Penilaian Terhadap Hubungan dengan Allah SWT

Seberapa sering kita mengingat-Nya dalam setiap langkah dan keputusan yang kita ambil?

Mendekatkan diri dan mengingat Allah Swt dengan cara berdzikir merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Dalam al-Qur’an, Allah Swt berfirman dalam QS al-Baqarah: 152:

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

“Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”

Dengan berdzikir, kita dapat merasakan kehadiran Allah Swt yang lebih dekat dan lebih intens.

Oleh karena itu, bulan Idul Adha seharusnya mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan spiritual yang kuat dengan Sang Pencipta (Allah Swt).

Meningkatkan kualitas ibadah, seperti shalat, membaca al-Qur’an, dan dzikir, adalah langkah nyata yang bisa kita ambil untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Keempat, Memperbaiki Hubungan dengan Sesama Manusia

Memaafkan kesalahan orang lain, menjalin silaturahmi, dan membantu mereka yang membutuhkan adalah bagian dari ajaran Islam yang perlu kita tegakkan.

Karena jika kita memutuskan tali silaturahmi maka akan terancam dosa dan akan mendapatkan balasannya dari Allah Swt. Seperti hadits Rasulullah Saw,

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ

“Tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan balasannya bagi para pelakunya di dunia -bersama dosa yang disimpan untuknya di akhirat- daripada perbuatan zalim dan memutus silaturahmi.” (HR Abu Daud).

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw mengingatkan ancaman Allah Swt yang akan memutuskan hubungan dengan hamba yang tidak mempertahankan silaturahmi.

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ‏:‏ أَنَا الرَّحْمَنُ، وَأَنَا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنَ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ

“Allah Swt yang Maha Besar dan Maha Kuasa berfirman.” Aku adalah yang Maha Pengasih (Ar-Rahman). Aku membuat ikatan persaudaraan dan memberinya nama dari namaKu. Jika siapa saja mempertahankan ikatan silaturahmi, maka mempertahankan hubungan dengannya. Dan Aku akan memutus hubungan dengan siapa saja yang memutuskan silaturahmi.” (Disebut dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad).

Oleh sebab itu, setelah menjalani Idul Adha ini, kita harus lebih peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, berusaha untuk menjadi sumber kebaikan di lingkungan kita.

Dalam proses introspeksi ini, mari kita ingat bahwa perubahan tidak akan datang secara instan. Membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik memerlukan waktu, usaha, dan doa yang konsisten.

Namun, dengan niat yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, insya Allah, kita akan mampu menjalani hidup yang lebih bermakna dan membawa manfaat bagi diri sendiri serta orang lain.

Oleh karena itu, Idul Adha telah memberikan kita pelajaran berharga tentang pengorbanan, keikhlasan dan ketaatan. Kini, saatnya kita mengambil hikmah dari perayaan tersebut untuk melakukan introspeksi diri, memperbaiki kekurangan dan bertekad menjadi pribadi yang lebih baik.

Semoga Allah Swt senantiasa membimbing langkah kita dalam mencapai keridhaan-Nya.

Editor Azrohal Hasan

Exit mobile version