
Oleh Nurkhan – Kepala MI Muhammadiyah 2 Campurejo Panceng Gresik
PWMU.CO – Keluarga besar Muhammadiyah menyampaikan selamat atas hari lahir (harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa telah menjadi saksi bagaimana peran dan kontribusi nyata NU dalam perjuangan kemerdekaan dan membangun Indonesia pasca merdeka.
Harlah NU
Dalam hitungan kalender hijriyah, Nahdlatul Ulama (NU) telah mencapai usia yang ke-102. Menjadi perjalanan panjang yang menandai dedikasi luar biasa dalam menjaga, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Sejak berdiri pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) dengan tokoh pendirinya KH Hasyim Asy’ari, NU telah menjadi benteng moderasi Islam di Indonesia. NU mampu memadukan nilai-nilai keislaman dengan kebangsaan, serta memperjuangkan kesejahteraan umat dalam berbagai aspek kehidupan.
Harlah ke-102 ini tidak sekadar menjadi perayaan, tetapi juga momentum refleksi bagi NU untuk meneguhkan kembali peran dan misinya pada era yang penuh tantangan baru.
Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, NU harus terus beradaptasi dengan dinamika zaman tanpa kehilangan akar tradisi yang menjadi identitasnya. Tantangan NU semakin kompleks. Digitalisasi telah mengubah cara masyarakat memperoleh dan menyebarkan informasi, termasuk dalam hal keagamaan.
Arus informasi yang begitu deras di media sosial sering kali justru oleh kelompok tertentu untuk menyebarkan paham ekstremisme dan hoaks yang berpotensi menyulut perpecahan. Karena itu, NU harus semakin aktif dalam dakwah digital untuk menyebarkan Islam yang santun, damai, dan toleran.
Selain itu, tantangan ekonomi dan pendidikan juga perlu menjadi perhatian utama. NU telah memiliki berbagai lembaga pendidikan, mulai dari pesantren hingga perguruan tinggi, yang berperan dalam mencetak generasi intelektual Muslim yang berwawasan luas.
Ke depan, NU perlu lebih progresif dalam membangun ekosistem pendidikan berbasis teknologi dan kewirausahaan. Pesantren dan madrasah di bawah naungan NU harus mulai mengadopsi konsep “Pesantren 5.0”. Yakni lembaga pendidikan Islam yang tidak hanya berbasis kitab kuning, tetapi juga mampu membekali santri dengan keterampilan digital, ekonomi kreatif, dan kewirausahaan berbasis syariah.
NU perlu berinovasi dalam berbagai aspek, antara lain:
Membangun Platform Digital. NU perlu memiliki platform digital yang kuat, yang tidak hanya dalam bentuk website. Tetapi juga aplikasi interaktif yang menyediakan kajian keislaman, konsultasi keagamaan, hingga marketplace halal berbasis komunitas NU. Dengan ini, NU bisa menjangkau lebih banyak umat, terutama generasi muda yang lebih aktif di dunia digital.
Mendorong Ekonomi Berbasis Pesantren. NU memiliki jaringan pesantren yang sangat luas. Dengan dukungan teknologi dan akses pasar yang lebih luas, pesantren dapat menjadi pusat pengembangan ekonomi berbasis syariah. Misalnya dengan membangun “Pesantrenpreneur“, yaitu program yang mendorong santri untuk belajar dan terlibat dalam bisnis kreatif berbasis syariah. Antara lain agribisnis halal, industri halal, dan ekonomi digital.
Meningkatkan Peran NU dalam Diplomasi Global. Sebagai organisasi Islam terbesar, NU dapat menjadi jembatan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam wasathiyah (moderat) ke dunia internasional. Terutama dalam membangun harmoni antaragama dan menyelesaikan konflik berbasis keagamaan.
Gerakan NU Hijau: Islam Ramah Lingkungan
Isu lingkungan semakin menjadi perhatian dunia. NU bisa menginisiasi gerakan “NU Hijau” dengan program yang mampu menggerakkan pesantren, masjid, dan warga NU untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengelola sampah, menanam pohon, dan mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin harus juga menjadi solusi bagi keberlanjutan lingkungan.
Sebagai organisasi yang memiliki pengaruh besar di Indonesia, NU memiliki tanggung jawab moral untuk terus menjaga persatuan dan kebangsaan. Di tengah kondisi sosial politik yang dinamis, NU harus tetap menjadi perekat bangsa, menolak segala bentuk polarisasi, dan terus menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai bagian dari komitmen kebangsaan.
Melalui berbagai program berbasis komunitas, NU bisa semakin memperkuat perannya. Sebagai organisasi yang tidak hanya besar secara kuantitas, tetapi juga berkualitas dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Harlah ke-102 ini harus menjadi titik tolak bagi NU untuk semakin maju, inovatif, dan berdaya saing dalam menghadapi tantangan zaman. NU harus mampu menjaga keseimbangan antara mempertahankan tradisi dan mengadopsi inovasi. Dengan semangat Islam rahmatan lil ‘alamin, NU dapat terus menjadi cahaya bagi umat Islam, bangsa Indonesia, dan dunia.
Selamat Harlah NU ke-102! Semoga semakin kokoh dalam membimbing umat menuju kehidupan yang lebih baik, sejahtera, dan penuh keberkahan.
Editor Notonegoro