
PWMU CO —Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Kwartir Wilayah (Kwarwil) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Jawa Timur di kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Sabtu (1/2/2025), bukan sekadar forum membahas laporan dan strategi organisasi.
Di tengah keseriusan diskusi, suasana mendadak berubah menjadi lebih santai dan penuh tawa berkat kisah seekor katak dan selembar uang seratus ribu yang disampaikan oleh Ustadz Zainul Muslimin, Bendahara PWM Jawa Timur.
Teka-Teki Sang Katak: Logika atau Intuisi?
Dengan penuh semangat, Ustadz Zainul maju ke depan, menggenggam tiga lembar uang: pecahan seratus ribu, lima puluh ribu, dan lima ribu rupiah.
“Siapa yang bisa menjawab teka-teki ini, dapat hadiah,” katanya sambil mengangkat uang itu tinggi-tinggi.
Peserta langsung fokus. Teka-teki? Hadiah? Ini pasti menarik.
“Kuis ini bukan kaleng-kaleng. Sulit luar biasa. Banyak profesor saja tidak bisa menjawab,” lanjutnya, memberikan psywar yang membuat peserta semakin penasaran.
Lalu, teka-teki pun dilemparkan:
“Seekor katak hendak menyeberangi sungai. Lebarnya 1,2 kilometer. Arus sungai 5 km/jam. Panjang lompatan katak 50 cm. Pertanyaannya, berapa kali katak harus melompat agar tiba di seberang?”
Wajah-wajah peserta tampak berpikir keras. Menghitung dalam hati. Mengernyitkan dahi.
Sebelum yang lain sempat menjawab, seorang peserta bernama Mas Ernam langsung mengangkat tangan.
“Ya, Mas Ernam. Berapa jawabannya?” tanya Ustadz Zainul.
“Dua kali,” jawabnya mantap.
Seisi ruangan terkejut. Dua kali? Bagaimana mungkin?
“Lho, kok dua?” Ustadz Zainul mengernyitkan dahi, tak percaya.
“Iya, Ustadz. Satu kali melompat turun ke air, satu kali melompat naik ke daratan.”
“Tapi kan jaraknya jauh. Lompatan katak cuma 50 cm. Sisanya bagaimana?”
“Berenang,” jawab Mas Ernam santai.
Dan meledaklah tawa di ruangan itu. Suasana yang sebelumnya tegang berubah riuh dengan tepuk tangan.

Pelajaran dari Selembar Uang Seratus Ribu
Setelah tawa mereda, Ustadz Zainul kembali mengangkat uang yang dijanjikan.
“Baiklah, Mas Ernam. Pilih yang mana?” tanyanya sambil menyodorkan tiga pilihan: seratus ribu, lima puluh ribu, atau lima ribu rupiah.
Tanpa ragu, Mas Ernam langsung mengambil pecahan seratus ribu.
“Kenapa pilih yang ini?” tanya Ustadz Zainul.
“Karena nilainya paling besar,” jawabnya lugas.
Ustadz Zainul tersenyum dan mengangguk puas. Kemudian, dengan nada penuh makna, ia berkata:
“Nah, itu dia. Kalau ingin dipilih, dicari, dan dihormati orang, jadilah yang paling bernilai, yang paling berharga.”
Sekali lagi, ruangan hening. Bukan karena bingung, tetapi karena semua peserta sedang mencerna pesan mendalam dari peristiwa sederhana itu.
Jadilah Seperti Uang Seratus Ribu
Hari itu, Rakerwil HW Jawa Timur bukan hanya membahas strategi organisasi. Lebih dari itu, para peserta mendapat pelajaran hidup yang berharga:
Ketika menghadapi tantangan, berpikirlah di luar kebiasaan. Seperti katak yang tak perlu melompat 1,2 kilometer, kita juga bisa mencari solusi lain untuk mencapai tujuan.
Jadilah pribadi yang bernilai. Seperti uang seratus ribu, orang yang memiliki kualitas, kontribusi, dan keunggulan akan lebih dihargai dan dicari oleh banyak orang.
Di tengah kesibukan rapat kerja, sebuah kisah sederhana tentang katak dan selembar uang seratus ribu mengajarkan bahwa nilai seseorang bukan ditentukan dari keberadaannya saja, tetapi dari seberapa besar manfaat dan peran yang ia berikan dalam kehidupan ini. (*)
Penulis Moh. Ernam Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan