
Menteri Dikdasmen RI, Prof Dr Abdul Mu’ti, saat mengisi Tabligh Akbar di Universitas Muhammadiyah Malang, Jumat (7/2/2025). (Khoen Eka/PWMU.CO).
PWMU.CO – Tiga ciri muslim berkemajuan terbahas oleh Prof Dr Abdul Mu’ti MEd pada acara Tabligh Akbar oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Dome UMM menjadi tempat berlangsungnya kegiatan tabligh akbar pada Jumat (7/2/2025) dengan pembicara Prof Mu’ti tersebut.
Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI di Kabinet Merah Putih ini menyampaikan pentingnya melakukan internalisasi nilai Islam dalam membentuk karakter muslim berkemajuan.
Islam dari Dimensi Nilai
“Nilai adalah sesuatu yang memberikan makna dan dorongan untuk senantiasa melakukan sesuatu yang bermanfaat. Dengan nilai kita bisa menemukan jawaban mengapa kita beragama dan berbuat baik dalam kehidupan” terang Prof Mu’ti. “
Ketika memahami Islam dari dimensi nilai, ujar Mu’ti, seseorang bisa mengaktualisasikan Islam sebagai substansi yang bisa diterima oleh semua warga masyarakat.
Risalah Islam Berkemajuan merupakan cita-cita tentang bagaimana Islam, dalam pandangan Muhammadiyah, dapat memancarkan pencerahan bagi kehidupan, termasuk dalam ranah emansipasi dan humanisasi.
Ciri utama Islam Berkemajuan yang menjadi nilai dan landasan bagi Muslim Berkemajuan adalah Islam yang berlandaskan tauhid yang murni, di mana nilai-nilai tauhid melekat di dalamnya.
“Di dalam nilai tauhid ada penegasan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tauhid murni menumbuhkan jiwa yang merdeka. Tidak takut pada siapapun, karena meyakini yang benar adalah benar” tuturnya.
“Nilai ini menumbuhkan jiwa egalitarian, yaitu nilai kesatuan manusia. Bahwa, semua manusia itu sama, tidak ada perbedaan,” jelas Prof Mu’ti.
“Perbedaan suku, bahasa, warna kulit, itu adalah sunatullah. Allah melihat manusia berdasarkan takwanya, bukan dari penampilan fisiknya. Islam menggeser pandangan bahwa kedudukan manusia dilihat dari kulitnya atau nasabnya” tegasnya.
Lebih lanjut, Mu’ti menjelaskan bahwa ada hubungan yang erat antara iman dengan kemerdekaan, seperti terdapat dalam pembukaan UUD 45.
Manusia lahir sebagai sosok yang merdeka. Maka penjajahan bertentangan dengan tauhid. Segala bentuk feodalisme dan neofeodalisme bertentangan dengan tauhid.
Tauhid mendorong manusia untuk maju dari prestise ke arah prestasi. Dengan nilai egalitarian, kita bisa berinteraksi dengan siapapun dengan mudah karena kedudukan kita sama.
Tiga Ciri Muslim Berkemajuan
Muslim berkemajuan adalah muslim yang bertauhid kuat, sehingga dia mau berinteraksi dengan siapapun, terbuka, optimis, percaya diri, dan selalu berusaha menjadi lebih baik di masa depan.
Muslim berkemajuan berusaha memiliki ilmu pengetahuan tinggi, memiliki sikap positif terhadap ilmu. Manusia dengan ketakwaan tertinggi adalah mereka yang berilmu, yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.
“Iman dan ilmu harus diwujudkan dengan amal yang nyata. Ilmu amaliyah, yaitu ilmu yang bermanfaat. Amal usaha adalah bentuk konkret amal saleh. Misalnya: panti asuhan, rumah sakit, dan sekolah” jelas Prof Mu’ti.
“Amal usaha adalah bentuk pelembagaan amal saleh, usaha juga adalah aktualisasi dari amal saleh. Karenanya, harus ada diversifikasi amal usaha.
Selain itu, lanjut Mu’ti, amal usaha adalah objektifikasi amal saleh. Maka, amal usaha harus bisa menerima siapapun, dari kalangan manapun.
Prof Mu’ti selanjutnya menegaskan ada tiga ciri muslim berkemajuan. Pertama, muslim serba tahu. Artinya adalah muslim yang berilmu, berpengetahuan luas, dan mau terus belajar.
Kedua, muslim yang serbabisa. Dalam hal ini bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat melalui berbagai amal saleh dan amal usaha yang dimilikinya.
Ketiga, muslim yang rendah hati. Muslim yang rendah hati adalah muslim yang menghargai orang lain dan dapat berinteraksi dengan semua kalangan.
Sebagai kesimpulan, bangsa yang unggul adalah bangsa yang beriman dan berilmu. Allah akan memuliakan orang-orang yang beriman dan berilmu.
Bangsa berilmu memiliki martabat yang tinggi, namun ilmu saja tidak cukup, karena harus dilandasi dengan iman yang kuat.
Penulis Khoen Eka, Editor Danar Trivasya Fikri