
Oleh Dr Anwar Hariyono, SE, MSi – Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Gresik
PWMU.CO – Perbincangan tentang DeepSeek AI cukup menyita perhatian para pegiat teknologi, khususnya yang menggemari bidang AI (Artificial Intelligence). AI selama ini dikuasai raksasa teknologi seperti OpenAI, Google, Antrophic, ataupun Meta. Kemunculan DeepSeek asal China telah menggoncang dunia AI secara tiba-tiba. Terlebih lagi, DeppSeek tidak sekedar menjadi penghuni baru dalam dunia AI, tetapi suka sukses mengungguli ChatGPT di berbagai platform.
Model AI ini mampu menduduki puncak Apple App Store di AS hanya dalam kurun seminggu, dan sukses melampaui ChatGPT yang selama ini menyajikan aplikasi gratis dan yang paling banyak diunduh. Keberhasilan DeppSeek sukses memicu pasar saham bergejolak. Nilai saham perusahaan seperti Nvidia, Microsoft, dan Meta mengalami penurunan. Investor menjadi khawatir jika AI yang lebih murah ini berpotensi mengubah dinamika industri semikonduktor dan infrastruktur cloud.
Kunci Keunggulan DeepSeek
Kemunculan DeepSeek tidak sekedar mengusik dominasi teknologi Barat, tapi juga sebagai penanda terjadinya revolusi diam-diam (silent revolution). Karena DeepSeek menyuguhkan AI yang lebih ringan dan lebih murah daripada teknologi AI dari Barat. DeepSeek yang dikembangkan dengan prinsip sparsity yang memungkinkan lebih sedikit sumber daya komputasi, tapi tidak mengorbankan akurasi.
Hal ini berbeda dengan model AI yang membutuhkan infrastruktur superkomputer mahal. Dengan biaya lebih rendah, DeepSeek tetap mampu menghasilkan teks dan kode dengan tingkat kecerdasan tinggi.
Strategi ini memungkinkan DeepSeek menjadi alternatif pilihan bagi perusahaan dan pengembang. Hadirnya DeepSeek benar-benar menjadi pesaing tangguh bagi ChatGPT, Claude AI, dan Gemini. Dengan pendekatan open-source, DeepSeek membuka peluang lebih luas bagi para inovator untuk mengembangkan teknologi AI secara independen, tanpa ketergantungan pada infrastruktur mahal yang dikendalikan oleh segelintir perusahaan besar.
Keberhasilan ini juga menarik perhatian Microsoft, yang kini mulai memasukkan DeepSeek-R1 ke dalam katalog AI di platform Azure dan GitHub. Langkah ini menandakan Microsoft mulai mendiversifikasi sumber AI mereka, yang selama ini bergantung pada OpenAI.
Si jenius muda DeepSeek
Kesuksesan DeepSeek dalam dunia AI tidak bisa lepas dari sosok inovator muda bernama Luo Fuli. Namanya pun mencuat sebagai “AI Prodigy”. Luo Fuli merupakan ahli Natural Language Processing (NLP) yang berperan besar dalam pengembangan DeepSeek-V2, pesaing terberat ChatGPT. Sebagai peneliti di Alibaba DAMO Academy, Luo Fuli terlibat dalam pengembangan VECO, model pembelajaran multibahasa, serta berkontribusi pada proyek open-source AliceMind. Keahliannya semakin dikenal hingga akhirnya direkrut oleh DeepSeek pada 2022. Kinerja gemilangnya di DeepSeek membuat namanya semakin diperhitungkan. Bahkan, pendiri Xiaomi, Lei Jun, menawarkan paket kompensasi tahunan sebesar 10 juta yuan untuk menariknya bergabung.
Keberhasilan DeepSeek memicu respons cepat CEO OpenAI, Sam Altman, yang kabarnya harus pula mempercepat peluncuran model terbaru untuk menghadapi ancaman DeepSeek. Artificial Analysis melaporkan bahwa model DeepSeek-R1 telah melampaui model AI dari Google, Meta, dan Anthropic dalam berbagai tolok ukur kualitas. Dengan kata lain, DeepSeek bukan sekadar alternatif murah, tetapi benar-benar telah menjadi ancaman nyata bagi dominasi OpenAI.
Titik lemah DeepSeek
Meski mengesankan, DeepSeek ternyata belum sempurna. Dalam pengujian pemrograman, meski DeepSeek mampu menulis plugin WordPress dan memperbaiki bug kode, DeepSeek masih tertinggal dalam tugas yang lebih kompleks. Misalnya saat integrasi dengan AppleScript dan Keyboard Maestro, DeepSeek terkadang masih verbose (bertele-tele) dalam menjawab pertanyaan. Juga cenderung menghasilkan teks yang panjang, kurang efisien dibandingkan dengan ChatGPT.
Fatalnya lagi terkait keamanan data. DeepSeek menyimpan informasi pengguna pada server yang berbasis di China. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi negara-negara yang berkepentingan dengan keamanan siber dan regulasi privasi.
The Coming Wave: Bahaya AI tanpa lendali?
Dalam bukunya The Coming Wave (2023), Mustafa Suleyman memperingatkan bahwa AI seperti DeepSeek bukan hanya soal inovasi dan efisiensi. AI juga dapat menjadi alat yang mampu menggeser keseimbangan geopolitik dan ekonomi global.
Sorotannya tentang fenomena “The Containment Problem” — tantangan dalam mengendalikan teknologi yang berkembang terlalu cepat —, jika tidak diatur dengan baik maka AI bisa menjadi alat untuk mempercepat ketimpangan digital dan penyebaran disinformasi.
“Teknologi AI tidak bisa dihentikan, tetapi kita harus menemukan cara untuk mengendalikannya sebelum ia mengendalikan kita,” tulis Suleyman.
DeepSeek membuktikan bahwa inovasi AI tidak lagi hanya datang dari Silicon Valley. Dengan strategi murah, efisien, dan open-source, AI asal China ini membuka peluang lebih banyak pihak untuk mengakses teknologi canggih tanpa ketergantungan pada raksasa teknologi Barat. Hanya saja, masa depan DeepSeek masih dipenuhi dengan tantangan, dari keamanan data hingga persaingan regulasi internasional. Jika mampu mengatasi kendala ini, DeepSeek bisa menjadi pemain utama dalam revolusi AI. Revolusi AI memang belum berhenti, dan DeepSeek bisa menjadi salah satu penggerak utamanya.
Editor Notonegoro