
Oleh M Ainul Yaqin Ahsan – MTT PDM Lamongan
PWMU.CO – Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan kontribusi yang luar biasa dalam berbagai bidang. Utamanya bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Dengan memiliki lebih dari 5.345 sekolah, 163 perguruan tinggi, serta ratusan rumah sakit dan klinik, peran Muhammadiyah dalam mencerahkan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak perlu memantik keraguan.
Meski demikian, rasa bangga kita akan peran besar Muhammadiyah tersebut, janganlah menjadikan kita lupa tempat berpijak. Dengan kata lain, kita tidak boleh sombong atau takabur dengan pencapaian yang luar biasa itu. Hal ini penting dilakukan dalam rangka untuk menjaga harmoni sosial kebangsaan dan menghindari terjadinya keretakan hidup berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah Tidak Bisa Berdiri Sendiri
Mungkin ada beberapa orang yang sering berkata, misalnya, “Indonesia tanpa Muhammadiyah bisa apa?” Atau bahkan “Muhammadiyah bisa mandiri tanpa pemerintah“. Narasi seperti ini terdengar heroik, namun sesungguhnya sangat berlebihan. Dan tentunya bisa melukai hati banyak pihak. Muhammadiyah memang besar, tetapi kita tetap hidup dalam ekosistem Indonesia yang lebih luas.
Satu diantara faktor yang membuktikan bahwa Muhammadiyah mungkin berdiri sendiri adalah tetap bergantung pada regulasi dan kebijakan pemerintah. Sekolah-sekolah Muhammadiyah tetap menerima atau membutuhkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disalurkan dari APBN. Utamanya sekolah-sekolah level menengah ke bawah, yang sumber pembiayaannya pas-pasan. Bisa dibayangkan bagaimana jika dana BOS dihentikan? Berapa sekolah yang akan kesulitan bertahan hidup?
Juga misalnya pada bidang Kesehatan. Rumah Sakit Muhammadiyah tetap wajib mengikuti regulasi nasional, baik dalam izin operasional, sistem BPJS Kesehatan hingga peraturan tenaga medis. Tanpa regulasi pemerintah, operasional layanan kesehatan Muhammadiyah bisa terganggu atau bahkan sulit untuk bertahan.
Selain itu, meskipun akhir-akhir ini sering diberitakan Muhammadiyah memiliki kekayaan Rp 400 triliun, sebagian besar merupakan dalam bentuk aset tanah dan properti, bukan uang tunai yang bisa langsung digunakan. Bahkan jika dibandingkan dengan APBN Indonesia yang mencapai lebih dari Rp 3.000 triliun per tahun, nilai aset Muhammadiyah masih jauh lebih kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara finansial, Muhammadiyah tetap membutuhkan sistem ekonomi nasional agar dapat menjalankan amal usahanya dengan baik.
Muhammadiyah bukan organisasi yang berdiri terpisah atau menandingi negara. Sebaliknya, Muhammadiyah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan Indonesia, turut serta dalam pembangunan negeri ini. Indonesia adalah tempat Muhammadiyah berdakwah, sebagaimana seorang guru membutuhkan sekolah sebagai tempat mengajar. Tidak ada individu atau organisasi yang lebih besar dari tempatnya bernaung. Ibaratnya dalam dunia sepak bola, tidak ada pemain bola yang lebih besar dari klubnya.
Karena itu, penting bagi kader-kader terbaik Muhammadiyah untuk tetap aktif dalam pemerintahan, agar bisa memperjuangkan kepentingan umat dan memastikan adanya kebijakan yang mendukung nilai-nilai Islam dan kesejahteraan masyarakat. Meski sering menghadapi tantangan, stigma, atau konfrontasi dari berbagai pihak, termasuk oposisi. Kehadiran kader Muhammadiyah di pemerintahan adalah bagian dari dakwah dan perjuangan untuk kebaikan bangsa.
Banggalah secara wajar
Muhammadiyah memang telah menjadi kebanggaan umat Islam Indonesia, bahkan kebanggaan warga bangsa. Meski demikian, warga Muhammadiyah haruslah tetap rendah hati. Sebesar-besarnya dan sekuat-kuatnya Persyarikatan ini, tetaplah membutuhkan pemerintah melalui regulasi, kebijakan dan dukungan sistem negara untuk bisa terus menjalankan perannya.
Mari kita bangga dengan Muhammadiyah secara wajar dan proporsional. Jangan sampai kebanggaan itu berubah menjadi boomerang yang merusak. Tidak perlu ada kalimat-kalimat seperti yang saya sebutkan diatas. Muhammadiyah dan Indonesia adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan, dan bersama-sama kita bisa membangun negeri ini dengan menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam sehingga terwujud masyarakat Islam (Islamic society) yang sebenar-benarnya. (*)
Editor Notonegoro