
PWMU.CO – Sebagai pengantar meskipun telat, atas nama pribadi menghaturkan selamat Idul Fitri 1446 Hijriyah, mohon maaf lahir dan bathin. Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kita, mengampuni dosa-dosa kita dan mengabulkan semua hajat baik kita, aamiin…
Dalam momentum Idul Fitri nan fitri, sejenak kita merenungi tentang beratnya memaafkan.
Saudaraku yang berbahagia dimanapun berada, Allah berfirman dalam QS Asy Syura ayat 40 tentang fenomena beratnya hati memberi memaaf. Maka sebagai balasannya Allah mengganjarnya dengan kebaikan dan kelapangan hati.
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَاۚ فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim” (QS Asy Syura: 40).
Dalam QS Al Hijr ayat 85, Allah memerintahkan kepada kita untuk menjadi seorang pemaaf. Bahkan tidak berhenti hanya sampai hal tersebut, Allah juga menuntun kita untuk melakukannya dengan cara yang baik dan indah.
فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيْلَ
“Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik (QS Al Hijr: 85).
Luar biasa bukan?
Dalam ayat lain Allah berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
“Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh” (QS. Al A’raf: 199).
Ayat tersebut mengajarkan kita untuk menjadi manusia-manusia cerdas, berjiwa luar biasa, dan menjadi pribadi yang pemaaf.
Di antara hal yang perlu kita fahami, ketika kita menjadi seorang pemaaf maka sesungguhnya kita sedang menampilkan kesempurnaan diri karena menampakkan keluhuran sifat Allah pada diri. Allah Azza wa Jalla adalah Dzat Yang Maha Pengampun, sebagaimana firmanNya dalam QS An Nisa ayat 149.
اِنْ تُبْدُوْا خَيْرًا اَوْ تُخْفُوْهُ اَوْ تَعْفُوْا عَنْ سُوْۤءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيْرًا
“Jika kamu menampakkan atau menyembunyikan suatu kebaikan atau memaafkan suatu kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa” (QS An-Nisa: 149).
Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa diantara ciri seorang mukmin adalah menjadi pribadi yang pemaaf.
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134).
Masih banyak lagi ayat-ayat lain tentang menjadi pribadi yang pemaaf. Salah satu hadis Rasulullah Muhammad yang kurang lebih bermakna “tidaklah manusia itu disebut kuat karena ia hebat atau juara dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan amarah walau sebenarnya ia mampu menunjukkan dan melampiaskan amarahnya tersebut”. Dari sini kita memperoleh pelajaran bahwa menjadi pemaaf merupakan hal yang sangat sulit jika hati tak ada sifat sabar sekaligus pemaaf.
Karena itu, pada momentum Idul Fitri ini, saya yakin sepenuhnya bahwa kita semua telah berusaha meminta maaf kepada keluarga, orang tua, sanak saudara, tetangga. Atau bahkan juga kepada guru, teman, murid dan lain sebagainya. Sebaliknya kita juga membersihkan hati dengan memaafkan semua kesalahan-kesalahan mereka.
Meminta maaf pada dan untuk diri
Namun ada hal yang juga sangat penting, yaitu “sudahkah kita meminta maaf pada diri kita dan memaafkannya?”
Sengaja atau tidak sengaja, kita adalah pribadi yang sering kali berlaku dzalim pada diri sendiri (dzalimun li nafsih). Ada begitu banyak kedzaliman yang telah kita lakukan, begitu banyak hak-hak diri yang kita langgar, kebutuhan diri yang kita abaikan, baik fisik maupun mental, baik jasmani maupun ruhani.
Sama seperti saat lapar ia butuh makan, saat ngantuk ia butuh tidur. Tubuh juga butuh ketenangan lahir dan batin, selain duniawi dan ragawi tubuh juga butuh asupan ruhani dan ukhrawi. Tubuh butuh makanan yang halal tak hanya sekedar yang mengenyangkan bergizi dan menyehatkan.
Otak dan akal kita butuh tafakkur bi dzatillah, tafakkur ala nikmatillah. Hati kita juga butuh bidzikrillah agar senantiasa mendapatkan ketenangan batiniyah (tathmainul qulub) agar menjadi hati yang bersih suci (qalbun salim). Agar mendapatkan sebuah bentuk kebahagiaan yang hakiki, karena merasa dekat dan cinta kepada Tuhannya serta yakin dicintai dan diridhoi oleh Penciptanya.
Meminta maaflah pada diri sendiri, dan mintakan maaf pada “Pencipta” diri ini. Ingatkah kita pada Nabiyullah Adam As atas kelalaian dan kesalahannya? Beliau memandang bahwa ketidak-taatan adalah bentuk kedzaliman pada diri sendiri. Mintalah maaf pada diri dan mintakan maaf untuk diri sendiri, sebagaimana ketulusan Nabi Adam dalam penyesalan dan doa yang diabadikan dalam Alquran.
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi”.
Di hari nan fitri ini, Mudah-mudahan Allah mengampuni semua salah dan dosa kita. Semoga kita kembali menjadi manusia-manusia yang fitrah, yang terbebaskan dari noda dosa setahun yang telah purna. Selepas berpuasa sebulan lamanya dan saling maaf-memaafkan diantara sesame/
Taqabballahu minna waminkum. Taqabbal ya kariim… (*)
Editor Notonegoro