
PWMU.CO – Di antara lantunan ayat-ayat suci yang dihafalnya dengan penuh cinta, Nabilah Ratnaduhita Putri Kuswanto, siswi SMA Muhammadiyah 3 Tulangan, Sidoarjo (Smamuga) menanamkan satu keyakinan sejak kecil: mimpi boleh setinggi langit, asalkan setiap langkah tetap berpijak pada nilai dan doa. Kini, keyakinan itu mengantarkannya pada salah satu pencapaian terbesar dalam hidupnya.
Gadis kelahiran Surabaya, 14 Agustus 2006, itu resmi diterima di Universitas Airlangga (Unair) melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025. Ia tak sekadar lolos, tetapi berhasil meraih Golden Ticket dari Universitas Airlangga untuk melanjutkan studi di Program S1 Bahasa dan Sastra Inggris, jurusan impiannya sejak lama.
“Saya sempat tidak percaya. Saat nama saya disebut di live YouTube Unair, rasanya seperti mimpi. Saya langsung sujud syukur,” kenang Nabilah saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu (19/4/2025).
Sejak kecil, al-Quran menjadi teman akrabnya. Ia tumbuh di tengah lingkungan yang sederhana, tapi penuh kasih sayang. Ayahnya seorang karyawan swasta, ibunya senantiasa menjadi pilar kekuatan di rumah. Sebagai anak tunggal, Nabilah tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan nilai-nilai spiritual.
“Tiap kali saya mau berangkat sekolah, mama selalu bilang, ‘Niat karena Allah, Nak. Apa pun yang kamu dapat, pasti yang terbaik dari-Nya’,” tuturnya.
Di Smamuga, tempat ia menempuh pendidikan selama tiga tahun terakhir, Nabilah dikenal bukan hanya sebagai siswi berprestasi. Ia adalah hafidzah tujuh juz, pengisi acara pembacaan al-Quran di setiap momen penting sekolah, serta murid yang tetap rendah hati meski kerap menyabet berbagai kejuaraan.
Di tahun 2022, ia meraih juara dua lomba tahfidz tingkat nasional dalam ajang Muhammadiyah Education Awards. Tahun berikutnya, ia melaju ke final lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional yang diadakan oleh Universitas Brawijaya, bukan hanya sekali, tapi dua kali berturut-turut.
Namun bagi Nabilah, semua pencapaian itu bukan tujuan akhir. Itu adalah bekal. Bekal menuju impiannya: menjadi pendidik, seseorang yang menanamkan ilmu dan nilai hidup pada generasi setelahnya.
“Saya ingin jadi guru atau dosen. Ilmu adalah cahaya, dan saya ingin menjadi bagian dari cahaya itu. Tapi saya juga ingin tetap menjaga hafalan saya. Al-Quran sudah jadi bagian dari hidup saya,” ucapnya lembut.
Saat pengumuman SNBP keluar, banyak teman yang senang, namun ada pula yang belum berhasil. Nabilah tidak sekadar merayakan, ia juga hadir memberi semangat.
“Jangan berhenti hanya karena satu pintu tertutup. Masih banyak jalan lain yang Allah bukakan. Kita hanya perlu terus melangkah, sambil berdoa,” katanya, memberi pesan bagi teman-teman seperjuangannya.
Ia juga tak lupa berterima kasih kepada semua pihak yang selama ini hadir sebagai penyemangat. Terutama kedua orang tuanya, ibu kepala sekolah, para guru, wali kelas, guru BK, dan sahabat-sahabatnya di Smamuga.
“Capaian ini bukan milik saya sendiri. Ini adalah hasil dari doa, dukungan, dan cinta dari orang-orang baik di sekitar saya. Saya tidak akan pernah bisa berdiri di titik ini sendirian,” ungkapnya penuh rasa syukur.
Kini, masa depan terbentang luas di hadapan Nabilah. Tapi gadis itu tahu, sekuat apa pun mimpinya, ia tak akan pernah meninggalkan al-Quran yang telah membentuk dan membesarkan jiwanya.
Dalam diamnya, ia terus mengulang hafalannya. Dalam langkahnya, ia terus membawa mimpi. Sebab ia percaya, Allah selalu bersama mereka yang bersungguh-sungguh. (*)
Penulis Zulkifli Editor Ni’matul Faizah