
PWMU.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti praktik pemberian hadiah kepada Guru oleh orang tua murid saat momen kenaikan kelas. Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menegaskan bahwa pemberian tersebut termasuk dalam kategori gratifikasi bukan rezqi
“Bagaimana mensosialisasikan bahwa gratifikasi itu bukan rejeki? Harus bisa membedakan mana rejeki, mana gratifikasi,” kata Wawan, Jum’at (2/5/2025). Deputi KPK itu menambahkan bahwa KPK terus mengupayakan hal ini secara formal maupun non formal dengan melibatkan sekolah, orang tua, dan media — agar masyarakat memahami batasan antara penghargaan yang wajar dan gratifikasi yang melanggar etika serta aturan.
Menurut survei Penilaian Integritas Pendidikan 2024, ada 30% guru dan dosen serta 18% kepala sekolah dan rektor yang masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali siswa sebagai hal yang wajar. KPK menekankan bahwa tindakan ini berpotensi menjadi celah penyimpangan integritas dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, guru yang menerima hadiah wajib melaporkannya ke Unit Pengendalian Gratifikasi, kemudian diteruskan ke KPK.
Efektivitas kebijakan ini bergantung pada beberapa faktor, seperti tingkat kesadaran, kepatuhan, dan pengawasan di lingkungan pendidikan. KPK telah melakukan berbagai sosialisasi mengenai gratifikasi, tetapi tantangannya adalah bagaimana aturan ini implementasinya konsisten di sekolah-sekolah.
Beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangkan dalam pengendalian gratifikasi di lingkungan pendidikan antara lain:
- Kesadaran orang tua dan siswa
Masih adanya anggapan bahwa memberikan hadiah kepada guru merupakan bentuk apresiasi yang wajar menunjukkan perlunya edukasi yang lebih intensif. Masyarakat perlu mendapatkan pemahaman bahwa tindakan tersebut sebagai gratifikasi dan berpotensi melanggar aturan. - Kepatuhan guru dan sekolah
Tidak semua guru menyadari bahwa menerima hadiah dapat termasuk dalam gratifikasi, atau bersedia melaporkannya. Oleh karena itu, dukungan dari kepala sekolah serta peran aktif Unit Pengendalian Gratifikasi sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. - Sanksi dan pengawasan
Tanpa pengawasan yang ketat dan efektif, kebijakan ini berisiko adanya anggapan sebagai formalitas semata. Oleh sebab itu, sistem pelaporan dan tindak lanjut oleh KPK perlu ada penguatan agar kebijakan ini memberikan dampak nyata di lapangan.
Jika ada peningkatan dalam kesadaran dan penegakan aturan, kebijakan ini berpotensi efektif dalam menjaga integritas dunia pendidikan. Sebaliknya, jika tanpa dukungan komprehensif dari seluruh ekosistem pendidikan, maka permalahan masih tetap ada.
Berkaitan dengan itu, ada beberapa strategi untuk memperkuat penerapan kebijakan anti-gratifikasi di lingkungan sekolah.
- Edukasi dan sosialisasi yang lebih masif
Melibatkan orang tua, siswa, dan guru dalam program peningkatan kesadaran akan bahaya gratifikasi melalui seminar, diskusi interaktif, dan pelatihan. Kampanye publik melalui media sosial, infografis, serta video pendek dapat membantu menyebarkan pemahaman bahwa bentuk apresiasi tidak harus berupa pemberian materi. - Penguatan sistem pelaporan: a) Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang proaktif di setiap sekolah; b) Menyediakan kanal pelaporan yang aksesnya mudah, transparan, dan menjamin anonimitas bagi pelapor, baik guru maupun orang tua; c) Menetapkan mekanisme penghargaan bagi guru yang menunjukkan komitmen dalam melaporkan praktik gratifikasi.
- Transformasi budaya apresiasi
Mengubah budaya pemberian hadiah menjadi bentuk apresiasi non-materi, seperti: a) Surat apresiasi dari orang tua atau siswa yang disampaikan secara resmi kepada guru; b) Penghargaan institusional, seperti predikat “Guru Berintegritas”, yang diberikan atas dasar kontribusi tanpa keterlibatan gratifikasi; c) Kegiatan perayaan berbasis komunitas, seperti “Hari Apresiasi Tanpa Hadiah”, untuk memperkuat nilai kebersamaan dan penghargaan non-materi. - Regulasi dan pengawasan yang ketat
a) Menjamin bahwa sosialisasi mengenai gratifikasi disertai dengan mekanisme pengawasan yang dijalankan secara konsisten dan tegas; b) Menyusun dan menerapkan kode etik profesi yang jelas, termasuk larangan menerima hadiah dari murid atau wali murid; c) Memberlakukan sanksi administratif, seperti teguran atau pembinaan, terhadap pelanggaran aturan sebagai bentuk penegakan kebijakan secara nyata.
Strategi ini memiliki potensi besar untuk diterapkan dalam sistem pendidikan kita, tetapi efektivitasnya bergantung pada dukungan kebijakan, kesadaran masyarakat, dan kesiapan institusi pendidikan.
Keberhasilan implementasi strategi ini ditentukan oleh beberapa faktor penting. Pertama, kesadaran dan penerimaan masyarakat memainkan peran krusial. Banyak orang tua dan siswa masih menganggap pemberian hadiah sebagai bentuk penghormatan atau apresiasi yang wajar. Oleh karena itu, dibutuhkan kampanye pendidikan yang berkelanjutan agar perubahan budaya dapat terjadi secara alami tanpa menimbulkan ketidaknyamanan sosial.
Kedua, kesiapan institusi pendidikan juga sangat menentukan. Sekolah perlu memiliki mekanisme pengendalian gratifikasi yang jelas, termasuk penyediaan kanal pelaporan yang efektif. Dukungan dari kepala sekolah dan guru dalam menerapkan kebijakan ini sebagai bagian dari etos profesionalisme mereka juga sangat perlu.
Ketiga, pengawasan dan penegakan aturan harus dilakukan secara konsisten. Tanpa sistem pengawasan yang ketat, kebijakan ini berisiko menjadi sekadar formalitas. Oleh karena itu, penegakan aturan yang tegas, termasuk penerapan sanksi administratif, penting untuk menjaga kredibilitas kebijakan.
Keempat, perlu alternatif bentuk apresiasi yang semua pihak dapat menerimanya. Tradisi pemberian hadiah perlu alternatif pengganti dengan model apresiasi non-materi, seperti penghargaan simbolis atau surat penghormatan. Jika pendekatan ini terasa terlalu drastis, transisi perubahan daapat secara bertahap agar masyarakat lebih mudah menerimanya.
Kebijakan ini sangat realistis, tetapi memerlukan pendekatan bertahap dan partisipatif agar tidak menimbulkan resistensi di kalangan orang tua, siswa, dan guru.
Agar sistem ini berjalan efektif, sangat perlu adanya perubahan bertahap dan pendekatan partisipatif dari seluruh ekosistem pendidikan. Membutuhkan kombinasi antara edukasi, pengawasan yang kuat, regulasi yang ketat, serta alternatif apresiasi yang masyarakat dapat menerimanya. (*)
Editor Notonegoro