
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya, Radius Setiyawan SPd MA. (Uswah/PWMU.CO).
PWMU.CO – Beberapa waktu belakangan ramai pemberitaan mengenai rencana Pemerintah dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.
Sontak saja, rencana tersebut mendapatkan sejumlah tanggapan dari berbagai kalangan Masyarakat. Salah satunya dari Akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan SPd MA.
Tentang Penulisan Ulang Sejarah
Mengutip dari Kantor Berita Indonesia Antara, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon mengungkapkan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia saat ini masih dalam tahap awal.
“Sekarang ini masih dalam tahap awal, update temuan-temuan baru, mulai prasejarah sampai yang kontemporer gitu, tentu dengan penguatan-penguatan,” tutur Politikus Partai Gerindra tersebut.
Lebih lanjut, Fadli juga berujar bahwa oenulisan ulang sejarah nasional Indonesia tersebut akan melibatkan para sejarawan yang terhimpun dari seluruh Indonesia, termasuk perguruan tinggi.
Sebelumnya, pada Sabtu (14/12/2024), Fadli Zon mengatakan bahwa akan ada revisi catatan sejarah Indonesia. Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Bandung.
“Catatan sejarah Indonesia akan diperbaharui berdasarkan hasil kajian para ahli sejarah. Kita akan segera menulis updated version atau revisi penambahan di buku sejarah kita dalam rangka 80 Tahun Indonesia Merdeka” tuturnya usai Munas MSI di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu.
Adapun perihal bentuk revisi tersebut, Fadli mencontohkan mengenai zaman prasejarah. Di mana berdasarkan penelitian terbaru, sejarah peradaban di kawasan Indonesia ternyata lebih tua.
Tanggapan Akademisi UM Surabaya
Wakil Rektor Bidang Riset, Kerjasama, dan Digitalisasi UM Surabaya, Radius Setiyawan, memberikan pandangannya mengenai rencana Pemerintah tersebut.
Menurutnya, merevisi sejarah harus dipahami sebagai sesuatu yang lumrah. Pasalnya, sejarah akan selalu bergantung pada sudut pandang dan ruang wacana.
Kendati demikian, ia memberikan catatan bahwa proses revisi narasi sejarah tidaklah sederhana. “Terdapat metodologi, validitas data, serta aspek ilmiah lain yang harus diperhatikan secara ketat” tegasnya.
Tidak lupa, Radius juga Ia juga menyoroti hubungan erat antara sejarah dan media. Menurutnya, media berperan penting dalam mengukuhkan narasi sejarah. Di samping itu, media juga dapat menjadi alat untuk meruntuhkan tafsir sejarah yang sudah mapan.
“Jika dahulu cara mempertahankan wacana ingatan sejarah dilakukan melalui monumen, tugu, dan ritus-ritus diskursif lainnya, maka di era digital saat ini, ruang wacana terbuka lebar bagi berbagai interpretasi sejarah” jelasnya.
Dalam konteks Indonesia, ia mengingatkan pentingnya penyelesaian beban sejarah yang belum tuntas. “Bagaimana mungkin sebuah bangsa yang besar dapat menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dengan baik. Sementara masih banyak beban sejarah yang belum terselesaikan” tegasnya.
“Seperti duri dalam daging, beban tersebut akan selalu menghambat perjalanan bangsa” tambah Radius.
Alhasil, pernyataan tersebut menjadi refleksi bagi pemerintah untuk mempertimbangkan segala aspek dalam rencana penulisan ulang sejarah Indonesia. Sehingga tidak hanya berpihak pada kekuasaan, tetapi juga mencerminkan kebenaran sejarah yang lebih utuh.
“Pemerintah harus berhati-hati dalam langkah ini dan memastikan bahwa upaya penulisan ulang sejarah dilakukan secara komprehensif, objektif, dan tidak digunakan sebagai alat politik semata” pungkasnya.
Penulis Danar Trivasya Fikri, Editor Azrohal Hasan