SD Muhammadiyah 4 Surabaya SD Muhammadiyah 4 Surabaya SD Muhammadiyah 4 Surabaya
  • Kabar
  • Opini
  • Suara Perserikatan
  • Kajian
  • Feature
  • Khutbah
  • Login
Senin, Juli 14, 2025
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
lazismu
  • Kabar
  • Opini
  • Suara Perserikatan
  • Kajian
  • Feature
  • Khutbah
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Kabar
  • Opini
  • Suara Perserikatan
  • Kajian
  • Feature
  • Khutbah
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result
Home Kolom

Pendidikan atau Penyeragaman? Catatan Kritis atas Kebijakan Pengiriman Siswa Nakal ke Barak Militer

Minggu 11 Mei 2025 | 19:15
in Kolom
44 2
0
15
SHARES
46
VIEWS
SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
ADVERTISEMENT
Gambar Ilustrasi (Sumber Gambar: LovePik)

Oleh: Andar Nubowo – Direktur Eksekutif MAARIF Institute for Culture and Humanity

PWMU.CO – MAARIF Institute for Culture and Humanity menyampaikan keprihatinan mendalam atas rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akan mengirim siswa-siswa dengan perilaku yang dianggap menyimpang, termasuk perilaku seperti tawuran, merokok, mabuk-mabukan, hingga orientasi seksual yang “terindikasi LGBT” ke barak militer untuk dibina. Model pembinaan ini telah diterapkan di Purwakarta dan direncanakan diperluas ke Bandung dan Cianjur, sebuah perluasan yang perlu dipertimbangkan secara kritis, bahkan dihentikan.

MAARIF Institute memandang bahwa pendekatan ini tidak hanya keliru secara fundamental, tetapi juga berbahaya dan berpotensi merusak sistem pendidikan secara struktural. Kami menyoroti tiga aspek yang patut menjadi perhatian bersama di antaranya yakni:

Pertama, Militerisasi Pendidikan adalah Kekerasan dan Pelanggaran Perlindungan Anak.

umsurabaya umsurabaya umsurabaya
ADVERTISEMENT

Pengiriman siswa ke barak militer merupakan bentuk kekerasan simbolik dan struktural dalam dunia pendidikan. Dalam teori Bourdieu & Passeron (1977), kekerasan simbolik terjadi ketika institusi seperti sekolah menanamkan nilai dan norma dominan secara paksa namun tak kasat mata, sehingga diterima sebagai kebenaran tanpa pertanyaan.

Pendekatan militeristik terhadap siswa yang dianggap menyimpang mencerminkan dominasi ini, mengganti proses pendidikan yang reflektif dan dialogis dengan pemaksaan disiplin yang menekankan kepatuhan tanpa nalar. Dalam sistem seperti ini, pendidikan berhenti menjadi alat pembebasan, dan berubah menjadi instrumen penyeragaman yang membungkam keberagaman ekspresi anak.

Dari perspektif psikologi pendidikan, gaya pendisiplinan semacam ini bukan hanya gagal membangun kesadaran moral, tetapi juga berdampak negatif terhadap pembentukan identitas remaja. Pendekatan ala militer memperkuat label “nakal” tanpa ruang pemulihan. Tanpa mekanisme dialog dan dukungan emosional, siswa justru kehilangan kepercayaan terhadap guru, sekolah, dan institusi pendidikan secara keseluruhan. Alih-alih membangun pemahaman, pendekatan ini hanya memperdalam stigma dan resistensi siswa terhadap proses belajar.

Lebih jauh, dalam konteks krisis kesehatan mental remaja Indonesia saat ini, pendekatan represif semacam ini sangat berisiko. Survei mencatat satu dari tiga remaja mengalami gangguan psikologis (Center for Reproductive Health, University of Queensland, & Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, 2022). Data WHO (2024) menyebut 14 persen anak dan remaja dunia menghadapi masalah serupa.

Lingkungan pendidikan yang berbasis hukuman dan stigma hanya akan menambah tekanan, memperbesar risiko depresi, kecemasan, dan isolasi sosial. Alih-alih menyelesaikan masalah perilaku, kebijakan semacam ini justru menciptakan luka baru yang mengancam masa depan anak-anak sebagai individu dan warga negara.

Kebijakan pengiriman siswa ke barak militer juga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan konstitusi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi, serta tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.

Kebijakan ini juga melanggar Pasal 28I UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun, termasuk ekspresi identitas dan latar belakang sosial. Selain itu, Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 mewajibkan negara untuk memastikan bahwa tindakan korektif terhadap anak dilakukan demi kepentingan terbaik anak, bukan melalui pendekatan yang mempermalukan, mengasingkan, atau menakut-nakuti.

Kedua, Bertentangan dengan Arah Reformasi Pendidikan Nasional

Kebijakan pengiriman siswa ke barak militer bertentangan secara mendasar dengan arah reformasi pendidikan nasional yang tengah menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran. Dalam Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah 2025, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menegaskan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, inklusif, dan berkeadilan (Purwati, 2025). Visi ini menempatkan setiap anak sebagai subjek yang berhak atas lingkungan belajar yang aman, merata, dan menghargai keberagaman.

Dalam banyak kesempatan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah juga menekankan deep learning, yaitu proses pembelajaran yang bermutu harus diselenggarakan secara mindful (berkesadaran), meaningful (bermakna dan relevan), dan joyful (menyenangkan dan membebaskan). Tiga prinsip ini menjadi fondasi dari pendidikan yang mendalam dan berjangka panjang.

Sebaliknya, model militeristik dalam dunia pendidikan memperkuat logika kekuasaan yang menekankan kepatuhan dan intimidasi. Pendekatan semacam ini tidak hanya menghambat pertumbuhan psikososial anak, tetapi juga secara langsung bertentangan dengan semangat pendidikan yang inklusif, bermutu, dan berkeadilan sebagaimana dicita-citakan dalam kerangka kebijakan nasional.

Terlebih lagi, kebijakan ini melanggar prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam Permendikbudristek nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, yang mewajibkan semua lingkungan pendidikan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan peserta didik, serta melarang segala bentuk kekerasan, hukuman fisik, maupun perlakuan diskriminatif terhadap siswa.

Dengan demikian, pendekatan militeristik tidak hanya gagal menjawab persoalan pendidikan secara substansial, tetapi juga melemahkan kerangka hukum dan etika yang telah dibangun bersama demi melindungi hak anak di lingkungan belajar. Kebijakan seperti ini mengembalikan dunia pendidikan pada pola lama yang represif dan eksklusif, suatu kemunduran yang tidak boleh dinormalisasi.

Ketiga, Menciptakan Kambing Hitam Sepihak dan Upaya Menghindari Evaluasi Sistemik

Melakukan pembinaan di barak militer menunjukkan kecenderungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menjadikan siswa sebagai satu-satunya objek pembinaan dalam merespons berbagai persoalan sosial seperti tawuran, merokok, konsumsi alkohol, hingga ekspresi identitas seksual.

Pendekatan ini tidak hanya menyederhanakan persoalan, tetapi juga mengabaikan akar-akar struktural yang melatarbelakangi perilaku remaja. Dalam kerangka sosiologis, tindakan menyalahkan individu tanpa mempertimbangkan pengaruh sistemik merupakan bentuk dari scapegoating atau penciptaan kambing hitam yang sering digunakan untuk menghindari tanggung jawab institusional dan kegagalan kebijakan publik (Giroux, 2013).

Dengan menjadikan siswa sebagai sasaran tunggal, Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara tidak langsung menanggalkan tanggung jawab pendidikan yang seharusnya bersifat kolektif melibatkan sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial. Perilaku menyimpang remaja sangat dipengaruhi oleh interaksi kompleks misalnya antara ketimpangan sosial, minimnya ruang ekspresi, beban kurikulum yang tidak kontekstual, serta lemahnya relasi dialogis antara pendidik dan peserta didik.

Di tengah kompleksitas ini, alih-alih mendorong evaluasi terhadap kebijakan pendidikan dan kurikulum yang komprehensif dan sistemik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru memilih jalur pintas dengan mengontrol tubuh siswa tanpa menyentuh akar ketimpangan. Sikap ini bukan hanya tidak adil, tetapi juga menjauhkan kita dari cita-cita pendidikan yang memanusiakan manusia.

Mengacu pada tiga poin kritis di atas yakni kekerasan simbolik dalam pendidikan, pelanggaran terhadap hak anak, pertentangan dengan reformasi pendidikan nasional, pengabaian prinsip perlindungan dari kekerasan di satuan pendidikan, serta kecenderungan scapegoating dalam kebijakan daerah, MAARIF Institute menyampaikan sikap sebagai berikut:

1. Menolak segala bentuk pembinaan siswa melalui pendekatan militeristik, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang berkeadaban dan memperkuat praktik kekerasan simbolik yang tidak manusiawi. Kami mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membatalkan rencana pengiriman siswa ke barak militer dan menyusun kebijakan alternatif yang berbasis pendekatan humanistik, reflektif, dan inklusif.

2. Mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memberikan arahan tegas, supervisi, dan pendampingan kebijakan kepada pemerintah daerah agar penyelenggaraan pendidikan selaras dengan visi nasional yakni bermutu, inklusif, dan berkeadilan, sebagaimana dicanangkan dalam Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah 2025. Kebijakan pendidikan daerah harus menjunjung nilai kebebasan berpikir, non-diskriminasi, dan keselamatan peserta didik.

3. Meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas HAM, dan lembaga perlindungan anak lainnya untuk segera melakukan pemantauan dan asesmen terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta mengeluarkan rekomendasi resmi atas potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh Indonesia.

4. Mengimbau masyarakat sipil, organisasi profesi pendidikan, dan komunitas keagamaan progresif untuk bersuara dan menolak normalisasi kekerasan dalam dunia pendidikan, terutama ketika dilakukan atas nama pembinaan moral. Praktik seperti ini tidak hanya keliru secara pedagogis, tetapi juga melemahkan komitmen kolektif kita terhadap pendidikan yang transformatif dan berlandaskan keadilan sosial.

5. Menyerukan perlunya evaluasi
menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan yang bersifat reaktif dan koersif, serta mendorong perumusan kebijakan berbasis bukti yang melibatkan peran aktif pendidik, psikolog, keluarga, dan komunitas.

    Penanganan persoalan remaja harus dilakukan dengan pendekatan intersektoral dan sistemik, bukan melalui pendekatan instan yang menyalahkan anak dan mengabaikan konteks sosial-ekonomi yang melingkupinya.

    MAARIF Institute berkomitmen untuk terus memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam sistem pendidikan nasional. Kami percaya bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang memanusiakan manusia, bukan yang membungkam keragaman dan menundukkan dengan ketakutan. Pendidikan yang adil dan bermutu tidak lahir dari kekerasan, tetapi dari empati, dialog, dan keberanian untuk merefleksikan kegagalan bersama sebagai langkah awal menuju perubahan yang lebih beradab. (*)

    Editor Ni’matul Faizah

    Tags: Andi NubowoBarak MiliterMaarif Institute
    SendShare6Tweet4Share
    Universitas Muhammadiyah Jember Universitas Muhammadiyah Jember Universitas Muhammadiyah Jember
    ADVERTISEMENT

    Related Posts

    Ketua PW IPM Jawa Timur, Hengki Pradana dalam sambutan konpida PD IPM Lamongan. (Istimewa/PWMU.CO)
    Suara Perserikatan

    Ketua PW IPM Jatim: Barak Bukan Jawaban, Pelajar Butuh Pendampingan Secara Humanis

    Sabtu 31 Mei 2025 | 18:56
    299
    Oleh: : Alvin Sudiatma Syawaluddin - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya
    Opini

    Barak Militer untuk Siswa ‘Nakal’: Solusi atau Pelanggaran Hak Anak?

    Jumat 16 Mei 2025 | 06:37
    122
    Dosen UM Surabaya, Radius Setiyawan (Uswah/PWMU.CO)
    Headline

    Akademisi UM Surabaya Kritik Kebijakan Pengiriman Anak Nakal ke Barak Militer

    Rabu 14 Mei 2025 | 13:04
    54
    Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, Rachmad Kristiono Dwi Susilo. (Hassan Al Wildan/PWMU.CO)
    Opini

    Pakar Sosiologi UMM Beberkan Analisis Pendidikan Barak Militer

    Jumat 9 Mei 2025 | 14:41
    25
    Siaran Pers Maarif Instute
    Kabar

    Pernyataan Sikap Maarif Institute, Berikut 4 Poin Penting

    Kamis 22 Agustus 2024 | 20:43
    51
    Inilah Profil Andar Nubowo, Direktur Eksekutif Baru Maarif Institute
    Kabar

    Inilah Profil Andar Nubowo, Direktur Eksekutif Baru Maarif Institute

    Rabu 22 Mei 2024 | 15:12
    667

    Terpopuler Hari Ini

    • Bank Syariah Matahari Resmi Beroperasi, Anwar Abbas Ajak Warga Muhammadiyah Dukung Penuh

      Bank Syariah Matahari Resmi Beroperasi, Anwar Abbas Ajak Warga Muhammadiyah Dukung Penuh

      4071 shares
      Share 1628 Tweet 1018
    • Twibbon SMK Muhammadiyah Jadi Bahan Meme, Ini Tanggapan Majelis Dikdasmen dan PNF PWM Jatim

      1778 shares
      Share 711 Tweet 445
    • Launching Logo 15 Tahun: SD Muhammadiyah 2 Babat Menuju Sekolah Emas

      62405 shares
      Share 24962 Tweet 15601
    • Muhammadiyah Resmi Miliki Bank Syariah Baru: Bank Syariah Matahari Siap Terangi Ekonomi Umat

      690 shares
      Share 276 Tweet 173
    • Pengorbanan Guru SD Muda Babat, Rela Dedikasikan Separuh Hidupnya Demi Anak Muridnya

      14686 shares
      Share 5874 Tweet 3672
    • SD Muda Babat Juara Lomba Robotik Nasional IRTC

      78901 shares
      Share 31560 Tweet 19725
    • SD Muda Babat dan MPID PCM Babat Hadiri Milad Media Official PWM Jatim: Siap Berdakwah Literasi

      12134 shares
      Share 4854 Tweet 3034
    • SDMM Sambut Tahun Ajaran Baru dengan Nama Kelas Baru

      396 shares
      Share 158 Tweet 99
    • Guru dalam Perspektif Islam dan Kebudayaan

      213 shares
      Share 85 Tweet 53
    • Pra-MPLS Pesona SD Mumtaz: Tangkap Ikan, Dengar Dongeng, Pulang Bawa Nila

      167 shares
      Share 67 Tweet 42

    Terkini

    • Haedar Nashir Ajak Belajar Ijtihad Politik Kasman Singodimedjo

      Haedar Nashir Ajak Belajar Ijtihad Politik Kasman Singodimedjo

      363828 shares
      Share 145531 Tweet 90957
    • Kokam Jatim Konsolidasi dan Nyatakan Sikap

      232991 shares
      Share 93196 Tweet 58248
    • Buku Saku Mudahkan Praktik Baitul Arqam Muhlibat

      231097 shares
      Share 92439 Tweet 57774
    • Kisah-Kisah dari PCIM Malaysia: Sanggar Bimbingan hingga Wasola

      171534 shares
      Share 68614 Tweet 42884
    • Siswa Disabilitas Smamsatu Borong Juara di Lomba Ini

      122381 shares
      Share 48952 Tweet 30595
    • Kelas Telkom Fiber Optik SMKM 5 Babat Diresmikan Kadindik Jatim

      122281 shares
      Share 48912 Tweet 30570

    Hubungi Kami

    WA : 0858-5961-4001
    Email :pwmujatim@gmail.com
    SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
    • Dewan Redaksi dan Alamat
    • Pedoman Media Siber
    • Privacy Policy

    © PWMU.CO - PT Surya Media Jatim

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In

    Add New Playlist

    No Result
    View All Result
    • Home
    • Suara Perserikatan
    • Aisyiyah dan NA
    • Kabar
    • Kajian
      • Ngaji Hadits
    • Kolom
    • Feature
    • Musafir
    • Khutbah
    • Canda
    • Mediamu
    • Teknologi & Gaya Hidup

    © PWMU.CO - PT Surya Media Jatim