
PWMU.CO – Podcast Pojok BK kembali menyuguhkan diskusi inspiratif dalam edisi terbarunya yang disiarkan langsung dari studio Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Jawa Timur, pada Rabu (14/5/2025).
Edisi kali ini mengangkat tema krusial tentang “Membangun Karakter Inklusif Siswa melalui Sekolah yang Aman, Nyaman, dan Menggembirakan”. Dua narasumber ahli di bidang pendidikan inklusif hadir untuk berbagi wawasan, pengalaman, serta strategi praktis dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah bagi semua peserta didik.
Dalam kegiatan ini, Kepala SD Muhammadiyah 1 Candi Labschool Umsida atau SD Mica (sekolah inklusif), Pristiandi Teguh Cahya SPd MPSDM bersama Kepala UPTD Layanan Disabilitas Kabupaten Sidoarjo, Nishrina Khamida MPsi Psikolog, membedah konsep inklusivitas dalam pendidikan secara komprehensif.
Dalam diskusi yang berlangsung interaktif, keduanya menekankan bahwa membangun sekolah inklusif yang ideal tidak cukup hanya dengan menerima siswa berkebutuhan khusus. Lebih dari itu, diperlukan upaya menciptakan ekosistem pendidikan yang benar-benar mendukung keberagaman, baik dari segi kebijakan, budaya sekolah, hingga praktik pembelajaran sehari-hari.
Nishrina Khamida menegaskan bahwa paradigma tentang inklusi perlu bergeser.
“Inklusi bukan lagi menjadi tanggung jawab satu atau dua orang saja, apalagi hanya terfokus pada Peserta Didik Penyandang Disabilitas (PDPD) dan Guru Pendamping Khusus (GPK). Inklusi merupakan tanggung jawab sistemik. Seluruh elemen sekolah, mulai dari pimpinan, guru, hingga tenaga kependidikan, serta melibatkan orang tua dan lingkungan sekitar, harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar inklusif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nishrina mengidentifikasi empat pilar utama dalam mewujudkan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas di sekolah inklusif. Keempat pilar tersebut meliputi ketersediaan anggaran, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), penyediaan sarana dan prasarana, serta penguatan modifikasi kurikulum yang adaptif.
Sementara itu, Pristiandi, mengungkapkan sejumlah tantangan nyata yang dihadapi sekolah inklusif, salah satunya adalah keterbatasan jumlah GPK.
“Di Sidoarjo saja, masih terdapat kekurangan sekitar 1.400 guru. Sebagai penyelenggara sekolah inklusif, kami menyadari adanya risiko. Namun, niat awal kami adalah mengakomodasi kebutuhan belajar anak-anak disabilitas, meskipun tanpa dukungan signifikan dari pemerintah,” tuturnya.
Ia juga mengakui adanya tantangan internal di kalangan pendidik, terutama terkait pemahaman terhadap konsep inklusi dan kekhawatiran dalam mendampingi siswa berkebutuhan khusus.
“Namun, hal ini merupakan bagian dari amanah kami sebagai pendidik untuk memberikan layanan terbaik. Layanan dari UPTD tentu memiliki keterbatasan,” tambahnya.
Pristiandi juga menegaskan bahwa komitmen SD Mica dalam membangun kesadaran inklusi tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, tetapi juga melibatkan orang tua melalui program parenting. Program ini menyasar seluruh orang tua siswa, baik dari peserta didik reguler maupun berkebutuhan khusus, untuk membangun pemahaman bersama tentang pentingnya keberagaman.
“Kami ingin menghilangkan kekhawatiran sebagian orang tua siswa reguler yang mungkin belum sepenuhnya memahami konsep pendidikan inklusif. Kehadiran sekolah inklusi justru memberikan manfaat timbal balik. Anak-anak disabilitas dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan teman-teman reguler, sementara anak-anak reguler belajar tentang empati dan menerima perbedaan sejak dini,” jelasnya.
Dalam hal kurikulum, SD Mica menerapkan modifikasi dalam empat tingkatan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar masing-masing siswa, mulai dari level reguler hingga level 3 bagi siswa dengan kebutuhan paling kompleks. Modifikasi ini mencakup seluruh aspek pembelajaran, mulai dari perumusan tujuan hingga strategi asesmen.
Kisah inspiratif dan praktik baik dari SD Mica akan menjadi bahasan menarik pada kesempatan mendatang. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut, dapat langsung berkunjung ke SD Muhammadiyah 1 Candi Labschool Umsida. (*)
Penulis Moh. Rizqi Hidayat Editor Ni’matul Faizah