
PWMU.CO – SD Muhammadiyah 9 Ngaban Tanggulangin, Sidoarjo menggelar seminar parenting pada Sabtu (17/5/2025) di Masjid Al-Hidayah, Ngaban. Seminar ini mengangkat tema kesehatan bertajuk “Pengaruh Makanan Halalan Thayyiban terhadap Perilaku Siswa”, dan menghadirkan narasumber seorang pakar medis, dr Tjatur Priambodo MKes.
Dalam paparannya, dr Tjatur menyampaikan bahwa seiring perkembangan zaman, semakin banyak bermunculan kedai makanan dan minuman cepat saji. Seperti misalnya, Mie Gacoan, Mixue, We Drink, dan lain sebagainya, terlepas dari kedai yang berafiliasi dengan negara konflik.
“Sebagai orang tua, kita harus jeli terhadap kandungan yang terdapat dalam makanan dan minuman kekinian. Jangan hanya karena FOMO (Fear of Missing Out), yakni rasa khawatir berlebihan akibat ketinggalan tren, kita membiarkan anak-anak jajan demi gengsi. Takut dibully karena dianggap ketinggalan zaman dan sebagainya,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tingginya kadar gula dalam berbagai varian minuman yang sering dikonsumsi dapat memicu penyakit degeneratif, seperti gagal ginjal dan diabetes.
“Ginjal tidak bisa berkompromi terhadap lonjakan gula yang tinggi. Tak heran jika kini banyak anak usia belasan tahun yang sudah harus menjalani cuci darah,” tegasnya.
Dalam paparannya yang disampaikan secara serius namun santai, dr Tjatur menjelaskan bahwa pola makan memiliki peran penting dalam membentuk perilaku dan kesehatan mental siswa. Makanan yang dikonsumsi tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada fungsi otak, emosi, dan perilaku.
“Dalam ajaran Islam, makanan yang dikonsumsi haruslah halal dan thayyib, yakni baik bagi tubuh dan jiwa. Artinya, tidak hanya halal dari segi hukum, tetapi juga sehat dan memberikan manfaat bagi kesehatan,” jelasnya.
Allah berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 168:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Ia juga berpesan agar membatasi kebiasaan membeli makanan di luar setiap hari. Menurutnya, tingkat kebersihan dan kandungan gizi akan lebih terjaga jika makanan diolah sendiri untuk dikonsumsi sehari-hari.
“Boleh saja makan mie instan, asalkan tidak terlalu sering. Beri jeda setidaknya seminggu agar sistem pencernaan dapat bekerja secara optimal,” imbuhnya.
Menurut dr Tjatur, penelitian menunjukkan bahwa nutrisi yang baik berperan penting dalam menjaga keseimbangan hormon, neurotransmitter, dan fungsi otak, yang secara langsung berdampak pada perilaku siswa.
Lebih lanjut, ia menyitir Hadits Rasulullah SAW yang juga menegaskan pentingnya pola makan yang baik:
“Perut adalah tempat paling buruk yang diisi oleh manusia. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Salah satu pertanyaan yang menggelitik muncul saat sesi tanya jawab. Seorang wali murid, Niken, orang tua dari ananda Yazid, siswa kelas 5 yang bertanya, “Bagaimana menyikapi anak yang FOMO dan berdalih membantu kelancaran UMKM dengan membeli jajanan di luar?.”
Menanggapi pertanyaan tersebut, dr Tjatur menjelaskan bahwa orang tua perlu memberikan pengertian secara bijak kepada anak. Ia menekankan bahwa pengendalian terhadap konsumsi makanan dan minuman adalah tanggung jawab pribadi, karena kita sendirilah yang akan menanggung dampaknya terhadap kesehatan tubuh.
Selain itu, dr Tjatur juga menyampaikan bahwa anak perlu diberi pemahaman tentang risiko dari asupan yang tinggi gula, tinggi garam, banyak minyak, serta mengandung bahan pengawet yang jika dikonsumsi terus-menerus dapat merusak sistem pencernaan dan memicu berbagai penyakit.
“Jadi, mulai sekarang mari kita terapkan hidup sehat, dimulai dari keluarga di rumah masing-masing. Berikan teladan yang baik bagi generasi penerus kita. Real food is good for the next generation’s health,” pungkasnya. (*)
Penulis Nora Rahmadhani Editor Ni’matul Faizah