
Oleh: Tan Amridzi
PWMU.CO – Di sepanjang pesisir Pantura Gresik—dari Bungah hingga Ujungpangkah dan Panceng—nama Muhammadiyah bukan hal asing. Ia hidup lewat amal usaha, masjid, hingga jejak tokoh-tokohnya. Tapi mari kita jujur dan buka mata: Pemuda Muhammadiyah sedang kehilangan darah segarnya. Kaderisasi kita sedang sakit.
Berapa banyak ranting Pemuda Muhammadiyah di Pantura yang benar-benar punya pengkaderan terstruktur? Berapa banyak yang punya regenerasi kepemimpinan yang sehat, bukan sekadar pelimpahan SK ke “yang masih mau pegang”? Lalu, berapa banyak yang memikirkan bagaimana menarik anak-anak muda hari ini masuk ke barisan Muhammadiyah—bukan hanya hadir di pengajian, tapi mau jadi penggerak?
Realitanya, banyak cabang dan ranting kini kekurangan kader aktif. Yang tua lelah, yang muda tidak datang, dan yang potensial malah lari ke komunitas-komunitas lain yang lebih cair, lebih fleksibel, dan lebih relevan.
Ini bukan sekadar persoalan teknis. Ini ancaman eksistensial. Tanpa kader, Pemuda Muhammadiyah akan tinggal nama.
Mengapa Regenerasi Kita Macet?
Pertama, pendekatan kaderisasi kita terlalu formalistis. Banyak yang hanya mengandalkan Darul Arqam dan Baitul Arqam, tapi lupa bahwa kader muda hari ini butuh ruang aktualisasi yang menyenangkan, tidak kaku, dan menantang intelektual serta kreativitas mereka.
Kedua, orientasi organisasi kita terlalu struktural, bukan fungsional. Banyak ranting hanya hidup saat Musycab atau Musyran. Di luar itu? Sepi. Pemuda Muhammadiyah jadi seperti pos ronda yang hanya buka saat ada kunjungan resmi.
Ketiga, kita tidak menjawab kebutuhan pemuda hari ini. Anak-anak muda di Pantura banyak yang bekerja keras sejak lulus SMA. Mereka lebih tertarik pada pelatihan kerja, peluang usaha, dan kegiatan sosial yang nyata dampaknya. Kalau kegiatan kita hanya berkutat pada rapat dan kajian teks, jangan heran kalau mereka memilih pergi.
Waktunya Menyusun Ulang Sistem Kaderisasi
Kaderisasi harus kembali ke ruhnya: membangun manusia berkarakter, berilmu, dan berdaya guna. Kita harus berhenti menganggap kaderisasi hanya soal hafalan ideologi. Ia juga harus menyentuh dimensi kehidupan pemuda hari ini—ekonomi, sosial, spiritual, dan digital.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan di Pantura Gresik:
- Pendekatan emosional yang menyenangkan
Bisa dimulai dari turun ke akar rumput, mengajak ngobrol diskusi asyik, agar generasi muda nyaman dan loyal. - Revitalisasi ranting sebagai ruang tumbuh kader
Jangan jadikan ranting cuma tempat setor laporan. Jadikan ia ruang eksperimentasi. Misalnya, satu ranting jadi pilot project usaha pemuda. Ranting lain jadi sentra kajian literasi atau digital. Biarkan kader muda punya proyek. - Libatkan kader lama sebagai mentor, bukan bos
Banyak senior yang hebat, tapi perannya terlalu mendominasi. Kader muda butuh dibimbing, bukan dikendalikan. Kita butuh pendampingan, bukan pengendalian. - Berikan ruang apresiasi dan aktualisasi
Pemuda butuh panggung. Beri mereka ruang menulis, tampil, membuat event.
Jangan pangkas olah pikir dan geraknya dengan dalih “itu bukan gaya Muhammadiyah.”
Gerakan Tanpa Kader Itu Mayat Hidup
Jika hari ini kita tak serius membenahi kaderisasi, lima tahun lagi mungkin tinggal ada nama Pemuda Muhammadiyah di spanduk Musycab—tapi tak ada lagi orang yang mau kerja. Kita akan jadi “ormas kenangan”: besar di cerita, tapi kecil di medan nyata.
Anak-anak muda di Pantura sebenarnya punya potensi luar biasa. Mereka pekerja keras, tahan banting, dan adaptif. Tinggal bagaimana kita menjadikan Pemuda Muhammadiyah ini sebagai rumah yang nyaman, bukan kantor birokratis yang dingin.
Jangan bangga dengan struktur kalau tak ada jiwa di dalamnya. Jangan bangga dengan agenda kalau tak ada generasi penerus yang bisa melanjutkan. Gerakan yang tak menghidupi kader adalah mayat hidup: berdiri tapi tak bernyawa.
Maka hari ini, tugas kita bukan hanya menjaga nama Muhammadiyah tetap harum. Tapi memastikan bahwa ada anak-anak muda baru yang mau meneruskan nyalanya.
Dan itu hanya bisa terjadi jika benar-benar serius memulai ulang sistem kaderisasi. Mulai dari ranting, mulai dari sekarang, dan mulai dari kita sendiri.
Editor Zahra Putri Pratiwig