
Oleh: Andi Hariyadi – Ketua Majelis Pustaka Informatika dan Digitalisasi PDM Surabaya
PWMU.CO – Muhammadiyah, dalam perjalanan dakwahnya, hingga kini, tepatnya pada 8 Dzulhijjah 1446 H yang bertepatan dengan 4 Juni 2025 telah memasuki Milad ke-116 tahun, berdasarkan perhitungan kalender Hijriyah.
Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 H, yang saat itu bertepatan dengan 18 November 1912 M di Kauman, Yogyakarta. Sejak awal pendiriannya, Muhammadiyah telah menunjukkan kesinambungan dalam gerakan dakwah Islam yang mencerahkan dan terus berkibar hingga hari ini.
Meskipun menghadapi berbagai rintangan, semangat perjuangan tidak pernah surut. Justru, tantangan tersebut semakin memantapkan langkah perjuangan Muhammadiyah dan menguatkan tekad yang bulat untuk terus berkiprah, semata-mata mengharap ridho Allah SWT.
Komitmen perjuangan telah menjadi jati diri warga Persyarikatan Muhammadiyah beserta seluruh organisasi otonomnya. Hal ini tercermin jelas dalam salah satu bait lagu Mars Muhammadiyah atau Sang Surya, yakni pada baris yang berbunyi: “Tinggalkan Peraduan.”
Narasi tersebut bukan sekadar puisi atau rangkaian kata-kata bijak. Lebih dari itu, ia menjadi inspirasi perjuangan, sebuah seruan untuk segera bangkit, meninggalkan peraduan sebagai simbol kenyamanan dan kemalasan. Sebab, di depan masih banyak amanah yang harus diselesaikan.
Makna “tinggalkan peraduan” mengajak kita untuk keluar dari zona nyaman, memasuki zona penuh tantangan, meninggalkan pola pikir eksklusif untuk hadir dan membersamai masyarakat secara inklusif dalam realitas sosial yang plural.
Itu juga berarti membongkar pikiran yang jumud, lalu mengisinya dengan gagasan yang inovatif demi kemajuan kehidupan. Meninggalkan sikap egosentris, dan melangkah menuju gerakan yang progresif sebagai wujud nyata dakwah Islam berkemajuan.
Bait “tinggalkan peraduan” ini menjadi ciri khas perjuangan Muhammadiyah yang dinamis, karena sikap taklid dan cenderung pesimis akan terus menjadi beban, sehingga harus diganti lebih optimis dengan gerakan strategis. Mengingat saat ini masih banyak yang menyibukkan diri di daerah “peraduan” yang merasa aman dan sudah cukup di tempat itu dengan menikmati kenyamanan sambil beristirahat sehingga terjebak dalam gerakan yang stagnan.
Posisi nyaman di peraduan, sehingga gagal menemukan permasalahan, dan tragisnya tidak ingin ada perubahan, padahal untuk dinamisasi kehidupan dan sangat berkaitan dengan perubahan. Ketauhidan yang kokoh akan mengoptimalkan diri untuk bangkit dan bergerak cepat dengan tinggalkan peraduan yang selama ini mengekang proses terjadinya perubahan.
Lagu Mars Muhammadiyah “Sang Surya”, yang diciptakan sekitar bulan Juni 1975 oleh Djarnawi Hadikusumo, putra dari Ki Bagus Hadikusumo dan bagian dari generasi awal Muhammadiyah merupakan cerminan semangat juang para pejuang Muhammadiyah. Lagu ini menggambarkan jiwa perjuangan yang diwariskan sejak KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Sebagaimana kita ketahui, KH Ahmad Dahlan rela meninggalkan kenyamanan dan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh lingkungan keraton Yogyakarta demi menegakkan prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah dalam bingkai tauhid. Semangat ini sejalan dengan teladan Nabi Ibrahim as yang dengan keyakinan dan keteguhan tauhidnya membawa pencerahan bagi peradaban umat. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam berbagai prosesi ibadah seperti haji dan penyembelihan hewan kurban, yang menjadi simbol ketaatan dan ketakwaan.
KH. Ahmad Dahlan juga menetapkan tanggal 8 Dzulhijjah sebagai hari berdirinya Muhammadiyah. Tanggal ini memiliki makna spiritual yang mendalam, bertepatan dengan saat para jamaah haji bersiap meninggalkan Makkah menuju Mina, dilanjutkan dengan wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, dan melaksanakan jumrah aqabah di Mina, sebagai rangkaian menuju penyempurnaan ibadah haji agar mabrur.
Pemilihan 8 Dzulhijjah oleh KH. Ahmad Dahlan bukanlah tanpa alasan. Ia melihat momentum ini sebagai awal dari sebuah perjalanan spiritual yang sarat makna tauhid, pengorbanan, dan transformasi diri. Maka, berdirinya Muhammadiyah pada tanggal tersebut menjadi simbol integrasi dan implementasi nilai-nilai ketauhidan untuk mencerahkan peradaban.
Langkah ini sekaligus merupakan upaya KH. Ahmad Dahlan dalam membebaskan umat dari belenggu Tahayul, Bid’ah, dan Churafat (TBC), menuju kehidupan spiritual yang tangguh, peradaban sosial yang berkemajuan, serta masyarakat yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan kepedulian.
Selanjutnya, keteladanan dalam meninggalkan zona nyaman demi perjuangan tidak hanya ditunjukkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Sosok lain yang juga mencerminkan semangat serupa adalah KH. Mas Mansur. Sebagai seorang ulama besar yang terpandang karena keluasan ilmunya, KH. Mas Mansur rela meninggalkan kenyamanan dan kedudukan pribadinya untuk terjun dalam medan perjuangan yang berat melalui Muhammadiyah di Surabaya.
KH. Mas Mansur menggerakkan berbagai bidang strategis seperti dakwah, pendidikan, sosial, dan kesehatan. Kiprahnya tidak hanya berperan dalam lingkup Muhammadiyah, tetapi juga menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dalam pergerakan kebangsaan.
Semangat serupa juga ditunjukkan oleh dr. Soetomo. Meskipun telah berada dalam posisi yang nyaman dan mapan sebagai tenaga medis, beliau justru meningkatkan pengabdiannya dengan berkolaborasi bersama KH. Mas Mansur untuk menginisiasi berdirinya layanan kesehatan masyarakat. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan amal usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan.
Selain mereka, masih banyak tokoh lainnya, baik di tingkat nasional maupun lokal yang dengan semangat keikhlasan dan keteladanan terus menggerakkan roda perjuangan Muhammadiyah sehingga tersebar berbagai Amal Usaha Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Ada beberapa pesan dan pelajaran berharga yang dapat diambil dari bait “tinggalkan peraduan” dalam lagu Sang Surya, di antaranya:
1. Kokohnya energi ketauhidan menjadi fondasi utama dakwah Muhammadiyah, yang senantiasa diiringi dengan upaya nyata dalam mengimplementasikan nilai-nilai tauhid. Karena itulah, setiap nafas perjuangannya begitu bermakna. Kokohnya ketauhidan semakin menyempurnakan perjuangan, karena mendorong kesiapan untuk meninggalkan peraduan yang penuh kenyamanan demi meraih kemuliaan.
2. Ikhlas berjuang. Kader-kader Muhammadiyah dalam gerak dan karyanya dilandasi dengan keikhlasan bukan ketakaburan sehingga harta yang dimiliki seharusnya tidak digunakan untuk kenyamanan pribadi, tetapi digunakan untuk kemaslahatan umat.
3. Memberi teladan yang berarti. Kader-kader Muhammadiyah tidak hanya terpaku pada ritual keagamaan semata, melainkan menjadi motor penggerak perubahan dan teladan di tengah masyarakat. Ketika lingkungan sekitarnya membutuhkan infrastruktur sosial kemasyarakatan, mereka hadir sebagai pelopor. Dengan demikian, dzikir mereka tidak terbatas di masjid atau mushala saja, tetapi terus bergema dalam bentuk aksi sosial dan kemanusiaan yang nyata dan penuh makna.
Milad Muhammadiyah ke-116 Hijriyah ini menjadi momen penting untuk mengevaluasi sejauh mana implementasi prinsip “meninggalkan peraduan” dalam dakwah Muhammadiyah. Refleksi Milad ini sejatinya bertujuan untuk membulatkan kembali tekad kita sekaligus membuka kesadaran agar mampu mentransformasikan semangat meninggalkan peraduan menjadi upaya mengisi peradaban dengan nilai-nilai ketauhidan yang mencerahkan.
Untuk itu, berikut adalah isi lirik dari Mars Muhammadiyah, atau lagu Sang Surya, yang sangat menginspirasi sekaligus menguatkan gerakan dakwah Islam melalui Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu:
Sang Surya tetap bersinar
Syahadat dua melingkar
Warna yang hijau berseri membuatku rela hati
Ya Allah Tuhan Rabbiku
Muhammad Junjunganku
Al Islam agamaku
Muhammadiyah gerakan
Di Timur fajar cerah gemerlapan
Mengusir kabut hitam
Menggugah kaum muslimin
Tinggalkan Peraduan
Lihatlah Matahari telah tinggi
Di ufuk timur sana
Seruan Ilahi Rabbi
Sami’na Wa atho’na
Ya Allah Tuhan Rabbiku
Muhammad Junjunganku
Al Islam agamaku
Muhammad gerakanku.
Mars Muhammadiyah ini menjadi lagu pembuka dalam berbagai acara Muhammadiyah, baik di tingkat lokal maupun nasional. Lagu ini juga menjadi bagian dari pembiasaan untuk dinyanyikan bersama di sekolah-sekolah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Tentunya, terdapat banyak filosofi yang dapat kita gali dari lagu ini sebagai referensi sekaligus sumber inspirasi dalam dakwah Muhammadiyah.
Selamat Milad Muhammadiyah!. (*)
Editor Ni’matul Faizah