
PWMU.CO – Hati adalah kompas yang menentukan arah pencarian bagi manusia. Jika yang dicarinya adalah hal yang buruk, maka keburukan itu pula yang diperoleh, meski tempat mencarinya di tempat yang pandang suci. Sebaliknya, jika yang dicari adalah kebaikan, maka kebaikan pula akan menemuinya. Meski mencarinya pada lingkungan paling buruk sekalipun. Inilah rahasia hati dan niat, yang disingkap oleh ajaran Islam.
Dalam kehidupan ini, kita terlalu sibuk mengevaluasi tempat, waktu, dan keadaan di sekitar kita. Seolah-olah semua kebaikan dan keburukan bergantung pada di mana kita berada. Padahal Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa bukan tempat yang menentukan terhadap apa yang akan kita temukan, melainkan apa yang kita cari, kita niatkan, dan bagaimana hati kita dalam menuntun langkah.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
“Wa alladhīna jāhadū fīnā lanahdiyannahum subulanā”
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-‘Ankabūt: 69)
Ayat ini menegaskan bahwa petunjuk Allah datang kepada siapa pun yang sungguh-sungguh mencarinya, tak peduli di mana dia berada. Meski seseorang itu berjalan dalam lorong gelap gulita, tapi hatinya menyala-nyala mencari cahaya, Allah pasti akan membukakan pintu cahaya itu baginya.
Sebaliknya, meskipun seseorang berada di Masjidil Haram, di depan Ka’bah, atau di Kota Madinah yang terberkahi, namun jika yang dia cari adalah cela, aib, atau niat jahat, maka hanya itulah yang akan dilihat dan dirasakannya. Sebab hatinya memang telah buta, bukan karena tempatnya yang gelap.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Inna Allāha lā yanzhuru ilā ṣuwārikum wa amwālikum, walākin yanzhuru ilā qulūbikum wa a‘mālikum”
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Inilah fondasi dari setiap perjalanan ruhani: niat. Ketika seseorang berniat mencari ilmu, Allah akan membukakan jalan dan mempertemukannya dengan guru. Jika seseorang sungguh-sungguh mencari kebaikan — meski berada di tengah lingkungan yang buruk — hatinya akan tetap hidup, bersinar, dan menjunjung kemuliaan. Sebaliknya, siapapun yang berniat mencari-cari alasan untuk membenci, niscaya akan menemukannya, bahkan dari orang yang paling tulus sekalipun.
Para sahabat memaknai niat dalam pencarian mereka. Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam bukan karena tempat atau suasana, tetapi karena pencariannya akan kebenaran. Suatu waktu ia pergi untuk membunuh Rasulullah, tapi dalam perjalanan menuju tempat tinggal Nabi itulah justru Allah mempertemukannya dengan hidayah. Sebab dalam hatinya ada kejujuran, walau diselimuti amarah. Dan Allah melihat kejujuran itu.
Kisah lain datang dari seorang pemuda yang masuk ke tempat maksiat, namun dengan niat untuk berdakwah, untuk menyelamatkan saudaranya dari lembah dosa. Dan Allah pun menyelamatkannya. Sebab meski tempat itu buruk, tapi niatnya suci. Hatinya bersih. Maka kebaikan datang menyambutnya.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا
“Faman kāna yarjū liqā’a rabbihi falyā’mal ‘amalan ṣāliḥā”
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh…” (QS. Al-Kahfi: 110)
Amal saleh bukan sekadar perbuatan, tapi hasil dari niat yang saleh. Allah yang akan mencocokkan hasil pencarian kita dengan isi hati atau niat kita. Tak heran jika ada orang yang tinggal di pesantren, tapi hatinya gersang, sebaliknya, ada orang yang tinggal di lorong pasar tapi lisannya tak lepas dari dzikir. Karena sesungguhnya tempat tak mampu menipu Allah, tapi hatilah yang menentukan.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah pernah berkata: “Sesungguhnya perjalanan kepada Allah bukan ditempuh dengan kaki, melainkan dengan hati.”
Jadi, janganlah sibuk mencari tempat terbaik, jika hati kita masih membawa niat yang rusak. Lingkungan tidak pernah salah, yang salah adalah hati kita sendiri tak pernah belajar mengenali cahaya. Jangan heran jika yang kita temukan hanyalah keburukan, bisa jadi itulah yang kita cari sejak awal.
Orang yang suka mencari kesalahan, akan mudah menemukan celah di manapun, bahkan pada amal yang paling mulia. Sedangkan orang yang jujur mencari kebaikan, akan mampu melihat keindahan dari orang yang terburuk sekalipun.
Karena itu, mari kita jaga hati kita. Mari kita benahi niat kita. Sebab apa pun yang kita cari, itulah yang akan dipertemukan Allah kepada kita.
Marilah kita cari ridha-Nya, sehingga jalan menuju ridha-Nya akan terbuka meski penuh duri. Janganlah kita cari sesuatu yang berbuah dosa, maka kita pasti akan tergelincir walaupun sedang di atas sajadah. Maka waspadalah dengan apa yang kita niatkan, karena niat adalah benih dari seluruh takdir.
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang selalu mencari kebaikan, dimanapun kita berada, dan akan mempertemukan kita dengan cahaya-Nya yang tak pernah padam.
يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ
“Yahdillāhu linūrihi man yashā’”
“Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nūr: 35)(*)
Editor Notonegoro