
PWMU.CO – Halaman Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Muhammadiyah Semampir Surabaya bukan sekadar menjadi lokasi penyembelihan hewan kurban, tetapi juga menjelma sebagai ruang pembelajaran sosial dan spiritual. Di bawah langit cerah Kota Surabaya, Jumat (6/6/2025) hiruk-pikuk aktivitas kurban dipenuhi wajah-wajah muda yang bersahaja, namun penuh semangat dan dedikasi.
Mereka bukan panitia profesional, bukan pula relawan yang rutin berkegiatan. Mereka adalah para pengurus Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Semampir yang turun tangan langsung, bukan hanya hadir untuk memberi arahan.
Momentum Idul Adha selalu menjadi ruang kontemplasi yang mendalam. Bagi PCPM Semampir, momen ini bukan sekadar seremonial keagamaan tetapi juga merupakan panggilan untuk mengabdi.
Di balik lantunan takbir dan doa, tersimpan semangat besar untuk menghidupkan nilai-nilai Al-Maun yang mencakup kepedulian sosial, keberpihakan kepada yang lemah, dan keberanian mengambil peran nyata di tengah-tengah umat.
Sekretaris PCPM Semampir, Alfandi, tampak bergerak cepat di tengah kerumunan. Tangannya sigap membantu proses penyembelihan, mengatur distribusi daging, sekaligus memastikan dokumentasi berjalan tertib.
Ia tidak sendiri, seluruh jajaran pengurus PCPM dari berbagai bidang turut ambil bagian. Bidang Kaderisasi berperan memotivasi kader muda agar lebih aktif, Bidang Sosial Kemasyarakatan mendata penerima manfaat dengan cermat, sementara Bidang Keorganisasian memastikan seluruh tim bekerja secara sinergis.
Mereka bekerja dalam diam, tetapi pesannya terdengar nyaring. Menjadi pemuda Muhammadiyah bukan sekadar soal identitas, melainkan tentang tanggung jawab sosial.
Menjadi pengurus struktural di PCPM Semampir bukan hanya hadir dalam rapat atau menandatangani proposal, tetapi juga turun ke medan nyata, menyaksikan langsung denyut kehidupan umat.
“Kurban ini bukan sekadar memotong hewan. Ini tentang menyembelih ego, mengasah empati, dan menghidupkan solidaritas,” tutur Alfandi dengan tenang, namun penuh keyakinan.
Refleksi ini terasa begitu kuat. Di tengah tumpukan daging dan riuhnya suara koordinasi, terselip pelajaran besar tentang makna pengorbanan. Bahwa keikhlasan bukan sekadar teori, melainkan praktik yang tumbuh dari kesediaan untuk berlelah bersama mereka yang dilayani.
Hal lain yang patut disyukuri, kegiatan ini melibatkan banyak pihak. Bukan hanya pengurus PCPM, tetapi juga kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Hizbul Wathan (HW),Tapak Suci (TS) tingkat Cabang, para donatur, simpatisan, hingga anak-anak asuh LKSA Muhammadiyah.
Mereka dilibatkan bukan sebagai pelengkap, melainkan sebagai bagian penting dari proses kaderisasi yang membumi. Mereka melihat, merasakan, dan belajar langsung nilai-nilai Islam yang hidup, bukan dari mimbar, tetapi dari lapangan.
Kegiatan kurban ini seolah menjadi cermin yang jernih. Seberapa dekat kita dengan semangat Islam yang membebaskan dan mencerahkan? Sejauh mana kita benar-benar menghadirkan Islam sebagai rahmat, tidak hanya dalam narasi, tetapi juga dalam tindakan nyata?.
Pemuda Muhammadiyah mewarisi sebuah amanah besar. Dari KH Ahmad Dahlan hingga para tokoh pembaru, semuanya menanamkan nilai keberpihakan kepada yang miskin, lemah, dan tertindas.
Pada hari itu di halaman sederhana itu, warisan tersebut terasa hidup dalam gerakan tangan yang membungkus daging, dalam suara koordinasi yang penuh hormat, dan dalam senyum para penerima manfaat yang namanya tidak pernah kita ketahui.
Kepala LKSA Muhammadiyah Semampir, Ahmad Fathullah, menyampaikan harapan agar kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut setiap tahun.
“Kami ingin membentuk generasi yang tidak hanya cakap dalam organisasi, tetapi juga peka terhadap realitas sosial. Ini bukan akhir, melainkan awal dari banyak aksi nyata ke depan,” ujarnya.
Dari kegiatan kurban ini, kita belajar satu hal penting yaitu bahwa melayani umat bukan sekadar soal program, tetapi tentang hati. Tentang kehadiran yang tulus, kerja yang ikhlas, dan keberanian untuk menyentuh kehidupan orang lain secara langsung.
Di sinilah makna Al-Maun yang sejati ditemukan, bukan dalam ceramah panjang atau spanduk besar, melainkan dalam tangan-tangan muda yang bekerja dalam diam dan hati-hati muda yang belajar untuk terus memberi. (*)
Penulis Humas Pam Semampir Editor Ni’matul Faizah