
Oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Jawa Timur
PWMU.CO – Setiap kali Idul Adha tiba, umat Islam di seluruh dunia kembali merenungkan kisah agung Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Sebuah kisah penuh makna tentang kepatuhan, pengorbanan, dan keimanan yang luar biasa. Kisah ini bukan sekadar cerita sejarah, tetapi sumber inspirasi lintas zaman.
Dari perintah penyembelihan yang berat hingga kesediaan Ismail menyerahkan diri demi perintah Allah SWT, semua menjadi pelajaran tentang ketulusan, keteguhan, dan kepemimpinan sejati. Bagi kader Hizbul Wathan, kisah ini bukan hanya dongeng spiritual tahunan, melainkan panduan nilai, sumber motivasi, dan arah gerak perjuangan.
Meneladani Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS berarti memahami peran strategis yang harus dimainkan oleh Hizbul Wathan dalam membentuk karakter, menguatkan jiwa pengabdian, dan menjalankan dakwah kemanusiaan.
Gerakan kepanduan Hizbul Wathan harus mengambil peran penting dalam meneruskan semangat keduanya dalam kehidupan nyata.
Kepemimpinan Ibrahim: Teguh dalam Prinsip, Tunduk pada Perintah
Nabi Ibrahim AS adalah sosok pemimpin visioner yang siap menghadapi ujian seberat apa pun demi menunaikan amanah ilahi. Ia tidak hanya menyampaikan wahyu, tetapi menghidupkannya dalam tindakan nyata.
Ketika diperintahkan untuk menyembelih anak tercinta, ia tidak membantah atau mencari celah, tetapi berserah penuh pada kehendak Allah SWT.
Dari beliau, kader Hizbul Wathan belajar bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berani mengambil keputusan meski berat. Ia tetap teguh pada prinsip dan nilai, bahkan di tengah tekanan.
Dalam dunia kepanduan dan pendidikan, kader Hizbul Wathan akan menghadapi berbagai tantangan: perbedaan pandangan, tekanan organisasi, hingga godaan popularitas.
Namun, seperti Nabi Ibrahim, seorang pandu Hizbul Wathan harus tahan uji, tidak goyah oleh arus, dan tetap setia pada kebenaran.
Ketaatan Ismail: Kepemimpinan Dimulai dari Kesediaan untuk Dipimpin
Tak kalah inspiratif adalah kisah Nabi Ismail AS. Remaja yang masih belia itu menunjukkan ketundukan luar biasa. Saat ayahnya menyampaikan perintah Allah SWT, Ismail menjawab dengan kalimat yang menggema sepanjang zaman:
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” ujar Ismail dengan tegas.
Ismail mengajarkan bahwa sebelum menjadi pemimpin, seseorang harus bersedia untuk dipimpin. Ia harus tunduk pada nilai, berdisiplin, dan siap melalui proses pembentukan karakter.
Itulah inti kepanduan Hizbul Wathan: pendidikan karakter melalui latihan lapangan, kedisiplinan, kepemimpinan, dan pengabdian sosial. Hizbul Wathan mencetak kader yang tangguh, rendah hati, dan tidak sombong dalam memimpin.