Meneladani Ibrahim–Ismail: Peran Strategis Hizbul Wathan
Dalam konteks masa kini, Hizbul Wathan memiliki peran penting dalam membumikan nilai-nilai luhur dari kisah Ibrahim dan Ismail. Berikut beberapa peran strategis yang sepatutnya dijalankan Hizbul Wathan:
Pertama, menjadi teladan dalam pengorbanan.
HW harus menjadi pelopor semangat berkorban untuk umat. Bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga waktu, tenaga, dan pikiran. Kader Hizbul Wathan harus siap terjun langsung membantu masyarakat, menjadi pelayan umat yang penuh cinta kasih.
Seperti Ibrahim dan Ismail yang rela “kehilangan” demi menjalankan perintah Allah SWT, para pandu Hizbul Wathan harus siap bekerja tanpa pamrih demi kebaikan bersama.
Kedua, menyiapkan pemimpin muda yang siap, taat, dan tangguh.
Ismail menunjukkan bahwa ketaatan dan ketangguhan bisa tumbuh sejak dini. Maka, Hizbul Wathan perlu merancang program kepemimpinan yang menekankan pada pembinaan karakter, spiritualitas, dan keikhlasan dalam memimpin.
Latihan kepemimpinan dasar, penguatan akhlak, dan pembinaan berkala adalah jalan menuju lahirnya pemimpin masa depan yang tak hanya cerdas, tetapi juga kokoh iman dan akhlaknya.
Ketiga, membangun kepemimpinan yang dekat dengan umat.
Nabi Ibrahim bukan pemimpin yang berjarak. Ia hidup bersama umat, membangun Ka’bah, menyambut tamu, dan berdialog. Hizbul Wathan harus meneladani ini: membangun kepemimpinan yang hangat, merakyat, dan hadir di tengah persoalan umat.
Kegiatan sosial, bakti lingkungan, edukasi literasi, hingga kurban kolektif adalah bentuk nyata bagaimana Hizbul Wathan bisa lebih dekat dengan rakyat.
Idul Adha: Momentum Memperkuat Peran Hizbul Wathan
Idul Adha bukan hanya perayaan, tapi juga momentum evaluasi dan penguatan peran. Hizbul Wathan bisa mengambil peran-peran berikut dalam memaknai hari besar ini:
Pertama, aktif dalam kepanitiaan dan edukasi kurban.
Kader HW bisa menjadi motor pelaksanaan kurban, dari teknis penyembelihan hingga manajemen distribusi. Mereka juga bisa menyampaikan edukasi tentang nilai-nilai kurban melalui ceramah singkat, konten media sosial, atau buletin sekolah.
Kedua, menanamkan nilai kurban dalam kurikulum pelatihan.
Nilai kurban sebaiknya tidak berhenti di slogan. Hizbul Wathan perlu menyisipkan makna pengorbanan dalam kurikulum pelatihan—dalam bentuk refleksi spiritual, studi kasus pengambilan keputusan sulit, dan simulasi kepemimpinan penuh tanggung jawab.
Ketiga, mengabdi ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Meneladani keberanian Ibrahim dan kesabaran Ismail, Hizbul Wathan bisa menginisiasi program “Kurban Berkemajuan” ke daerah-daerah pelosok. Misi kemanusiaan seperti ini sangat sejalan dengan nilai dasar Hizbul Wathan: pengabdian dan kebermanfaatan.
Dengan begitu, Hizbul Wathan bukan hanya melahirkan kader cerdas, tetapi juga berjiwa besar, siap berkorban, dan memiliki daya tahan moral.
Kisah Ibrahim dan Ismail adalah kisah abadi tentang cinta, iman, dan keteladanan. Dalam dunia modern, semangat mereka harus hidup dalam gerakan seperti Hizbul Wathan. Hizbul Wathan harus menjadi agen perubahan—dari lapangan latihan ke ladang pengabdian, dari baris-berbaris ke aksi nyata, dari slogan ke kepemimpinan sejati.
Mari jadikan Idul Adha ini sebagai titik tolak kebangkitan. Semangat baru untuk menumbuhkan kepemimpinan Hizbul Wathan yang meneladani para nabi. Semangat untuk menginspirasi dengan tindakan, bukan hanya kata-kata.
Pandu Hizbul Wathan: Siap Memimpin, Siap Menginspirasi!
Editor Zahra Putri Pratiwig