
PWMU.CO – Setelah lebih dari dua dekade bergulirnya era reformasi, otonomi daerah (otda) telah mengubah wajah sistem pemerintahan di Indonesia. Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola urusan rumah tangganya sendiri. Harapannya, kebijakan ini dapat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat serta mempercepat pemerataan pembangunan.
Namun, seperti dua sisi mata uang, otonomi daerah menghadirkan peluang sekaligus tantangan yang tidak dapat diabaikan. Di satu sisi, desentralisasi membuka ruang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Di sisi lain, pelaksanaannya kerap banyak ketimpangan, inefisiensi, bahkan praktik korupsi di tingkat lokal.
Salah satu kelebihan dari penerapan otda adalah adanya fleksibilitas dalam mengembangkan potensi lokal. Karena setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri, baik dalam hal sumber daya alam, budaya, hingga kekuatan sosial. Melalui otonomi, pemerintah daerah mendapat wewenang untuk mengelola dan mengembangkan potensi tersebut sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
Daerah-daerah yang cerdas dan cermat dalam membaca peluang ini berhasil mencatatkan kemajuan yang signifikan. Misalnya, sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung ekonomi lokal, mengusung kearifan lokal sebagai daya tarik utama. Atau inovasi pelayanan publik berbasis digital yang dikembangkan oleh pemerintah kota, mampu mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan.
Otda juga telah mendorong terjadinya penguatan demokrasi di tingkat lokal. Masyarakat pun memiliki akses yang lebih dekat untuk menyampaikan aspirasi, mengawasi kinerja pemerintah daerah, hingga berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan. Fenomena ini menjadi cermin positif dari semangat reformasi yang menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan.
Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat menjadi contoh nyata partisipasi warga dalam pembangunan. Ketika aspirasi masyarakat terakomodasi dalam rencana pembangunan daerah, kepercayaan terhadap institusi pemerintah pun meningkat.
Tantangan Otda
Meski demikian, pelaksanaan otda juga masih menghadapi berbagai tantangan serius, utamanya dalam hal kesenjangan antar wilayah. Ketimpangan fiskal dan infrastruktur menyebabkan beberapa daerah tertinggal sulit untuk bisa sejajar dengan daerah-daerah yang sudah mapan. Padahal, semangat otonomi adalah memperkecil disparitas, bukan memperlebar jurangnya.
Ternyata tidak semua daerah memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola otonomi secara efektif. Rendahnya kualitas aparatur sipil negara, lemahnya sistem perencanaan, hingga ketergantungan terhadap dana pusat masih menjadi kendala utama. Akibatnya, otonomi yang seharusnya menjadi sarana kemandirian justru berubah menjadi beban administrasi yang sulit dijalankan.
Kewenangan yang besar juga tidak otomatis diiringi dengan integritas yang tinggi. Kasus korupsi oleh kepala daerah menjadi cermin bahwa tata kelola pemerintahan daerah masih memerlukan pengawasan yang kuat. Ironisnya, korupsi di tingkat lokal sering kali terjadi dalam pengelolaan anggaran pembangunan — yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Masalah ini menunjukkan pentingnya sistem pengawasan dan akuntabilitas yang ketat. Pemerintah pusat tetap memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk memastikan bahwa pelaksanaan otonomi tidak menyimpang dari prinsip-prinsip good governance.
Peran strategis pemerintah pusat
Meskipun desentralisasi telah memberikan kewenangan kepada daerah, peran pemerintah pusat tetap penting. Pemerintah pusat masih harus melakukan pembinaan, pengawasan, serta dukungan teknis dan fiskal. Koordinasi antara pusat dan daerah harus berjalan sinergis agar pembangunan nasional tetap berjalan seimbang. Pemberian insentif kepada daerah yang berprestasi dan memiliki inovasi dalam pelayanan publik dapat mendorong terciptanya kompetisi sehat antar daerah. Daerah yang belum mampu berkembang dapat belajar dari keberhasilan daerah lain.
Otonomi daerah bukan sekadar desentralisasi kewenangan, tetapi juga merupakan upaya kolektif untuk membangun bangsa dari pinggir. Dengan manajemen yang baik, otonomi daerah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat demokrasi lokal, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Namun, tantangan seperti ketimpangan, korupsi, dan rendahnya kualitas SDM tetap menjadi persoalan yang harus terselesaikan. Penentu keberhasilan otonomi daerah tidak hanya oleh pemerintah daerah semata, tetapi juga oleh sinergi aktif dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha.
Otda harus menjadi sarana memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global, bukan sekadar slogan politik. Hanya dengan integritas, profesionalisme, dan kolaborasi, otda dapat menjelma sebagai kekuatan nyata untuk membangun Indonesia dari daerah menuju nasional. (*)
Editor Notonegoro