
PWMU.CO — Budaya membaca di kalangan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tengah menghadapi tantangan serius di era digital. Hal ini menjadi sorotan Sekretaris Bidang Olahraga dan Kepemudaan DPD IMM Jawa Tengah, Annas Firmansyah SH dalam wawancara eksklusif pada Selasa (10/06/2025).
Annas, pria kelahiran Klaten, 26 Juni 1999, memaparkan bahwa budaya membaca kader IMM tidak bisa disederhanakan hanya pada aktivitas membaca buku cetak. Menurutnya, setiap kader memiliki latar belakang dan karakter yang berbeda dalam membangun minat baca.
“Ada yang gemar membaca karena bawaan pribadi, ada yang karena tertular lingkungan diskusi, dan ada juga yang terbentuk dari aktivitas-aktivitas intelektual di IMM,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya memperhatikan kualitas bacaan dan metode membaca yang diterapkan kader.
“Banyak kader membaca, tapi sering kali hanya sepotong-sepotong. Mereka pindah dari satu buku ke buku lain tanpa menyelesaikannya. Celakanya, dengan pengetahuan yang belum utuh, mereka merasa cukup untuk berdebat atau mengkritik tanpa argumen kuat,” jelas Annas.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya memperluas makna literasi.
“Membaca bukan hanya dari buku, tapi juga membaca kondisi masyarakat, menyerap berita bermutu, hingga mengonsumsi konten-konten edukatif seperti Malaka Project, Ferry Irwandi, dr. Tirta, Pinter Politik, dan Total Politik. Ini bagian dari literasi digital,” jelasnya.
Literasi Digital
Menurut Annas, kemampuan literasi digital kader IMM harus ditingkatkan.
“Literasi digital bukan sekadar memindahkan bacaan dari analog ke digital, tapi bagaimana kader mampu menyerap informasi digital, mengolahnya, dan mengambil makna dari konten yang dikonsumsi,” tegasnya.
Saat ditanya tentang kaitan antara budaya membaca dan pengembangan karakter kepemudaan, Annas menyatakan bahwa budaya membaca yang baik akan membentuk karakter pemuda yang bijaksana, beretika, dan tajam secara intelektual.
“Sering kali, kader terjebak dalam ambisi menjadi pemenang, sukses, atau berkuasa. Padahal, yang lebih penting adalah menjadi manusia yang bijaksana,” ucapnya.
Untuk mendorong minat baca, bidang yang ia pimpin tengah merancang program-program konkret.
“Kami akan menggelar workshop kebangsaan dan lokakarya pemetaan kompetensi kader se-Jawa Tengah. Ini akan menjadi wadah untuk menggali potensi sekaligus menumbuhkan minat terhadap pengembangan diri,” terang Annas.
Secara pribadi, ia mengaku aktif mendampingi kader di akar rumput.
“Saya senang berdiskusi, mendengarkan keluhan mereka soal kuliah, dan mengajak mereka belajar menulis. Minimal bisa bantu saat nulis skripsi nanti,” ujarnya dengan senyum.
Tantangan terbesar dalam membangun budaya literasi, menurut Annas, datang dari media sosial.
“Banyak konten brain rot yang merusak pola pikir dan kualitas tidur kader. Konten seperti itu justru menjauhkan dari budaya literasi,” katanya.
Sebagai solusi, ia mendorong akun-akun resmi IMM untuk menghadirkan konten edukatif yang menarik.
“Kita harus membuat konten yang bukan hanya mendidik, tapi juga mampu menarik perhatian kader. Rasa penasaran adalah pintu masuk ke dunia literasi,” tutupnya. (*)
Penulis Fathan Faris Saputro Editor Amanat Solikah