
Ketua Bidang Immawati DPD IMM Kalimantan Timur, Siti Hardianti. (Fathan Faris Saputro/PWMU.CO).
PWMU.CO – Budaya literasi di kalangan Immawati dinilai mengalami penurunan, terutama dalam hal membaca buku secara fisik. Hal ini tersampaikan oleh Siti Hardianti, Ketua Bidang Immawati DPD IMM Kalimantan Timur, dalam wawancara pada Rabu (11/06/2025).
“Minat membaca Immawati saat ini bisa dibilang menurun, dikarenakan faktor teknologi yang serba instan. Hal tersebut mengakibatkan adanya penurunan kapasitas dalam bernalar dan berpikir” ujar Siti.
Namun demikian, ia menekankan bahwa perkembangan teknologi juga membawa sisi positif, yakni dapat melatih daya pikir kritis dan sikap proaktif kader di lingkungan IMM.
Fondasi Gerakan Mahasiswa Islam
Siti menegaskan bahwa budaya membaca seharusnya menjadi fondasi dalam membangun gerakan mahasiswa Islam, termasuk dalam proses pembentukan karakter dan daya kritis Immawati.
“Membaca tidak hanya teks buku, tetapi juga membaca lingkungan sekitar, ekonomi, sosial, budaya, hingga politik” jelasnya.
Untuk menumbuhkan kembali budaya membaca di tengah dominasi media digital, Siti memaparkan sejumlah strategi konkret.
“Kami berusaha menumbuhkan kesadaran literasi bukan hanya melalui buku fisik. Di era digital ini, kader bebas memilih cara membaca yang nyaman bagi mereka, termasuk melalui perpustakaan digital seperti iKaltim dan iPusnas” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya sikap selektif dalam menerima informasi. “Jangan sampai terbawa arus informasi yang instan tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu” terang Siti.
“Di DPD Immawati Kaltim, kami mengkaji terlebih dahulu isu-isu keperempuanan sebelum berbicara di media sosial. Hal ini demi menjaga kualitas wacana yang dibangun” tambahnya.
Siti mengungkapkan bahwa pihaknya tengah membangun sistem pendampingan antarcabang untuk memperkuat komunikasi dan kesinambungan keilmuan di lingkungan Immawati. Harapannya, upaya ini mampu membangun karakter kader yang kokoh dan siap menghadapi tantangan zaman.
“Budaya membaca masih menjadi sesuatu yang penting, bahkan sejak zaman Nabi hingga era modern. Membaca adalah proses belajar yang panjang, dan kini tidak terbatas pada buku fisik saja” ungkapnya.
Mengutip nasihat dari Imam Syafi’i, Siti menutup dengan pernyataan reflektif, “Jika kau tak tahan pedihnya belajar, maka kau akan menahan pedihnya kebodohan. Kampanye literasi digital harus terus digaungkan agar kita tidak tertinggal oleh zaman.” (*)
Penulis Fathan Faris Saputro, Editor Danar Trivasya Fikri