
PWMU.CO – Iduladha bukan sekadar momentum untuk menyembelih hewan kurban dan melaksanakan ibadah semata, melainkan juga ajang memperkuat solidaritas sosial.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dr Agus Taufiqurrohman, dalam refleksi Iduladha yang digelar Jumat (6/6/2025) di Jakarta.
Dokter Spesialis Saraf ini menegaskan bahwa ibadah dalam Islam tidak hanya bersifat transendental -menghubungkan manusia dengan Tuhan- tetapi juga harus berdampak horizontal, memberi manfaat nyata kepada sesama.
“Pembagian daging kurban tanpa membeda-bedakan agama, suku, dan golongan. Kurban merupakan wujud nyata dari upaya orang yang mampu untuk membantu kesejahteraan bersama,” ungkapnya.
Dalam Islam, tutur dr Agus, tak ada ruang bagi ibadah yang individualistis atau hanya berhenti di ruang privat. Ibadah harus membumi, menebar rahmat ke sekelilingnya. Iduladha adalah contoh nyata dari prinsip itu.
Selama empat hari—10, 11, 12, dan 13 Zulhijjah—umat Islam yang berkemampuan disyariatkan menyembelih hewan kurban. Namun nilai utama dari kurban bukan pada dagingnya, melainkan pada semangat pengorbanan dan kepedulian sosial.
“Semangat rela berkurban seperti inilah yang seharusnya selalu ada di setiap anak negeri ini, terlebih pada diri para pemimpin bangsa,” tambahnya.
Tak hanya pada momen Iduladha, menurut dr Agus, jiwa derma dan semangat tolong-menolong harus menjadi karakter sehari-hari seorang muslim. Kekayaan atau kelebihan yang dititipkan Allah SWT, entah itu dalam bentuk harta, ilmu, atau jabatan, sejatinya bukan untuk dibanggakan, melainkan untuk digunakan membantu sesama.
“Menolong kepada sesama merupakan bagian dari ibadah. Bahkan nilainya sangat tinggi di mata Allah Swt,” tegasnya.
Itulah sebabnya, dalam konteks sosial kekinian, umat Islam didorong untuk terus mengembangkan ta’awun (tolong-menolong) dan ukhuwah (persaudaraan). Sebab keduanya menjadi pilar dalam membela kaum lemah, dhuafa, dan mustadh’afin: golongan yang terpinggirkan secara ekonomi maupun sosial.
Pesan penting lainnya dari dr Agus adalah bahwa kepedulian tak hanya terbatas kepada manusia. Sebagai khalifah di muka bumi, umat Islam juga diberi amanah untuk menjaga lingkungan.
“Memperlakukan alam dengan baik juga bagian dari ibadah. Sebab kerusakan lingkungan hari ini adalah akibat dari manusia yang abai terhadap fungsinya sebagai khalifah,” tandasnya. (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan