
PWMU.CO – SD Muhammadiyah 1 Candi Labschool Umsida (SD Mica) menjadi tujuan studi tiru bagi SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (SMP Miosi) dalam upaya memahami lebih dalam sistem dan teknis penyelenggaraan sekolah inklusi. Kunjungan ini berlangsung pada Senin (16/6/2025) pukul 08.00 WIB, di lingkungan SD Mica.
Rombongan SMP Miosi yang berjumlah lima pimpinan dan guru dipimpin langsung oleh Waka Kurikulum dan Sarpras, Ustaz Mahyuddin Syaifulloh. Mereka hadir tepat waktu dengan semangat tinggi. Rombongan disambut hangat oleh Kepala SD Mica, Pristiandi Teguh Cahya SPd MPSDM bersama jajaran pimpinan. Diskusi yang berlangsung di ruang pertemuan berjalan cair dan rileks, diisi dengan obrolan menarik seputar konsep sekolah inklusi.
Pristiandi mengawali diskusi dengan membuka wawasan para tamu mengenai sudut pandang tentang Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Ia menuturkan bahwa semakin banyak anak yang lahir dan tumbuh dengan kondisi disabilitas, namun kapasitas lembaga pendidikan yang bersedia dan mampu mengakomodasi mereka masih sangat terbatas. Akibatnya, banyak di antara mereka tidak mendapatkan akses pendidikan.
“Sebagai lembaga pendidikan Persyarikatan Muhammadiyah, sudah sepatutnya kita hadir untuk memberikan solusi yang tepat,” ujar Pristiandi.
Ia menambahkan bahwa sejak berdiri pada tahun 2018, SD Mica telah berkomitmen menjadi sekolah inklusi. “Kami siap menerima peserta didik reguler maupun penyandang disabilitas agar mereka bisa belajar bersama, menjadi manusia yang utuh, dan saling menerima dengan kesadaran bahwa kita semua saling membutuhkan.”
Ia juga menekankan makna berkebutuhan khusus dari sudut pandang yang lebih luas. “Kita yang di ruangan ini pun sebenarnya berkebutuhan khusus,” tuturnya.
“Saya sendiri, misalnya, berkebutuhan khusus menggunakan kacamata sebagai alat bantu melihat. Ini juga termasuk berkebutuhan khusus, bukan? Bapak-Ibu yang hadir, saya yakin masing-masing juga punya kebutuhan khusus. Jadi, mari kita memandang bahwa anak-anak berkebutuhan khusus bukan berarti mereka lebih rendah dari kita pada umumnya. Hanya saja, kebutuhan khusus mereka lebih besar daripada orang pada umumnya. Namun, hakikatnya kita sama, sama-sama punya kebutuhan khusus.”

Lebih lanjut, Pristiandi menjelaskan bahwa ABK tidak hanya mencakup mereka yang dianggap kurang, tetapi juga mereka yang memiliki kelebihan, seperti anak-anak dengan IQ di atas rata-rata (gifted).
“Bahkan ada mereka yang dianggap sangat cerdas di atas rata-rata, memiliki kemampuan sangat cepat dalam berpikir, memahami sesuatu, namun diminta buka pintu saja mulanya tidak bisa bahkan sampai menangis. Biasanya, secara sosial mereka tampak berkebutuhan khusus. Sehingga, cara pandang kita tentang anak berkebutuhan khusus bukan hanya mereka yang kita anggap kurang saja. Termasuk mereka yang lebih dari rata-rata pun sebagai berkebutuhan khusus. Dan kita yang umumnya dianggap normal itu juga punya kebutuhan khusus,” paparnya.
Ini memperjelas bahwa sekolah inklusi benar-benar membuka kesempatan belajar bagi siapa pun tanpa membeda-bedakan.
Setelah diskusi, jajaran pimpinan SD Mica mengajak rombongan SMP Miosi berkeliling dan menyapa anak-anak berkebutuhan khusus di Ruang Sumber. Para tamu sangat antusias mempelajari setiap bagian yang diterapkan di SD Mica, bahkan kagum dengan keberagaman profil peserta didik penyandang disabilitas.
Harapannya, silaturahmi ini tidak hanya menjadi awal atau akhir pertemuan, tetapi justru menjadi pondasi bagi kedua sekolah untuk saling mendukung dalam memajukan layanan pendidikan yang bermutu untuk semua.
Penulis Moh. Rizqi Hidayat Editor Zahra Putri Pratiwig